SERPONG, ULTIMAGZ,com — Akhir-akhir ini pemerintahan Korea Selatan mengumumkan perkembangan metaverse guna mempromosikan kebudayaan mereka, mulai dari musik, makanan, pakaian, produk kecantikan, dan sebagainya.
Sampai pada akhirnya pemerintah Korea Selatan telah menyiapkan 7,5 miliar dollar AS atau setara dengan 107 triliun rupiah untuk program Digital New Deal yang mencakup perkembangan metaverse dan kecerdasan buatan (AI). Salah satu perusahaan yang terlibat adalah SM Entertainment, agensi K-Pop yang berhasil menandatangani perjanjian bisnis dengan Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) untuk riset metaverse pada 23 Juli 2021 lalu.
Baca juga “Sejarah K-Pop dan Dampak Masifnya Pada Korea Selatan”
Apa itu metaverse?
Metaverse adalah dunia virtual berbasis tiga dimensi (3D) tempat kehidupan sehari-hari dan kegiatan ekonomi dapat dilakukan melalui avatar virtual yang menggantikan seseorang dalam kenyataan. Dengan kata lain, ini adalah transisi ke dunia yang dapat mendobrak batas antara ruang nyata dan virtual. Metaverse berisi empat elemen representatif: realitas virtual (VR), realitas tertambah (AR), pencatatan kehidupan (life logging), dan dunia cermin.
Dikutip dari jurnal “A Study on Metaverse Culture Contents Matching Platform”, metaverse merupakan gabungan dari kata meta yang berarti transendensi dan alam semesta atau universe. Kedua kata tersebut membentuk makna kombinasi dari realitas dan vitalitas. Metaverse juga pertama kali dipopulerkan sebagai dunia virtual di Snow Crash yang pernah diterbitkan pada 1992.
Kemunculan Metaverse Pertama dalam Dunia Hiburan
Hologram concert merupakan pemantik pertama dalam berkembangnya konser metaverse. Girls’ Generation mengadakan konser menggunakan teknologi hologram pertama pada 2013 dan dikembangkan langsung oleh SM Entertainment.
Tidak cukup dengan konser hologram, SM Entertainment bergerak lagi di bidang AI. Kecerdasan buatan yang dikembangkan SM Entertainment pertama kali muncul pada konser Super Junior.
Selain itu, agensi tersebut membangun semesta bernama SM Culture Universe. Para idola kini dapat berkomunikasi melalui dunia digital bernama ‘Kwangya’, semesta ciptaan SM yang menjadi dunia perantara antara nyata dan virtual, antara anggota artis di ‘dunia nyata’ dan anggota avatar di ‘dunia maya’, dan memiliki cerita orisinal yang saling terkait.
Pada awal 2022, SM Entertainment juga menggelar konser bertajuk “SM Town Live 2022: SMCU Express @Kwangya” yang mengusung konsep metaverse. Dalam konser tersebut, penggunaan AI dan berbagai teknologi yang memadai dapat mewujudkan interaksi antara para artis dengan penggemar di seluruh dunia. Hal ini menguntungkan bagi penggemar yang tidak dapat bertemu secara langsung, tetapi kini dapat terhubung dengan dunia virtual.
Kolaborasi Metaverse dan K-pop
Metaverse juga sering dikolaborasikan dengan berbagai macam genre musik, salah satunya K-pop. Tepatnya pada 2020 lalu, SM Entertainment berhasil meluncurkan girl group baru, aespa yang terdiri dari empat anggota yang masing-masing memiliki karakter ae atau avatar sendiri.
Selain meluncurkan grup berbasis metaverse, agensi tersebut juga telah merilis keanggotaan Meta-paspor berbentuk digital yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi warga virtual Music Nation pada 3 Januari lalu.
“Paspor berfungsi untuk menghubungkan dunia nyata dan dunia digital (metaverse) untuk merekam dan memverifikasi semua informasi,” ungkap pihak SM Entertainment.
Lima tahun setelah adanya konser hologram yang diusung oleh Girls’ Generation, K/DA juga mengadakan konser AI pada 2018 di Incheon, Korea Selatan. Girl group yang satu ini beranggotakan 4 orang yaitu, Ahri suaranya diisi oleh Miyeon (G)-Idle, Evelynn diisi oleh Madison Beer, Kai’sa diisi oleh Jaira Burns, dan Akali diisi oleh Soyeon (G)-idle.
Sama seperti K/DA, grup bernama Eternity juga merupakan grup yang dibentuk dari AI dengan tampilan fisik yang jauh lebih mirip dengan manusia. Eternity baru saja meluncurkan digital single pertama mereka berjudul “I’m Real” pada 22 Maret 2021. Walaupun berasal dari kecerdasan buatan, tetapi karya musik mereka tentu tidak kalah saing dengan girl group jebolan agensi musik lain.
