SERPONG, ULTIMAGZ.com – UMN Festival (U-Fest) 2017 kembali menggelar salah satu dari tiga acara utamanya, Art of The Culture (Arture). Menampilkan ragam pementasan bertemakan keberagaman, beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seni meramaikan Function Hall Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dengan penampilannya masing-masing, Kamis (27/09/17).
Dipandu oleh Novi Theodora dan Christian Harsono sebagai pembawa acara, Arture 2017 dibuka oleh kata sambutan dari Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Ika Yanuarti, Ketua U-Fest 2017 Ignatius Dimas, dan Pimpinan Produksi Arture 2017 Inez Peringga. Ultima Sonora juga turut membuka acara dengan penampilannya yang bernuansa adat Kalimantan.
Penampilan yang bertemakan keberagaman dipilih untuk mencerminkan ragam latar belakang mahasiswa yang UMN. Berbeda dari tahun sebelumnya, Arture 2017 bukan hanya menampilkan seni teater. Konsep teater musikal menjadi pilihan tim Arture untuk menghibur penonton di tahun ini.
Berdasarkan keterangan Inez, tim produksi Arture memberanikan diri untuk keluar dari zona nyamannya dengan mengusung konsep ini. “Sebenarnya ini ide dari lama, dan ingin direalisasikan. Tapi baru kali ini mungkin para crew-nya nekat kali ya,” terang Inez kepada Ultimagz.
“Ayo kita coba sekarang, kalau enggak kita enggak akan pernah ada nih UMN bikin teater semi-musikal,” ucap Inez.
Guna meningkatkan kenyamanan penonton, denah tempat duduk dibuat bertingkat dengan lantai beralas karpet. Kategori tempat duduk terbagi atas dua tipe, Goblet dengan tiket seharga Rp45.000,00 dan Grail dengan tiket seharga Rp65.000,00.
“Enggak bakal juga kita bikin flooring-an kaya gini kalau mereka enggak (pentas) disini. Jadi sebenarnya dorongan dari mahasiswa UMN juga,” jelas Inez.
Berlatar dalam pagelaran festival seni tahunan yang diadakan seorang walikota (Bela Nabila), Arture 2017 mengisahkan tentang penyatuan lima suku yang hidup di sebuah daerah. Lima suku yang terdiri atas Niniwa, Tatawu, Ewil, Kuning, dan Edna memiliki karakteristik yang unik dan berbeda satu sama lain.
Meskipun demikian, sang walikota yang berasal dari suku Niniwa bertekad untuk menyatukan perpecahan yang telah ada selama ratusan tahun dengan bantuan para pemuda dari berbagai suku.
Konflik mulai memuncak ketika para tetua dari suku-suku tersebut bersikeras untuk tidak bersatu dengan berpegang pada pendirian dan ajaran turun-temurun suku. Festival tahunan yang diadakan pun sebenarnya selalu dijadikan ajang persaingan antar suku.
Sang walikota dan para pemuda pun turun tangan untuk meredam keributan yang timbul sambil meyakinkan anggota sukunya masing-masing. Akhirnya, festival penyatuan suku yang awalnya saling membenci satu sama lain berhasil dilakukan.
Pementasan ini melibatkan berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang seni. Tampil Ultima Aikido, J-Cafe, Trace, Street Dance, Teater Katak, Ultimate Stunt Fighters, Ultima Sonora, serta Qorie.
Penulis: Gabrielle Alicia Wynne Pribadi
Editor: Christian Karnanda Yang
Foto: Aditya Bhagas