SERPONG, ULTIMAGZ.com – “Apakah ambisius termasuk sifat positif atau negatif?” Pertanyaan semacam itu mungkin telah berulang kali dibicarakan di mana pun, seperti dalam lingkungan pendidikan dan persaingan di dalam dunia kerja.
Biasanya istilah ambisius digunakan untuk melabeli orang-orang yang terlihat mengejar suatu target yang besar di lingkungannya, tetapi membenarkan segala cara untuk mencapainya. Namun, apakah benar ambisius hanya berartikan label seperti itu?
Ambisi Meraih Cita-Cita Dianggap Negatif?
Jika mengambil definisi secara harafiah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesa (KBBI) Edisi Ketiga, ambisi adalah “keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu (seperti pangkat, kedudukan) atau melakukan sesuatu”. Singkatnya, ambisius dapat diartikan sebagai “berkeinginan keras mencapai sesuatu (harapan, cita-cita)”.
Namun, mengapa keinginan keras untuk mencapai harapan atau cita-cita bisa mempunyai konotasi negatif? Padahal berdasarkan definisi KBBI, ambisi dipunyai semua orang. Bahkan, ambisilah yang menggerakkan manusia untuk bekerja meraih kehidupan yang ideal menurut dirinya.
Sejarah Konotasi Negatif Ambisi
Frederick C. Van Tatenhove, penulis buku “Ambition–friend Or Enemy?”, menjelaskan sejarah konotasi negatif ambisi. Sejak abad ke-15, kata ambisi muncul dalam literatur Inggris yang diambil dari bahasa Prancis. Kata ambisi tersebut memiliki arti “An eager desire for honor, rank and position” yang jika diterjemahkan berarti ‘suatu keinginan kuat untuk kemuliaan, kedudukan, dan jabatan’. Perkembangan dari definisi inilah yang populer dalam masyarakat Indonesia, meskipun KBBI berkata lain.
Pemahaman keliru antara egois dan ambisi juga menyebabkan dampak buruk, seperti menjelek-jelekkan sesama murid yang mengejar nilai bagus, menjatuhkan kerja keras orang lain, dan bersikap intoleransi dengan orang lain yang mempunyai pandangan berbeda mengenai cara untuk menjalani hidup. Hal ini menyebabkan sikap mental manusia terbelah menjadi dua.
Antara Menyalahkan Dunia atau Diri Sendiri
Jordan Peterson, penulis ternama sekaligus profesor dan psikolog klinis, menjelaskan bahwa sedikit perubahan dalam rutinitas kehidupan dapat mengubah hidup menjadi lebih baik dan menghadirkan dunia yang lebih harmonis.
Selama tiga dekade hidupnya, Peterson mempelajari bahwa ada dua sikap fundamental dalam kehidupan dan kenestapaannya. Pertama, orang yang menyalahkan dunia, atau sesuatu di luar dirinya. Kedua, orang yang bertanya, “apakah yang bisa saya lakukan untuk mencapai hasil berbeda?” Kedua sikap ini dapat dijadikan panduan untuk membedakan antara seseorang memiliki ambisi atau tidak sama sekali.
Orang yang selalu menyalahkan dunia atau orang lain akan selalu mencoba mengubah orang lain daripada mengubah dirinya sendiri. Ia akan berperan sebagai korban dan bergantung pada keadaan di luar dirinya untuk mencapai tujuan dan kesuksesan hidup. Sebagai gambaran, seperti seseorang yang tetap miskin karena selalu menghabiskan waktunya untuk berdemo kepada negaranya, sedangkan teman-temannya telah beradaptasi dengan ketentuan negara.
Orang yang selalu menanyakan apakah yang bisa dilakukan untuk mendapatkan hasil yang berbeda dari orang lain, selalu bergantung pada kemampuan diri sendiri. Mereka meyakini takdir dapat dibelokkan dengan kerja keras dan kemampuan intelektual. Alhasil, bagaimanapun keadaan dan kritik orang lain, mereka selalu berpikir bahwa merekalah yang memegang kendali untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Adapun, Jim Rohn, seorang entrepreneur sukses Amerika, pernah menyatakan, “Jika Anda tidak mendesain hidup rencana hidup Anda sendiri, kemungkinan besar Anda akan jatuh pada rencana hidup orang lain. Berani tebak apa yang telah direncanakan orang lain untuk Anda?”