Raksasa di industri hiburan Korea Selatan lainnya yaitu HYBE Corporation berencana akan mulai menggunakan non-fungible token (NFT) dalam menyebarluaskan konten. NFT adalah aset digital yang dapat berbentuk karya seni, video, dan audio.
Hal ini diungkap langsung oleh CEO HYBE Bang Si-hyuk dalam Community Briefing yang diadakan pada November 2021 lalu. HYBE bermitra dengan perusahaan Dunamu untuk memulai bisnis NFT. Menurut Bang Si-hyuk, HYBE akan menyediakan aset digital seperti photocard untuk para penggemar.
“Kami telah bekerja sama dengan Dunamu untuk menciptakan cara untuk memperluas pengalaman penggemar dengan lebih beragam dan aman,” tuturnya.
Bang Si-hyuk juga menjelaskan bahwa nantinya NFT ini akan mengotentikasi keunikan photocard secara digital dan menjadikan aset tersebut secara permanen. Selain itu juga memungkinkan untuk koleksi photocard berbentuk aset NFT nantinya dapat dikumpulkan, ditukar, dan ditampilkan di platform komunitas penggemar global seperti Weverse.
NFT juga perlahan akan menggantikan keberadaan photocard tunggal berbentuk fisik dan berubah bentuk menjadi kartu foto digital yang memiliki gambar bergerak dengan suara.
Dampak Metaverse
Keberadaan metaverse dalam dunia hiburan secara langsung berdampak kepada perekonomian Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Penghasilan yang diperoleh industri musik Korea Selatan terlebih K-pop, dalam empat tahun dilaporkan kian meningkat. Semula pada 2015 memperoleh 5,7 miliar dolar AS, jumlahnya meningkat drastis menjadi 10 miliar dolar AS pada tahun 2019.
Berdasarkan laporan dari Korea Creative Content Agency, pemerintah juga memiliki andil dalam mengawasi promosi industri konten Korea. Thomas Baudinette, seorang dosen di Macquarie University di Sydney melakukan penelitian perihal bagaimana K-pop mulai berkembang dengan adanya inovasi baru. Baudinette berbagi pandangan bahwa Kpop merupakan suatu fenomena besar.
“Kami melihat grup K-pop ini benar-benar mendominasi tren media sosial di belakang penggemar yang bersemangat di seluruh dunia,” ujarnya.
Tentunya keberadaan teknologi ini juga memengaruhi pola pikir para penggemar. Sebelumnya, tren mengoleksi photocard dari berbagai album fisik dari artis kesukaan sudah banyak dilakukan oleh para penggemar sejak beberapa tahun terakhir.
Hanya saja bagi para penggemar BTS, ARMY justru menolak kehadiran NFT ini dengan menaikkan tagar seperti #BoycottHybeNFT dan #ARMYsAgainstNFT sebagai bentuk protes. Mereka berpendapat bahwa dampak lingkungan yang dihasilkan oleh teknologi berbasis blockchain ini bertentangan dengan sikap BTS terhadap lingkungan.
Dampak lain yang bisa mengancam berupa adanya potensi adiksi terhadap metaverse. Ada kemungkinan bahwa candu ini akan lebih besar dari candu terhadap media sosial. Sebuah riset yang dituangkan dalam jurnal “Investigation of the Effect of Social Media Addiction on Adults with Depression” menunjukkan kecanduan teknologi dan internet seperti media sosial, ponsel pintar, dan game dapat berujung pada depresi.
Baca juga “KEP1ER Jadi Nama Grup Final Girls Planet 999”
Tidak menutup kemungkinan pula, para penduduk metaverse akan terpolarisasi akibat dari algoritma yang dapat berujung pada misinformasi, perundungan siber, dan perpecahan. Belum lagi jika terjadi kejahatan siber lintas negara, pencurian data pribadi, bahkan pelecehan secara virtual.
Keberadaan teknologi metaverse memang membantu kehidupan manusia, khususnya di era pandemi COVID-19 yang masih merajalela seperti sekarang ini. Namun pada akhirnya, metaverse hanya mampu memenuhi sebagian dari keinginan inti manusia untuk terhubung dengan komunitas, menemukan kesamaan, dan berbagi pengalaman.
Penulis: Sherly Julia Halim (Jurnalistik 2020), Carolyn Nathasa (Jurnalistik 2019)
Editor: Nadia Indrawinata
Foto: cnnindonesia.com, quora.com, gidle.fandom.com, hypeabis.id, dillusion.com
Sumber: stanfordhealthcare.org, allkpop.com, hot.detik.com, bandwagon.asia, koreascience.co.kr, mdpi.com, soompi.com