• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Tuesday, September 16, 2025
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
No Result
View All Result
Home Opini

Antara Rakyat, Pemerintah, dan Aparat: Saat Aspirasi Berujung Represi

Jesslyn Gunawan Wijaya by Jesslyn Gunawan Wijaya
September 9, 2025
in Opini
Reading Time: 5 mins read
Para demonstran buruh di depan Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (28/08/25). (KOMPAS.com/Ridho Danu Prasetyo)

Para demonstran buruh di depan Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (28/08/25). (KOMPAS.com/Ridho Danu Prasetyo)

0
SHARES
34
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

SERPONG, ULTIMAGZ.com — Kabar mengenai penambahan tunjangan perumahan untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Agustus lalu sontak menuai kontra publik. Dinilai tak masuk akal, total tambahan yang diterima berkisar Rp 50 juta. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa tunjangan tersebut diberikan lantaran anggota DPR tak lagi memiliki fasilitas perumahan di Kalibata, dikutip dari detik.com. 

Menurut data kompas.id, total gaji dan tunjangan yang diterima anggota DPR per bulannya sudah terbilang besar, berkisar Rp 230 juta. Angka ini masih 105 kali lipat lebih banyak dari total Upah Minimum Regional (UMR) Jawa Tengah yang hanya sebesar Rp 2,17 juta (dibulatkan), dikutip dari metrotvnews.com. Ketimpangan ini yang membuat ratusan hingga ribuan massa berkumpul di Kompleks Parlemen Republik Indonesia dan Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (28/08/25) lalu. 

Baca juga: Isu Nasional Penuhi Bulan Kemerdekaan 2025

Massa yang berkumpul, terutama buruh, membawa tuntutan mengenai perbaikan nasib buruh yang masih bergulat dengan upah yang tidak adil. Bertajuk “Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah” (HOSTUM), terdapat enam tuntutan utama yang disuarakan dalam aksi demo ini yang dikutip dari kompas.com, antara lain:

  1. Menghapus sistem outsourcing (penyerahan sebagian pekerjaan ke perusahaan lain lewat perjanjian pemborongan dan penyediaan jasa pekerja, dikutip dari beritasatu.com), 
  2. Menolak upah murah,
  3. Menuntut kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8.5-10.5%,
  4. Menghentikan PHK massal dan membentuk Satgas PHK,
  5. Mencabut PP Nomor 35 Tahun 2021, dan
  6. Menjalankan reformasi pajak.

Rakyat Lagi-Lagi Jadi Korban

Aksi demo juga berlangsung serentak di 37 provinsi lainnya di depan Kantor Gubernur/Wali Kota dan Gedung DPRD wilayah masing-masing. Seruan demonstran juga merupakan akumulasi kegusaran atas kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Sejak awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto pada Oktober 2024, deretan kebijakan merugikan dan kasus yang tidak tuntas sudah tak dapat lagi dihitung dengan jari. 

Namun, seperti biasa seruan rakyat di luar tembok keras itu lagi-lagi tidak didengar. Mengutip detik.com, terdapat surat edaran dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR mengenai pemberlaksanaan Work From Home (WFH) di hari yang sama saat demo berlangsung. Pada akhirnya, pola lama kembali terulang; represi dan bukan dialog. 

Demonstrasi yang terdiri dari rakyat, buruh, hingga pelajar dan mahasiswa awalnya terlaksana dengan tenang dan damai. Hari semakin gelap, yang terjadi adalah ketegangan antara massa dan aparat kian menebal. Dengan tembakan gas air mata, polisi terus memukul mundur massa yang masih setia berdiri menyuarakan haknya. 

Kebrutalan aparat semakin jelas terlihat lantaran banyaknya tersebar dokumentasi di media sosial. Massa dibekuk kekerasan, paramedis yang tengah menangani pasien diserang, wartawan yang sedang menjalani tugasnya dihalangi. Tak sampai di situ, puncak kemarahan warga terjadi ketika seorang pengemudi  ojek online (ojol), Affan Kurniawan, kehilangan nyawanya karena dilindas oleh mobil rantis Brigade Mobile (Brimob) Polisi Daerah (Polda) Metro Jaya. Demo yang semula ditujukan pada pemerintah kini berubah menjadi tindakan represif aparat yang semakin tidak manusiawi. 

Sampai detik ini, tidak hanya Affan, korban lain kerap berjatuhan akibat kekerasan aparat. Polisi, yang sejatinya menertibkan dan mengayomi, kini seakan berubah fungsi. Seperti sebuah tabiat, negara berujung pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) untuk hidup dalam setiap suara yang diserukan. 

Hukum Diharap Tidak Tumpul ke Atas 

Frasa “Hukum tumpul ke atas tajam ke bawah” rasanya sangat sering terdengar di negeri ini. Pasalnya, dalam proses hukum tersebut seringkali masih tidak adil bagi rakyat. Saat ini, meskipun negara mulai terlihat untuk merespons keadaan, bukan berarti sudah dan akan diselesaikan.

