SERPONG, ULTIMAGZ.com – Universitas Multimedia Nusantara (UMN) telah melangsungkan perkuliahan semester ganjil 2023/2024 secara luring sejak Senin (28/08/2023). Berbeda dengan semester sebelumnya, terdapat mahasiswa baru 2023 dan sebagian besar mahasiswa 2020 yang telah selesai magang. Hal ini membuat kondisi kampus lebih padat dan memunculkan berbagai kendala.
ULTIMAGZ telah memantau dan mengumpulkan sejumlah laporan terkait kendala fasilitas UMN sejak perkuliahan hari pertama sampai sekarang beserta konfirmasi dari pihak Building Management (BM) UMN. Beberapa kendalanya yakni, mengenai sulitnya akses tempat parkir dan antrean lift yang panjang.
Baca juga: Wakil Rektor III Imbau Mahasiswa Tidak Merokok di Depan UMN
Tidak Mendapatkan Akses Tempat Parkir
Berdasarkan pantauan ULTIMAGZ, antrean parkiran motor dan mobil memanjang, sehingga mengakibatkan kemacetan pada hari pertama kuliah. Ramainya pengguna kendaraan juga membuat tempat parkiran UMN penuh dan ditutup.
Salah satu mahasiswa yang mengalaminya adalah Indy Tazkia dari Jurnalistik 2021. Indy tidak mendapatkan haknya untuk parkir mobil di kampus. Sebab, akses menuju tempat parkir sudah ditutup sekitar pukul setengah sebelas pagi saat ia dan temannya sedang ingin memarkirkan mobil.
Indy pun bertanya kepada satpam soal akses parkir yang ditutup. Satpam kampus hanya menjawab bahwa kampus kini sudah penuh diisi mahasiswa baru dan meminta Indy serta temannya parkir di Summarecon Digital Center (SDC). Indy menolak tawaran tersebut. Menurutnya, parkir di SDC lebih mahal daripada parkir di kampus karena dikenakan tarif per jam. Untuk mobil di satu jam pertama dikenakan Rp5.000 dan di jam seterusnya Rp4.000, sedangkan motor per jam dikenakan Rp4.000. Ini berbeda dengan UMN yang dikenakan tarif sehari Rp2.000 untuk motor dan Rp6.000 untuk mobil.
“Soalnya di SDC mahal, satu hari dari jam sebelas sampai lima sore itu Rp29.000, kalau dua minggu bisa Rp58.000, buat parkir di hari Kamis doang,” ujar Indy kepada ULTIMAGZ saat wawancara via telepon, Minggu (10/09/23).
Satpam kampus tetap meminta Indy dan temannya parkir di SDC. Satpam meyakinkan Indy bahwa ia hanya perlu menunjukkan kartu tanda mahasiswa (KTM), kemudian pihak SDC tidak akan memberikan tarif per jam, tetapi hanya dikenakan sebesar Rp6.000. Akhirnya, Indy bersama temannya putar balik untuk parkir di SDC. Padahal, sebenarnya mereka melihat parkiran mobil di UMN masih ada ruang di dekat lapangan basket, tetapi ditutup dengan pagar. Ditambah, area parkir mobil yang bisa dipakai Indy malah menjadi tempat parkir motor.
Kemudian, selepas perkuliahan selesai dan Indy ingin membayar tarif parkir, pihak SDC malah mengatakan tidak ada peraturan mengenai pengurangan tarif parkir seperti yang disebutkan satpam UMN. Akhirnya Indy tetap membayar tarif parkir SDC sebagaimana mestinya.
“Aku merasa dibohongi sama satpam UMN, tapi satpam itu juga gak bisa disalahkan karena (satpam) tahu info (bayar) Rp6.000 di SDC dari komandannya,” ucapnya.
“Kesel juga, kan sudah bayar mahal di UMN, parkir masa ‘dibuang’ ke SDC,” keluh Indy.
Mengenai hal ini, Manajer BM Sudarman Susanto atau kerap disapa Darman menjelaskan bahwa ada misinformasi dari kedua belah pihak, baik SDC dan UMN terkait kejadian yang dialami Indy. Sebetulnya, benar adanya bahwa satu bulan sebelum perkuliahan dilakukan, pihak UMN dan SDC melakukan kerja sama jangka panjang mengenai tempat parkir.
Pihak SDC setuju mahasiswa UMN parkir di SDC sampai pukul satu siang. Jika lebih dari itu, baru dikenakan tarif parkir per jam. Akan tetapi, pihak SDC mendadak menolak keputusan tersebut, hingga terjadi misinformasi kepada mahasiswa.
