Pementasan teater KataK bertajuk Saatirah telah berlangsung pada Jumat, (16/5). Namun, sebelum memulai pentas, acara dibuka dengan diskusi. Diskusi dua arah tersebut dibagi atas dua sesi dimana sesi pertama membahas mengenai digital publishing dan sesi kedua membahas mengenai novel Saatirah karya Niknik M. Kuntarto.
Iwan selaku business manager Gramedia dan Ariyanto seorang manager marketing Mitra Wacana, hadir pada sesi pertama.
Iwan mengakui bahwa digital publishing tumbuh dengan pesat sejak munculnya tablet. “Digital publishing tumbuh pesat sejak apple mengeluarkan ipad atau tablet,” ujarnya. Meski demikian, menurutnya penghasilan yang diperoleh dari digital book masih minim jika dilihat dari segi pasar.
Ariyanto pun mengakui bahwa perubahan jaman dari percetakan biasa ke percetakan digital kini sedang kita dihadapi.
“Jaman ini mau gamau harus berubah,” ucapnya.
Ia menyadari adanya resiko dari munculnya digital publishing tersebut. “Masih ada ketakutan kalau cetaknya ga laku,” lanjutnya.
Meskipun begitu, Ia mengaku bahwa buku dari hasil percetakan biasa ternyata masih dibutuhkan.
Sebelum lanjut ke sesi kedua, sesi pertama ditutup dengan penandatanganan MOU antara Niknik M. Kuntarto dengan pihak Mitra Wacana perihal peluncuran novel Saatirah dalam bentuk digital.
Paradoks Dalam Saatirah
Dalam sesi kedua, dosen Universitas Indonesia sekaligus pembimbing tesis Niknik M. Kuntarto, Ibnu Wahyudi turut hadir sebagai pembicara. Ia mengatakan bahwa dalam novel Saatirah terdapat paradoks-paradoks istimewa .
“Novel ini (Saatirah) banyak paradoks yang begitu istimewa dan bertebaran di banyak bagian,” ucapnya.
“Mungkin pembaca bisa merasa kesal setelah membaca novel ini. Tidak hanya kepada tokoh Andromeda, tetapi juga kepada Saatirah,” tutupnya.
Selepas diskusi, para penonton diberikan waktu selama 15 menit untuk break dan mereka baru disuguhkan Pementasan KataK yang ke-32 pukul 19.00 WIB.
[box title=”Info”]Reporter: Lani Diana Editor: Patric Batubara Foto: Monika Dhita [/box]