JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Kecanggihan teknologi telah membawa berbagai dampak di kehidupan manusia, termasuk ketidakterbatasan akses yang dapat dijangkau oleh manusia, baik hal-hal yang baik maupun buruk. Salah satunya adalah kebebasan akses pornografi yang dapat berdampak fatal bagi beberapa orang.
Dalam wawancara terakhir sebelum diekseskusi mati, Ted Bundy, seorang pembunuh berantai Amerika Serikat mengatakan bahwa salah satu alasannya tega menculik, memperkosa, dan membunuh banyak wanita adalah akibat dirinya kecanduan pornografi saat remaja.
Menurutnya, ketika sudah memiliki candu terhadap suatu hal, seseorang akan mencari yang lebih dan lebih secara terus menerus. Sampai akhirnya, dirinya mulai merasa bahwa mungkin mempraktekkan adegan tersebut memberi kesenangan yang lebih nyata daripada hanya menontonnya.
Dampak Buruk Pornografi
Melansir kompas.com, dalam video edukasi mengenai Bahaya Pornografi yang dimuat dalam laman resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI, dijelaskan bahwa pre frontal cortex atau bagian depan otak para pecandu pornografi akan rusak dan mengecil.
Padahal, pre frontal cortex merupakan pusat dari kegiatan pengambilan keputusan. Bagian ini memiliki fungsi mengembangkan etika dan pemimpin yang mengatur daya konsentrasi, kemampuan membedakan benar atau salah, merencanakan masa depan, menunda rasa senang dan kepuasan, serta pusat berpikir kritis.
Pasalnya, pornografi dapat membuat seseorang merasakan kebahagiaan semu yang seakan-akan membuat penontonnya bahagia. Dengan demikian, pornografi pun dapat menimbulkan rasa kecanduan. Ketika seseorang sudah ketagihan, otak akan dipenuhi dengan berbagai rangsangan dan sulit berhenti. Akibatnya, mereka dapat saja melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan karena sudah masuk ke dalam ilusi semu.
Baca juga: Kebahagiaan Semu: Ketika Bahagia Didapatkan Secara Instan
Menurut psikolog Hening Widyastut, anak dan remaja yang kecanduan pornogafi berpotensi meningkatkan angka pelecehan seksual pada anak usia dini. Hal ini dikarenakan fantasi mereka yang mengira bahwa berhubungan seksual serupa dengan yang mereka akses.
Semua ini dapat berpotensi ke dalam efek domino jangka panjang. Dimulai dari rasa candu dan fantasi dan berlanjut dengan praktik langsung. Namun, ketika merasa ditolak, pelaku tidak menerima dan bahkan dapat melakukan pembunuhan untuk memuaskan rasa nafsunya.
Terdapat kasus nyata dari peristiwa keji semacam ini. Pada 2020 silam, di daerah Banyuasin, Sumatera Selatan, seorang laki-laki bernama Ardiansyah (18) secara brutal memerkosa dan membunuh eks gurunya sewaktu SD yang berinisial E (40). Setelah ditelusuri, rupanya tersangka baru selsesai menonton film berbau pornografi dan ingin memuaskan rasa nafsunya, tetapi ditolak oleh korban. Pelaku pun akhirnya membunuh korban dan memperkosanya.
Pentingnya Edukasi Seks
Di Indonesia, pembicaraan mengenai seks masih sangat tabu. Sebagian remaja merasa tidak pantas untuk membicarakan kehidupan seksnya dengan orang tua, guru, bahkan terkadang teman sebaya. Kebanyakan remaja mencoba mengeksplor sendiri mengenai hal ini di dunia internet.
Sayangnya, internet tidak selalu menawarkan hal baik. Akibatnya, banyak remaja yang malah tergelincir masuk ke dalam lubang yang salah. Pornografi adalah salah satunya. Kabar baiknya, edukasi seks di era sekarang sudah lebih digaungkan oleh banyak pihak.
Namun, perjalanan belum berarti usai. Pembicaraan mengenai edukasi seks perlu diselipkan di berbagai kesempatan. Salah satunya melalui sekolah. Dengan melakukan bimbingan dan arahan yang jelas dari para guru yang kompeten seharusnya edukasi seks bukan lagi sesuatu aib atau keren-kerenan semata.
Peran pemerintah juga diperlukan dengan cara terus memburu para pihak-pihak penyebar konten-konten pornografi secara bebas dan tanpa batasan umur. Pemerintah memiliki andil yang besar dalam mewajibkan sekolah-sekolah melaksanakan edukasi seks yang sesungguhnya kepada setiap muridnya.
Selain itu, orang tua perlu untuk melakukan diskusi terbuka mengenai seks kepada anak-anaknya sejak usia dini. Diskusi bukan berarti memaksakan kehendak dan hanya sekadar melarang-larang, tetapi memberikan pemahaman.
Setiap orang pasti memiliki definisi masing-masing mengenai seks di dalam hidupnya. Namun, yang paling penting seks harus berlandaskan persetujuan dari kedua belah pihak. Dengan mengerti bahwa seks didasari oleh komitmen yang panjang seharusnya setiap orang dapat berpikir rasional mengenai konsekuensi dari setiap tindakan. Dalam hal ini, termasuk mengkonsumsi pornografi secara berlebihan.
Penulis: Keisya Librani Chandra
Editor: Xena Olivia
Sumber: kompas.com, liputan6.com, kaskus.co.id, tribunnews.com
Foto: tribunnews.com