Kekuatan Ambisi
Ines Temple, presiden perusahaan besar internasional, LHH-DBM Peru dan LHH Chile menyatakan bahwa ambisi memiliki jauh lebih banyak kelebihan dibandingkan kekurangan. Berikut adalah pendapat Ines terhadap orang-orang ambisius:
- Mempunyai tujuan yang jelas dan bekerja keras untuk mendapatkannya.
Ambisi membantu orang-orang untuk merangkul tantangan, bukan menolak tantangan, dan menikmatinya. Mereka menyadari pentingnya pengembangan dan pembelajaran diri walaupun terkadang harus dibayar dengan harga pahit. Mereka menentukan nasib mereka sendiri dan tidak berharap pada orang lain. Mereka tidak pernah mengharapkan orang lain datang dan menyuapi mereka dengan hasil tanpa usaha yang layak. Persistence, itulah kelebihan pertama dari orang berambisi.
- Mampu mengendalikan diri untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi.
Orang ambisius selalu mempunyai ambisi untuk menjadi lebih baik dalam berbagai bidang, seperti dalam perkuliahan, pekerjaan, hingga rasa kemanusiaan. Mereka cenderung mempunyai tujuan dan kemauan internal untuk mengejar cita-cita atau impian yang jauh lebih besar.
Menghormati Pilihan Orang lain
Sebenarnya, inilah yang paling penting dalam menyikapi sifat ambisius atau tidak: menghormati pilihan orang lain. Ambisius atau tidak, keduanya akan mengganggu bila dipaksakan kepada orang lain yang belum tentu cocok dengan salah satunya.
Sifat ambisius seharusnya tidak memaksakan ego diri kepada orang lain untuk mengikuti ambisi atau kemauan pribadi, apalagi merendahkan pilihan dan kehidupan orang lain yang dinilai tidak bermanfaat. Pada sisi lain, orang yang tidak ambisius seharusnya menghargai dan tidak melukai perasaan orang-orang yang berusaha keras untuk mencapai impiannya. Di saat kerja keras orang lain tidak dihargai, apakah ada harapan untuk dihargai kembali?
Bagaimana jika Anda dipaksakan untuk bekerja keras, tetapi tidak dihargai karena hanya dimanfaatkan? Bagaimana jika Anda bekerja keras menekuni bidang yang diminati siang malam dan hanya dikomentari ‘ambis’ dengan mudahnya oleh orang lain?
Semua orang mempunyai caranya sendiri. Mengembangkan rasa empati seharusnya menjadi fokus dalam menyelesaikan masalah, bukan dengan mencoba untuk merubah orang lain. Jika tidak bisa merubah dunia, setidaknya Anda bisa merubah diri Anda sendiri.
Kesimpulan
Ambisi adalah keinginan kuat untuk menggerakkan manusia meraih apa yang menurutnya berharga. Namun, konotosi negatif mengartikan ambisi sebagai keinginan meraih kedudukan dan jabatan dengan menghalalkan segala cara.
Orang ambisius menjadikan diri sendiri sebagai pengendali kehidupannya tanpa bergantung pada keadaan dan orang lain. Mereka mempunyai tujuan yang jelas dan mental kuat untuk meraih prestasi idealnya dengan sungguh-sungguh.
Memang, ada orang ambisius yang rela mengorbankan orang lain untuk mencapai apa yang diinginkannya. Namun, kita tidak perlu menjatuhkan orang-orang yang sedang berusaha meraih impiannya dengan kemampuan terbaiknya. Rasa empati untuk menghormati pilihan orang lain untuk mempunyai ambisi perlu dikembangkan agar kita dijauhkan dari ancaman cara berpikir yang salah bahwa berusaha dengan serius demi cita-cita yang tinggi adalah hal yang buruk, terutama bagi generasi muda penerus bangsa.
Penulis: Ignatius Raditya Nugraha
Editor: Gilang Fajar Septian
Sumber: Prager University, Inc.com
Ilustrasi: Kompasiana.com