• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Monday, October 6, 2025
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
No Result
View All Result
Home Iptek

Pay as You Throw: Cara Korea Selatan Kurangi Sampah Makanan

Nasywa Agnesty by Nasywa Agnesty
September 30, 2025
in Iptek, Lingkungan
Reading Time: 4 mins read
Sistem Pay as You Throw untuk mengelola sampah organik dengan lebih bijak. (freepik.com)

Ilustrasi mengelola sampah organik dengan lebih bijak. (freepik.com)

0
SHARES
17
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

SERPONG, ULTIMAGZ.com – Isu sampah organik sudah lama menjadi tantangan global, termasuk di Indonesia. Korea Selatan, salah satu negara dengan sistem pengelolaan sampah terbaik di dunia, punya cara efektif dalam mengurangi limbah makanan, yakni dengan program Pay as You Throw (PAYT).

Sistem ini mewajibkan warga membayar sesuai jumlah sampah yang mereka hasilkan. Bagi masyarakat Korea Selatan, mendaur ulang sisa makanan bukan lagi hal asing, melainkan rutinitas harian. Hal ini membuat orang lebih bijak mengonsumsi makanan agar tidak menambah biaya pembuangan.

Baca juga: Kenali Padel: Olahraga Raket Asal Meksiko

Tiga Metode Pembayaran Pay as You Throw

Kantung sampah prabayar, didokumentasikan oleh wartawan BBC Korea, Yuna Ku. (bbc.com)
Kantung sampah prabayar, didokumentasikan oleh wartawan BBC Korea, Yuna Ku. (bbc.com)

Mengutip kumparan.com, metode pembayaran sampah di Korea Selatan terbagi dalam tiga cara. Pertama, penggunaan kartu Radio Frequency Identification (RFID) yang otomatis menimbang berat sampah dan membebankan biaya ke akun pemilik setiap bulannya. Penggunaannya sendiri sangat praktis, pengguna hanya perlu menempelkan kartu, lalu akses ke alat pengolah sampah akan terbuka. 

Kedua, melalui sistem kode batang (barcode) yang ditempel pada wadah kompos. Masyarakat Korea Selatan cukup membuang sampah makanan ke tempat sampah khusus, lalu membayar menggunakan stiker berkode batang yang sudah mereka beli.

Sistem pembayaran ketiga adalah melalui kantong sampah prabayar yang dijual di toko sesuai kapasitas tertentu. Kantong berukuran tiga liter dihargai 300 won (sekitar Rp3.500), sedangkan kantong berukuran 20 liter harganya US$1,5 (sekitar Rp23.500), dilansir dari bbc.com.

Ketika Industrialisasi Menimbulkan Masalah Sampah

Kantung sampah prabayar, didokumentasikan oleh wartawan BBC Korea, Yuna Ku. (bbc.com)
Ilustrasi transformasi ekonomi dan proses industrialisasi. (freepik.com)

Sistem pengelolaan sampah yang diterapkan Korea Selatan saat ini adalah hasil dari sebuah transformasi panjang yang dimulai dari sebuah masalah. Seperti diberitakan travel.detik.com, pada 1996, Korea Selatan hanya mendaur ulang 2,6 persen sampah makanannya. Namun, kini situasinya jauh berbeda. 

Menurut Jang Jae-cheol, profesor Institut Pertanian di Universitas Nasional Gyeongsang, ada sekitar 4,56 juta ton sampah makanan dari rumah tangga, usaha kecil, hingga restoran yang diproses setiap tahun sejak 2022. Dari jumlah itu, 4,44 juta ton berhasil didaur ulang untuk kebutuhan lain. Apabila dihitung, angka tersebut setara dengan 97,5 persen dari total sampah makanan.

Jang menambahkan, transformasi ekonomi dan proses industrialisasi Korea Selatan pada tahun 1980-an berdampak besar terhadap masalah sampah. Kondisi ini diperburuk oleh populasi sekitar 50 juta jiwa dengan kepadatan 530 orang per kilometer persegi sehingga jumlah tempat pembuangan sampah meningkat drastis. 

Protes dari warga pun memuncak, terutama karena banyak tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah berlokasi dekat area pemukiman. Mereka mengeluhkan bau tidak sedap dan pencemaran yang disebabkan oleh bercampurnya sampah makanan dengan limbah lain. Selain itu, sampah makanan yang terurai juga menghasilkan gas metana, yakni gas rumah kaca yang jauh lebih berbahaya dari karbon dioksida.

“Solidaritas kuat untuk mengatasi masalah sosial ini secara bersama-sama, ditambah kebijakan pengelolaan sampah pemerintah yang didukung upaya nasional, pada akhirnya menciptakan sistem yang kita miliki sekarang,” ungkap Jang.

Titik balik dimulai pada 1995. Korea Selatan memberlakukan sistem pembayaran sampah berdasarkan jumlah, meskipun limbah makanan belum dipisahkan dari sampah umum. Langkah lebih tegas lagi diambil oleh pemerintah pada 2005 ketika pembuangan sampah makanan di TPA secara resmi dilarang. 

Delapan tahun kemudian pada 2013, pemerintah Korea Selatan menerapkan “Volume-based Waste Fee System”, yakni bentuk dari metode PAYT. Kebijakan ini berhasil menurunkan volume sampah rumah tangga hingga 30 persen hanya dalam tahun pertama penerapannya, dilansir dari envacgroup.com.

Efek kebijakan ini terasa langsung bukan hanya bagi warga asli Korea, tetapi juga dirasakan mahasiswa pertukaran pelajar asal Universitas Indonesia, Fazli Haqqi.

Baca juga: Bangsat: Tidak Hanya Ujar Makian tetapi Juga Jenis Serangga?

“Saya cukup merasakan culture shock (terkejut dengan budaya setempat) sejak hari pertama di Korea, di sini sangat disiplin dan rapi. Warganya selalu berhati-hati dalam membeli makanan, baik olahan maupun mentah. Restoran dan UMKM pun sangat waspada terhadap limbah sisa makanan maupun limbah lain agar tidak terkena biaya tambahan. Saya lihat, masyarakat sudah terbiasa memilah sampah dengan rapi, dan aturan ini dijaga ketat. Bahkan, beberapa gedung sampai diawasi CCTV,” ujar Fazli.

Kini, Korea Selatan menjadi contoh dunia soal keberhasilan mengelola sampah makanan. Menurut Ultimates, bisakah sistem PAYT diterapkan di Indonesia?

 

 

Penulis: Nasywa Agnesty

Editor: Jessie Valencia

Foto: freepik.com, bbc.com

Sumber: kumparan.com, travel.detik.com, bbc.com, envacgroup.com

Tags: daur ulangkebijakanlingkunganpay as you throwPAYTRFIDsampah organikteknologi
Nasywa Agnesty

Nasywa Agnesty

Related Posts

Foto hidangan daging kuda atau basashi. (maff.go.jp)
Budaya

Sashimi: Bukan dari Daging Ikan, tetapi Daging Kuda? Kenali Basashi

October 2, 2025
Toxic Shock Syndrome
Iptek

Toxic Shock Syndrome: Bahaya Menggunakan Pembalut Terlalu Lama!

October 1, 2025
waxing
Iptek

Waxing vs Shaving vs Sugaring, Mana yang Lebih Unggul?

September 30, 2025
Next Post
gangubai

Gangubai Kathiawadi, dari Jalanan Kamathipura ke Bioskop

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

7 + 9 =

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merasa Depresi? Coba Cek 4 Organisasi Kesehatan Mental Ini!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Artikel Terbar-U
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto
  • Disabilitas

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021