Keadaan Pekanbaru, Riau, masih memperihatinkan. Kabut asap beracun masih menutup kota ini hingga membuat banyak aktivitas terhenti. Jikapun harus keluar rumah, masker menjadi satu-satunya senjata andalan. “Keadaannya harus was-was sama kabut asap yang pekat. Terpaksa keluar pakai masker mirip ninja,” ujar Jeffry, Mahasiswa Universitas Riau, saat dihubungi melalui SMS.
Indeks standar pencemaran udara di Riau sudah menunjukkan kata “Berbahaya”. Bahkan, beberapa dokter menyatakan udara di Riau tidak layak dan dianjurkan supaya mengungsi. Namun, informasi tentang mengungsi itu masih kabur. “Di Pekanbaru, walikota sudah imbau masyarakat pindah. Tapi pernyataannya cuma abstrak bersifat himbauan tanpa ada solusi tepat mengenai di mana tempat aman mengungsi,” terang Jeffry.
Menurutnya, bantuan yang masuk ke Pekanbaru pun sudah ada. Namun buruknya jarak pandang membuat bantuan itu tersendat. “Setahu saya, ada penerjunan lima helikopter yang bawa bom air, tapi itupun susah turun ke lapangan karena jarak pandang cuma 100-300 meter. Baru bantuan beli lima ton garam Thailand untuk rekayasa cuaca, itupun susah karena jumlah titik awan minim,” jelas anggota Persma Bahana Riau tersebut.
Jeffry bersama jutaan warga Riau menuntut apa yang menjadi hak mereka, yakni udara segar seperti yang tertuang dalam UU No. 39 tahun 1999 pasal 9 ayat 3.
Selain itu, presiden diminta tegas memberi solusi atas masalah ini. “Presiden jangan cuma bilang ambil alih langsung penanganan asap apabila tidak ada perubahan sampai Sabtu. Dia juga harus berani suruh anggotanya yakni polisi biar tangkap pembakar hutan dari pihak perusahaan dan masyarakat. Biar diadili dapat hukuman sejera mungkin. Selama ini, yang ditangkap cuma masyarakat, padahal ini ulah perusahaan HTI dan sawit yang mau ekspansi usaha,” tuntut Jeffry.
Dia pun juga mebambahkan, “sekarang kabut asap jadi isu nasional. Selama 16 tahun berlalu di mana saja? Jangan cuma sumber daya Riau yang melimpah ini dikeroyok. Kami mau udara segar. Nggak tahu kapan dan bagaimana terakhir rasain udara segar.”
[divider] [/divider]
[box title=”Info”]
Penulis: Inasshabihah
Editor: Sintia Astarina
Foto:
vivanews [/box]