SERPONG, ULTIMAGZ.com – Menyandang gelar Miss UMN 2015 seolah menjadi kado spesial yang tidak pernah terpikir sebelumnya bagi Shintya Feronica, mahasiswi Public Relations 2014 UMN. Ia tidak menyangka berhasil memperoleh gelar duta UMN dan akan melakukan masa dedikasi selama satu tahun ke depan. Namun tak dipungkiri, ia juga merasakan kesulitan selama mengikuti ajang Miss UMN 2015. Apa yang membuatnya kesulitan?
Shintya merasa minder karena dirinya tidak seaktif finalis lain, yang mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Akan tetapi, melalui keikutsertaannya di Miss UMN justru membuat Shintya menjadi lebih fokus dengan kegiatan-kegiatan kampus.
“Aku jadi belajar untuk me-manage waktu. Setelah menjadi Miss UMN, aku berharap bisa mengerjakan segala hal dengan lebih teliti agar tidak ada yang miss,” harapnya.
Saat malam penghargaan, Shintya menikmati setiap proses selama berada di atas panggung. Menjadi diri sendiri, memberikan yang terbaik semampu yang dia bisa. Saat harus berbicara di depan banyak orang, Shintya memilih untuk tidak memikirkan harus memberi jawaban sebagus mungkin. “Kalau memang dari hati sudah mau menginspirasi, ya diomongin aja kan,” jelasnya.
Kehadiran 19 finalis Miss UMN lainnya dirasa sangat berperan penting dalam perjalanan Shintya. Ia merasakan perhatian dari ke-19 finalis lain yang memberikan kejutan untuk merayakan ulang tahunnya. “Di sini semua sama rata, mau menginspirasi bareng-bareng. Gak ngebedain mana yang juara, karena juara itu bonus,” kata Shintya bercerita.
Bagi Shintya, the power of beauty yang ada dalam dirinya adalah keinginannya untuk menghargai orang lain. Ketika ia dapat memberi sesuatu yang berharga untuk orang lain yang bukan karena terpaksa atau mau dipandang, melainkan berasal dari hati. “Masalah fisik, semua orang sudah cantik. Tapi yang terpenting ketika mereka bisa menunjukkan kecantikannya dari dalam,” ujar Shintya.
Tekanan Menjelang Hari H
Memakai selempang membawa nama Miss UMN menambah tanggung jawab bagi Shintya untuk berhati-hati dalam berucap. Namun, satu kejadian fatal terjadi ketika ia menjawab pertanyaan dari Duta Besar Korea saat kuliah umum dengan ratusan mahasiswa yang hadir.
Kendati disuruh menyebutkan apa yang ia ingat ketika mendengar nama Korea, Shintya salah menyebutkan sushi sebagai makanan dari Korea, padahal berasal dari Jepang. Meski sudah membetulkannya dengan menyebut kimchi, Shintya tetap merasa malu dengan kesalahannya tersebut.
Kejadian tersebut membuat Shintya sampai menangis. Ia menyesal dan belajar untuk lebih siap dalam keadaan apapun, apalagi telah membawa nama Miss UMN.
Shintya melihat tekanan yang ia alami sebagai cara untuk membuatnya melompat lebih tinggi. “Tuhan seperti mau kasih arahan. Shin, kamu tuh masih punya kekurangan. Semua ada maksudnya. Biar nanti Shintya bisa bilang, meski Shintya punya kekurangan, tapi Tuhan bisa angkat itu,” ujar Shintya dengan mata berkaca-kaca.
Membahas soal public speaking membuatnya teringat pada masa kecilnya. Saat masih duduk di sekolah dasar, Shintya merasa tidak memiliki rasa percaya diri. Suatu ketika ada bercak penghapus tinta yang tercoret di pipinya hingga teman-teman memanggilnya cemong. “Aku jadi semakin nggak percaya diri, apa-apa ikut teman saja. Tapi sejak SMA dan kuliah, mulai belajar untuk percaya diri dalam keputusan yang dipilih dan gak mudah terpengaruh,” jelasnya.
Perubahan dalam diri Shintya tak lepas dari peran seorang ibu yang besar dalam hidupnya. “Ci, inget nanti ngomongnya kayak cici lagi ngajar di TK Kumenang aja,” ujar Shintya menirukan sang ibu.
Motivasi yang membawa Shintya sampai titik ini juga berasal dari keinginannya untuk menjadi motivator. Ia lebih ingin agar dirinya memiliki nilai yang dapat dirasakan orang lain. Dengan semua keterbatasan yang dimiliki, Miss UMN menjadi kesempatan bagi Shintya untuk mencapai keinginannya tersebut.
“Pokoknya semua karena Tuhan,” ucap Shintya penuh syukur.
Reporter: Agustina Selviana
Editor: Johanes Hutabarat
Foto: Agustina Selviana