JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Film garapan sutradara Joko Anwar berjudul A Copy of My Mind, memiliki banyak cerita menarik di balik proses produksinya, khusunya saat tampil dalam berbagai festival film di luar negeri. Pengalaman tersebut ia bagikan saat menjadi pembicara di acara Film Talk di SAE Institut, Jakarta, Sabtu (16/1).
Joko menyatakan, film kelimanya ini, mulai dibuat pada tahun 2014. Ia bersama timnya, datang ke Busan International Film Festival (BIFF) untuk membuat filmnya di Asian Project Market (APM). Pemenang dalam project tersebut akan diikuti oleh industri film di seluruh dunia.
“Kita apply ke APM karena di sana project market terbesar di Asia. Dari 1.200 yang daftar, akhirnya kita terpilih sebagai salah satu pemenang dan mendapatkan hadiah Rp 140 juta,” tutur Joko.
Setelah mendapatkan hadiah tersebut, lanjut Joko, ia dan kru yang berjumlah 25 orang (termasuk lima orang pemain utama), kembali ke Jakarta dan mencari lokasi shooting yang tepat. Alhasil, Pasar Glodok dan Bendungan Hilir (Benhil) menjadi lokasi utama serta daerah Jakarta lainya.
“Saat shooting di Glodok agak nyari mati juga karena ada premanya. Kita coba izin ke polisi dan TNI, tapi mereka enggak berani. Lalu kita coba aja masuk, saat mencoba merekam pakai kamera, saya dan beberapa kru diteriakin oleh salah satu pedagang dan dilihati oleh preman, katanya enggak boleh foto di sini. Akhirnya kita ganti pakai handphone dan merekam secara sembunyi,” kata Joko sembari bergurau.
Selama delapan hari shooting, akhirnya film tersebut rampung. Pada Agustus tahun lalu, Joko lolos dalam Venice Film Festival. Kendati lolos ke festival tersebut, Joko merasa gugup saat filmnya diputar.
“Saya gugup karena di Venice, jika penonton tidak menyukai film yang diputar, pasti akan disorakin. Gue coba tenang, lalu saat pemutaran, semua penonton menyukainya,” ujarnya.
Tak hanya cerita di Venice, Toronto Film Festival juga meninggalkan kesan bagi Joko. Saat itu, Joko kaget lantaran melihat banyak pengunjung yang mengantri hingga melingkar hanya untuk menonton filmnya. Lantas ia pun menangis terharu saat melihat antusiasme publik Toronto tersebut. Akhirnya, mereka kembali ke BIFF untuk pemutaran terakhirnya.
Penulis: Christoforus Ristianto
Fotografer : Debora Darmawan
Editor : Petrus Tomy