“Misinfo, atau mungkin tanggapan mereka yang salah atau kami (UMN) yang salah. Kemungkinan, mereka salah atau aku yang menerima (atau memahami kesepakatannya) salah,” ucap Darman saat wawancara secara langsung dengan ULTIMAGZ, Senin (11/09/23).
“Tapi karena hubungan baik, kami (SDC dan UMN) gak perlu membahas itu sedetail mungkin. Kalau memang (keputusan SDC) seperti itu kami terima,” lanjutnya.
Sebagai solusi, Darman menegaskan bahwa BM akan menambahkan lahan parkir. Namun, lahan parkir yang ditambah hanyalah untuk parkir mobil. Kemudian, ia meminta kepada mahasiswa yang membawa kendaraan roda empat untuk parkir dengan tertib dan rapi, tidak parkir dengan sembarangan.
“Tapi apakah dengan itu kami (BM UMN) diam? enggak. Kami akan menambah lahan parkir dengan secepatnya. Tapi mohon sabar, gak mungkin dalam sekejap kami menyulap,” pungkas Darman.
Panjangnya Antrean Lift
Permasalahan lainnya yang dapat mahasiswa rasakan adalah panjangnya antrean lift menuju kelas-kelas, khususnya di gedung C dan D. Pada minggu pertama di gedung D, antrean selalu terlihat menjalar sampai ke konektor gedung C dan D. Sementara itu, pada lift gedung C akan menjalar sampai ke bangku belakang kantin.
Terdapat perubahan antrean yang memendek pada minggu kedua perkuliahan hingga sekarang. Namun, itu terjadi karena banyak mahasiswa pada akhirnya memilih menaiki tangga. Salah satunya mahasiswa Film dan Animasi 2021 berinisial AM.
AM begitu pesimis akan terlambat jika menunggu antrean lift, sehingga ia dan teman-temannya sering memilih tangga. AM juga semakin enggan naik lift, mengingat ia pernah berdesak-desakan di lift sampai alarm lift berbunyi karena penuh.
“Kalau memang pas antre itu gue merasa sudah gak mungkin lagi, gue langsung ya, sudahlah langsung naik tangga begitu,” kata AM saat diwawancarai secara daring oleh ULTIMAGZ, Minggu (10/09/23).
AM juga bercerita, lantai tertinggi yang pernah ia naiki menggunakan tangga adalah lantai 15 di gedung D. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya fasilitas ruang kelas perlu diimbangi oleh fasilitas lift, sehingga tidak menyulitkan mahasiswa maupun dosen.
Pasalnya, lift sudah mulai mengantre panjang bahkan 30 menit sebelum kelas dimulai. Dalam hal ini, keluhan tidak hanya datang dari mahasiswa saja, tetapi dari dosen yang ikut terkena dampaknya. Tidak sedikit dari para pengajar yang terlambat saat kelas pagi.
Namun, terkait dengan membeludaknya permintaan untuk UMN menambahkan jumlah lift, Darman mengaku bahwa hal tersebut mustahil. Terlepas dari biaya yang akan memakan jumlah banyak, Darman berpendapat bahwa struktur gedung UMN yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan prasarana lift.
“Bukan (hanya) soal biayanya saja, tetapi struktur bangunannya akan berubah,” ucap Darman.
Selain itu, Darman juga mengatakan bahwa pihak BM sudah membahas persebaran kelas agar tidak terlalu menumpuk pada gedung dan waktu tertentu dengan pihak Bimbingan Informasi Akademik (BIA) UMN. Ia menyarankan agar jadwal kuliah tidak menumpuk di waktu pagi saja, tetapi sampai sore hari. Darman pun mengatakan bahwa BM akan dengan senang hati dan terbuka lebar mendengar saran mahasiswa terkait masalah di lingkungan kampus.
Baca juga: Ragam Tanggapan Mahasiswa Perihal Imbauan Tidak Merokok di Depan UMN
“Kami sangat open kok. Di BM itu sangat open dengan masukan-masukan mahasiswa. Kami ada karena kalian, kami berkembang karena kalian,” ucap Darman di akhir wawancara.
Meskipun belum terdapat rencana ataupun jawaban untuk mengatasi masalah pada lift, setidaknya mahasiswa mengetahui bahwa seluruh permasalahan mereka diketahui oleh pihak kampus. Setidaknya, mahasiswa dapat berharap seluruh prasarana yang dikeluhkan akan diperbaiki oleh pihak kampus.
Penulis: Aqeela Ara, Rizky Azzahra Rahmadanya
Editor: Vellanda
Foto: Muhammad Daffa Abyan