Seniman kenamaan Indonesia, Putu Wijaya memperingati usianya yang ke-70 tahun di Galeri Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Pusat, pada Jumat (11/04). Beragam rangkaian acara pun diselenggarakan, mulai dari pameran lukisan, lomba baca puisi, pertunjukan teater, hingga peluncuran buku.
“Di usia saya ke-70, saya harus membuat evaluasi,” tutur Putu Wijaya yang juga merupakan seorang penulis, wartawan, sutradara, dan pelukis. Baginya, usia 70 tahun yang ia capai adalah titik perenungan untuk menoleh ke belakang atas apa yang telah ia lewati selama perjalanan hidupnya sebagai seorang seniman.
Putu juga melengkapi perenungan usia ke-70 dengan mengumpulkan para pakar, pengamat, dan sahabatnya, seperti Dahlan Iskan, Goenawan Mohamad, Taufiq Ismail, Seno Gumira Ajidarma, dan lainnya untuk berpartisipasi dalam penulisan buku esai yang berjudul “Bertolak Dari yang Ada”. Buku yang tidak diperjualbelikan ini akan disumbangkan ke beberapa perpustakaan pusat-pusat kebudayaan, para pakar, dan pengamat.
Selain itu, pada hari yang sama, Teater Mandiri pun juga mementaskan drama yang ditulis dan disutradarai oleh seniman asal Bali ini sebagai puncak kegiatan “70 Tahun Putu Wijaya”. Kelompok teater yang dibentuk dan dipimpin oleh Putu ini mementaskan tiga naskah yang juga ditulis olehnya.
Ketiga pertunjukan teater tersebut diselenggarakan pada 11-13 April di Teater Salihara. Pada hari pertama “Bila Malam Bertambah Malam” dibawakan. Drama bertema cinta ini merupakan drama pertama Putu yang ditulis pada 1964, ketika ia berusia 20 tahun. Lalu hari kedua “HAH”, yang ia tulis pada usia 27 tahun lalu saat tinggal di Chicago, Amerika Serikat. Setelah itu, adapun pertunjukan hari ketiga yang berjudul “JPRET” yang ditulis pada 1999 menjelang pemilu.
[divider] [/divider] [box title=”Info”]Reporter: Ghina Ghaliya
Editor: Desy Hartini
Foto: Michael Andrew[/box]