• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Sunday, June 1, 2025
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
No Result
View All Result
Home Berita Kampus Info Kampus

Pulau Buru Tanah Air Beta, Kisah Sejarah yang Tak Dikenal

by Rosa Cindy
April 26, 2016
in Info Kampus
Reading Time: 3 mins read
Pulau Buru Tanah Air Beta, Kisah Sejarah yang Tak Dikenal

Pemaparan singkat tentang produksi Pulau Buru Tanah Air Beta oleh produser Wishnu Yonar

0
SHARES
372
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

SERPONG, ULTIMAGZ.com – Film dokumenter “Pulau Buru Tanah Air Beta” ditayangkan dalam forum diskusi dan screening UMN Juice pada Jumat, (22/4). Acara yang diadakan di Lecture Hall Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ini menghadirkan Whisnu Yonar selaku produser untuk membagikan kisahnya mengenai perjalanan produksi film tersebut.

Tak banyak kisah tentang Pulau Buru dalam sejarah Indonesia. Padahal, salah satu pulau terbesar di Kepulauan Maluku ini menyimpan kisah kelam Indonesia di zaman dulu. Kisah tersebut yaitu ketika Pulau Buru menjadi tempat pengasingan tahanan politik pada zaman Orde Baru.

Dua tokoh yang ditampilkan dalam film adalah Hersri Setiawan dan Tedjabayu Sudjojono. Mereka hanyalah dua dari belasan ribu tahanan yang dibuang ke Pulau Buru dengan tuduhan sebagai antek-antek Partai Komunis Indonesia (PKI).

Asal comot, sengsara belasan tahun

Pembuangan tahanan politik tersebut dilakukan tanpa proses pengadilan maupun pengecekan ulang. Akibatnya, terdapat beberapa orang yang tak salah, namun menjadi korban.

“Contohnya ada seorang dosen yang rumahnya didatangi tentara. Karena tentara tidak menemukan orang yang dicari, maka dosen itu yang dibawa ke kantor militer dan akhirnya ke Pulau Buru, dengan dalih karena kalau tidak bawa tangkapan, pasti akan dimarahi komandannya,” tutur Whisnu.

Selama sebelas tahun pengasingan dari 1968 hingga 1979, terdapat banyak kontribusi yang diberikan para tahanan politik kepada Pulau Buru. Wishnu menyampaikan, mereka dituntut bekerja, salah satunya untuk membuat saluran irigasi. Sejak pukul enam pagi, mereka sudah mulai membuat barak tempat tinggal dan mengerjakan saluran irigasi, hingga pukul lebih kurang lima atau enam sore.

Sesudah itu, dilansir dari CNNIndonesia, mereka masih diharuskan berjalan kaki mengantar makanan dari Pelabuhan Namlea ke barak tempat tinggal yang jauhnya belasan kilometer.

Tak hanya tersiksa karena harus terus bekerja, tingginya suhu siang hari di Pulau Buru yang mencapai sekitar 42 derajat Celsius membuat kulit para tahanan melepuh. Saat malam hari pun mereka harus menahan dingin karena suhunya yang mencapai 18 derajat Celsius.

Mirisnya kisah kehidupan para tahanan politik di Pulau Buru yang tak banyak dibahas orang mengantar Whisnu pada keinginan mengangkat kisah bersejarah ini dalam sebuah film. Baginya, anak bangsa, terutama generasi mudanya, harus mulai aware pada sejarah negaranya sendiri.

Pengangkatan Hersri sebagai pemeran utama film ini dikarenakan ia merupakan salah satu mantan tahanan politik yang masih aktif berkarya, salah satunya yaitu lewat buku Memoar Pulau Buru. Selain itu, Whisnu juga mengaku sudah mengenal istri Hersri sejak lama.

Cekcok selama produksi

Bekerja bersama Hersri, Tedjabayu, dan keluarga mereka, masing-masing telah memberi kisah tersendiri dalam proses produksinya. Meski sudah berusia lanjut, Whisnu mengapresiasi ingatan keduanya yang masih sangat kuat. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa usia tetap berbicara. Hersri cukup bermasalah dari sisi pendengarannya yang sudah mulai berkurang, sedangkan Tedjabayu sudah sering sakit-sakitan.

Terkait kesulitan dalam proses produksi, Wishnu menyebutkan salah satunya adalah dari sisi interpersonal. Tim produksi harus berhubungan dengan orang tua, yang dalam konteks ini adalah korban kasus 1965, sehingga harus menguak kembali ingatan mereka tentang masa lalu dan memunculkan sisi emosionalnya. “Banyak makan hati sih, tapi ya, sebagai anak muda kita mengalah aja. Selama setahun ini, dikuat-kuatin aja,” ceritanya.

Banyaknya tuntutan kepentingan yang muncul selama proses produksi film ini juga menjadi alasan Wishnu hingga ‘makan hati’. “Mau masukin si ini lah, mau ceritain si ini lah, mau begini begitu. Ya, kalau gitu, tugas saya sebagai produser apa? ‘Kalian bikin aja film sendiri’, sempat terucap begitu ke orang-orang tua ini. Tapi ya, itulah. Sabar aja,” lanjutnya.

Meski sudah melakukan riset, minimnya data mengenai Pulau Buru dan sejarahnya juga cukup menyulitkan proses produksi. Master arsip negara dan video pun sulit didapat. Akhirnya, hanya rekaman DVD yang digunakan.

Kesulitan dana pun turut dirasakan, dikarenakan tidak adanya pihak yang mau mendanai. Faktor utamanya adalah dikarenakan jenis filmnya yang berupa dokumenter, dan mengangkat isu politik. Akibatnya banyak kendala teknis yang terjadi, seperti mahalnya biaya assessment dan syuting, hingga biaya penyewaan beberapa alat yang harus ditanggung tim.

Pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta di UMN ini menjadi yang pertama kalinya di Tangerang. Sebelumnya, film ini pernah diputar di beberapa tempat, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta Belok Kiri Festival.

Penulis: Clara Rosa Cindy

Editor: Agustina Selviana

Fotografer: Evelyn Leo

Tags: 2016filmFilm dokumenterinfo kampusPulau buru tanah air betaScreening dan diskusi umn juiceultimagzumnUMN JUICEUniversitas Multimedia Nusantara
Rosa Cindy

Rosa Cindy

Related Posts

IMDES 2025 menggelar Student Exhibition di area Nusakara, Universitas Multimedia Nusantara, pada Kamis (15/05/25). (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)
Event

IMDES 2025 Angkat Tema Keberlanjutan: Mahasiswa Tunjukkan Gagasan Inovatif

May 17, 2025
CDC UMN 2025
Info Kampus

Career Day CDC UMN 2025: Peluang Baru untuk Karier Masa Depan

May 9, 2025
Seremoni potong pita UNVEILING 2025
Info Kampus

UNVEILING 2025: The Call to Adventure of the Genesisite Jadi Gerbang Awal UMN Festival 2025

May 2, 2025
Next Post
Pesan Fish and Chips Versimu di O! Fish

Pesan Fish and Chips Versimu di O! Fish

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merasa Depresi? Coba Cek 4 Organisasi Kesehatan Mental Ini!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Artikel Terbar-U
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto
  • Disabilitas

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021