SERPONG, ULTIMAGZ.com – Di tengah riuhnya demonstrasi di seluruh dunia, ada cerita-cerita menarik yang melibatkan hewan. Negro Matapacos, anjing jalanan dari Santiago, Chile, dikenal luas karena ikut serta dalam demonstrasi mahasiswa sejak 2010.
Namanya secara harfiah berarti “Si Hitam Pembunuh Polisi”. Diambil dari bahasa Spanyol, ‘matar’ artinya pembunuh, sedangkan ‘paco’ adalah istilah slang untuk polisi di Chile. Negro Matapacos menjadi simbol perlawanan terhadap aparat kepolisian yang menindas mahasiswa dan warga. Mengutip workingclasshistory.com, ia pertama kali muncul di tengah gerakan mahasiswa pada 2010 yang menuntut pendidikan gratis dan menentang reformasi neoliberal.
Baca juga: Kenali Firehosing: Taktik Propaganda Pembanjiran Informasi
Keberanian Negro Matapacos menjadi legenda di jalanan Santiago. Anjing ini tak gentar menghadapi gas air mata dan meriam air, serta selalu berada di garis depan untuk membela demonstran. Menariknya, ia hanya menyerang atau menggonggong ke arah polisi dan tidak pernah menyakiti mahasiswa atau pengunjuk rasa. Berani dan setia, Negro Matapacos menjadi sosok yang disukai para demonstran. Ia bahkan sudah terbiasa terlihat berkeliaran di kampus-kampus di Santiago, dilansir dari hyperallergic.com.
Setelah kematiannya karena usia tua pada 26 Agustus 2017, sosoknya diabadikan dalam berbagai bentuk. Mulai dari mural jalanan, lagu, poster dan stiker, kartu tarot, bahkan film dokumenter yang meraih penghargaan. Sosoknya tetap hidup dalam ingatan masyarakat. Citra Negro Matapacos bahkan melampaui batas Chile, ia muncul dalam protes di Meksiko, Amerika Serikat, dan Jepang, dilansir dari tirto.id.
Fenomena hewan dalam demonstrasi tidak hanya terjadi di Chile. Di Yunani, Loukanikos menjadi terkenal setelah mengikuti aksi saat krisis ekonomi melanda. Sayangnya, ia meninggal pada 2014 karena menderita masalah kesehatan akibat menghirup gas air mata, sebagaimana laporan bbc.com. Mengutip tirto.id, yang bersumber dari Independent, demonstran di Irak pernah membawa singa ke aksi. Sementara di India, dua orang petani melakukan aksi ekstrem dengan melepaskan puluhan ular, termasuk kobra, di kantor pajak sebagai bentuk protes terhadap dugaan korupsi.
Di Indonesia, keterlibatan hewan dalam aksi demonstrasi juga pernah terjadi, meski dengan konteks simbolik. Pada Januari 2010, seorang demonstran membawa kerbau dalam aksi 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beberapa hari kemudian, mahasiswa membawa anjing dan babi ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi dalam aksi menuntut penuntasan skandal Bank Century.
Baca juga: Diracun di Udara: Mengenang Sang Aktivis HAM, Munir
Fenomena ini juga terlihat dalam demonstrasi menolak UU Cipta Kerja pada 2010. Beberapa massa aksi membawa hewan seperti monyet dan kucing. Bahkan, berbagai unggahan di media sosial menunjukkan seseorang membawa ular dalam demonstrasi terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Agustus 2025.
Bagaimana menurut Ultimates? Apakah kehadiran hewan-hewan ini dapat menguatkan penyampaian pesan politik dan sosial?
Penulis: Nasywa Agnesty
Editor: Jessie Valencia
Foto: workingclasshistory.com
Sumber: workingclasshistory.com, hyperallergic.com, tirto.id, bbc.com.