SERPONG, ULTIMAGZ.com – Pernahkah Ultimates membayangkan apa yang manusia keluarkan saat jongkok di toilet berpotensi menjadi minuman tradisional? Kenali Ttongsul, minuman tradisional asal Tiongkok sekaligus Korea untuk menyembuhkan penyakit.
Melansir dari tempo.co, ttongsul merupakan sebuah ramuan yang terbuat dari feses dengan alkohol. Ramuan ini dinamakan berdasarkan dua kata, “Ttong” yang artinya feses dan “sul” yang artinya alkohol. Minuman ini lahir bukan sebagai upaya pemenuhan kenikmatan, melainkan sebagai kebutuhan medis seperti terapi epilepsi dan patah tulang.
Baca juga: Susu Kecoak: Inovasi Pangan Masa Depan atau Sekadar Sensasi
Menariknya, kotoran yang digunakan untuk membuat ramuan ini bukan kotoran biasa. Feses yang akan digunakan memiliki syarat, yakni berasal dari anak berusia enam tahun ke bawah. Feses anak balita digunakan karena belum memiliki bau dan masih murni. Dengan demikian, setelah tinja difermentasi, minuman tersebut tidak berbau dan hanya seperti aroma anggur beras pada umumnya, dilansir dari merdeka.com.
Tidak hanya anak balita, tinja yang bisa digunakan untuk membuat ttongsul adalah tinja hewan, seperti ayam dan kelelawar. Masing-masing dari hewan tersebut memiliki khasiat yang berbeda, yang mana ayam untuk mengobati masalah pencernaan dan kelelawar untuk mengatasi kecanduan alkohol, dilansir dari detik.com.
Baca juga: Dari Feses Gajah ke Cangkir Kopi: Cerita di Balik Kopi Ivory
Dalam proses pembuatannya, peramu mencampurkan air dan tinja yang akan digunakan, kemudian mengaduk dan mendiamkannya selama 24 jam. Setelah didiamkan, peramu dapat menambahkan beras yang gluten-free untuk menghasilkan alkohol sekaligus mencegah inflamasi. Campuran ini akan disimpan dalam guci dengan suhu 30—37 derajat Celcius. Kemudian, ramuan dalam guci itu akan didiamkan selama seminggu untuk terfermentasi. Setelah itu, minuman arak tersebut siap diminum, dilansir dari detik.com.
Namun tidak bisa dipungkiri, seiring berkembangnya zaman, penanganan medis menjadi lebih modern. Dengan demikian, ramuan ini perlahan ditinggalkan sejak 1960-an. Bagaimana dengan Ultimates? Apakah tertarik untuk mencoba dan menghidupkan budaya ttongsul kembali?
Penulis: Victoria Nadine Gunawan
Editor: Jessie Valencia
Foto: freepik.com
Sumber: detik.com, merdeka.com, tempo.co




