JAKARTA, ULTIMAGZ.com—Sistem Electronic Road Pricing atau ERP akhir-akhir ini menjadi topik yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Pasalnya, sistem baru yang direncanakan akan diterapkan di Jakarta menjadi solusi kemacetan yang ada. Sebenarnya, apa itu ERP dan bagaimana cara kerjanya?
Seperti yang dikutip dari situs Portal ERP (erp.jakarta.go.id), dijelaskan bahwa ERP merupakan sistem pengendalian kepadatan lalu lintas (congestion). ERP ini diterapkan melalui pemungutan tarif layanan secara elektronik terhadap pengguna kendaraan yang melewati sejumlah ruas jalan di jam-jam tertentu.
Penerapan ERP ini dimaksudkan agar pengguna jalan dapat meminimalisasi penggunaan kendaraan pribadi atau beralih menggunakan transportasi publik sehingga kepadatan lalu lintas dapat dikurangi. Sistem ERP sendiri telah diterapkan sejak lama di berbagai negara dan telah terbukti efektif untuk mengurangi persoalan kemacetan yang terjadi.
Secara garis besar, untuk menerapkan ERP dibutuhkan dua komponen utama, yakni On Board Unit (OBU) dan Gantry. OBU adalah sebuah perangkat berukuran kurang lebih 7 cm x 4 cm x 2 cm yang dipasang di kendaraan pribadi. OBU ini dapat di top up dengan uang untuk kemudian digunakan sebagai alat pembayaran ERP elektronik otomatis. Ketika kendaraan melewati gerbang ERP (gantry), OBU akan otomatis mengirim sinyal ke gerbang dan mengurangi saldo sesuai dengan tarif yang sedang berlaku. Gantry sendiri merupakan gerbang yang mempunyai sensor yang akan di pasang di ruas-ruas jalan yang diberlakukannya ERP.
Sejumlah kendaraan melintasi gerbang jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) yang terdapat di Jalan Sudirman, Jakarta. (sumber: antara.com)
Sistem ERP hanya berlaku untuk kendaraan bermotor milik pribadi, jadi kendaraan transportasi umum, kendaraan fasilitas umum (ambulan, pemadam kebakaran, mobil jenazah), dan kendaraan pribadi non motor (sepeda), tidak akan terkena pemotongan.
Untuk tahap awal ERP akan diberlakukan di sepanjang ruas jalan Sisingamangaraja, Jenderal Sudirman, Thamrin, Medan Merdeka Barat, Majapahit, Gajah Mada, Hayam Wuruk, dan sepanjang jalan Rasuna Said.
Namun penerapan ERP bukanlah tanpa kendala. Hingga kini, rencana yang telah dirancang sejak awal masa kepemimpinan Gubernur Joko Widodo pada akhir 2012, masih terbentur masalah regulasi dan pengadaan alat. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menginginkan agar tarif ERP bisa dinaik-turunkan kapan saja sesuai kepadatan jalan, akan tetapi hal itu dinilai akan menimbulkan masalah pada penerimaan pajak. Padahal, alasan tarif dinamis ini dikarenakan konsep ERP berbeda dengan jalan tol yang bukan ditujukan untuk membatasi kendaraan.
“Ini bukan tol yang minta menterinya tentukan harga atau tarif yang harus pakai Perda. Ya bukan fungsinya dong. Ini kan bukan retribusi, ini adalah fungsi mengendalikan jumlah kendaraan,” tegasnya.
Sedangkan untuk pengadaan alat, Ahok tidak ingin bekerjasama dengan pihak swasta dan memerintahkan Dinas Perhubungan dan Transportasi untuk membeli peralatan ERP sendiri. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah tidak tergantung swasta yang mengutamakan keuntungan dan malah melenceng dari niat semula untuk mengatur volume kendaraan.
Rencananya, area penerapan ERP akan dibagi menjadi tiga.
Area I: Blok M-Stasiun Kota, Jalan Gatot Subroto (Kuningan-Senayan), Jalan Rasuna Said-Tendean, Tendean-Blok M, Jalan Asia Afrika-Pejompongan.
Area II: Dukuh Atas-Manggarai-Matraman-Gunung Sahari serta Jatinegara-Kampung Melayu-Casablanca-Jalan Prof dr.Satrio-Tanah Abang.
Area III: Grogol-Roxi-Harmoni, Tomang-Harmoni-Pasar Baru, Cempaka Putih-Senen-Gambir, Cawang-Pluit, Cawang-Tanjung Priok, Sunter-Kemayoran.
Penulis: Monica Devi Kristiadi
Editor: Annisa Meidiana
Sumber: kompas.com, erp.jakarta.go.id, republika.co.id