Masa reformasi pada Mei 1998, tentu masih melekat diingatan masyarakat Indonesia. Mulai dari lengsernya Soeharto hingga kejadian-kejadian tragis sebelumnya tidak mudah dilupakan oleh masyarakat Indonesia. Tragedi Mei 1998 seolah menjadi suatu momen yang harus dikenang.
Memperingati tragedi Mei 1998, forum AkarPuan dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bekerja sama dalam menggelar acara Napak Reformasi yang mengajak para generasi muda hingga korban-korban tragedi 1965 untuk ikut berpartisipasi. Acara yang diadakan pada Minggu, (18/5) dimulai pukul 07.00 hingga 12.30 di TPU Pondok Rangon.
Acara ini dibuka dengan pidato dari Ibu Masruchah, wakil ketua Komnas Perempuan.
“Kita harus dapat menanggalkan stigma ‘penjarah’ pada para korban tragedi Mei 98,” ujar Masruchah dalam pidatonya yang berlangsung pada pukul 08.07 pagi tadi.
Acara ini bertujuan untuk mengajak partisipan melihat titik-titik kejadian tragedi Mei 1998 lalu. Titik-titik kejadian pun dibagi menjadi tiga rute, yaitu Galangan VOC, Museum Trisakti, dan Klender. Para partisipan hanya diperbolehkan mengikuti satu bagian rute perjalanan. Agar memudahkan koordinasi acara.
Selain para generasi muda dan korban-korban tragedi 1965, acara tersebut juga dihadiri oleh aktivis-aktivis dari Australia sebagai volunteer Komnas Perempuan dalam kegiatan Napak Reformasi ini. Tidak hanya para volunteer dari Australia yang ikut meramaikan acara ini, melainkan 12 orang difabel yang antusias mengikuti kegiatan ini.
Puncak acara yang berlangsung di TPU Pondok Rangon ditutup dengan doa bersama setelah Bapak Basuki menandatangani Prasasti Mei 1998 juga menyanyikan lagu Indoensia Pusaka yang dipimpin oleh Ibu Waty Tjakra Ketua Perempuan Tinghoa Indonesia.
[divider] [/divider] [box title=”Info”] Reporter: Annisa Meidiana
Editor: Patric Batubara
Foto: Di sini[/box]