Tanggapan dari presiden datang cukup terlambat. Seolah menunggu demonstrasi dilakukan dan korban berjatuhan terlebih dahulu untuk mengeluarkan sebuah pernyataan resmi.

Pada Minggu (31/08/25) lewat siaran langsung Sekretariat Presiden, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengatakan bahwa akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR. Prabowo juga meminta agar pengusutan kasus pelindas Affan dapat dituntaskan secara transparan.

Namun, tuntutan rakyat tidak berhenti di situ. Akumulasi kemarahan rakyat kemudian melahirkan tuntutan “17+8”, dengan slogan “Transparansi, Reformasi, Empati”. Ini bukan tuntutan baru, melainkan bentuk tanggung jawab yang seharusnya negara bisa lakukan untuk rakyat.

Rakyat tentu tak akan langsung puas oleh sekadar lisan dan akan terus mengawal. Janji-janji yang diumbar akan terus ditagih, seiring bertambahnya kekecewaan yang tak berujung.

Banyak Narasi Pemecah Belah, Akar Masalah Masih Sama

Berita dibakarnya halte bus TransJakarta di sekitaran lokasi aksi membuat situasi makin memanas. Pembakaran yang terjadi pada Jumat (29/08/25) malam hingga Sabtu pagi, setidaknya menyebabkan tujuh halte dibakar, termasuk Halte Senen Sentral dan Halte Senayan Bank DKI. Banyak narasi terkait yang menyatakan ini disebabkan oleh anarkisme dari demonstran.

Namun, situasi seperti ini sudah pernah terjadi sebelumnya dan dicurigai mengikuti taktik yang sama dari para provokator. Situasi serupa pernah terjadi pada Halte Sarinah di 2020, di tengah aksi demo menolak Omnibus Law. 

Saat itu, menurut hasil investigasi Narasi yang diunggah lewat kanal YouTube-nya pada 2020, dijelaskan bahwa tindakan membakar halte dilakukan oleh segerombolan orang yang membaur di lokasi demo, tetapi tidak ikut menyerukan demo. Diam-diam, segerombolan orang itu memicu percikan api dan dengan sengaja masuk ke dalam halte. 

Tak sampai di situ, banyak provokasi lain digunakan untuk menakut-nakuti dan memecah fokus utama publik. Narasi-narasi yang beredar di media sosial penuh dengan kabar penjarahan dan serangan terhadap ras tertentu, seakan membuat pendemo dinilai sebagai perusak dan pengacau. 

Membakar fasilitas umum bukanlah bentuk perjuangan rakyat. Melakukan penjarahan dan menyerang ras tertentu sangat melenceng dari tujuan awal adanya demo ini. Alih-alih fokus pada HOSTUM dan seruan lainnya, perhatian publik justru beralih dengan kerusuhan yang dibingkai. 

Baca juga: Garuda Pancasila Berlatar Biru, Peringatan Darurat Demokrasi Indonesia

Dalam gelombang demonstrasi ini, terdapat sembilan korban jiwa lainnya. Menurut data dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), sebanyak 1.042 korban dilarikan ke rumah sakit di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Bali, Medan, dan Sorong, dikutip dari bbc.com. 

Sudah semestinya negara melindungi rakyatnya. Namun, apabila para pihak atas masih gagal menjaga rakyatnya, maka saatnya sesama kita untuk saling menjaga. Jangan mudah terjebak narasi provokatif, bijak dalam mencerna informasi, dan jangan biarkan korban bermunculan kembali.

Dengan bersatu, rakyat bisa terus menuntut keadilan. Oleh karena itu, perjuangan masih panjang. 

 

Penulis: Jesslyn Gunawan Wijaya

Editor: Kezia Laurencia

Foto: KOMPAS.COM/Ridho Danu Prasetyo

Sumber: detik.com, kompas.id, metrotvnews.com, kompas.com, beritasatu.com, tempo.co, saluran YouTube Narasi Newsroom, bbc.com 

Tags: #IndonesiaGelap2025agustusburuhdemoDPRHOSTUMIndonesiarakyat
Jesslyn Gunawan Wijaya

Jesslyn Gunawan Wijaya

Related Posts

Demonstran menghadapi kepolisian di Jakarta pada Senin (25/8/2025). (tirto.id)
Opini

Aksi Massa dan Perubahan Dinamika Demokrasi Indonesia

September 11, 2025
Potret yang menggambarkan pengalihan isu (indonesiana.id)
Iptek

Pengalihan Isu: Trik Lama dalam Wajah Baru Politik Indonesia

September 8, 2025
digicam
Opini

Digicam Kembali ke Pasar: Dari Kesenangan Jadi Berlebihan?

July 16, 2025
Next Post
Oscar Isaac sebagai Moon Knight. (cinemablend.com)

Moon Knight dan Representasi Kesehatan Mental di Serial Pahlawan Super

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

13 − 5 =

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merasa Depresi? Coba Cek 4 Organisasi Kesehatan Mental Ini!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Artikel Terbar-U
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto
  • Disabilitas

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021