Menjelang Pemilu, berbagai partai politik semakin gencar dalam usaha meningkatkan elektabilitas partai. Salah satu jalan yang ditempuh partai ialah dengan mencalonkan artis, yang popularitasnya tidak perlu diragukan lagi. Artis, dipersepsi sebagai pendulang suara (vote getter) partai politik. Namun apakah label vote getter pada caleg artis masih relevan pada pemilu tahun ini?
Terlepas dari relevan atau tidak, jumlah caleg artis kian bertambah dari pemilu ke pemilu berikutnya. Pemilu 2004, dengan sistem pemilihan proporsional tertutup. Tercatat jumlah caleg artis, 27 orang dan 5 orang yang terpilih menjadi legislator, dua di antaranya ialah Marissa Haque (PDIP) dan Dede Yusuf (PAN). Nurul Arifin (Golkar) tidak lolos karena berada pada nomor urut 3, walau ia berhasil mendapat suara terbanyak.
Pemilu 2009, jumlah caleg artis meningkat menjadi 61 orang tetapi jumlah yang terpilih tetap rendah, yaitu 18 orang. Beberapa di antaranya ialah Rieke Dyah Pitaloka (PDIP), Primus Yustisio (PAN), dan Angelina Sondakh (Demokrat). Kala itu, sistem pemilihan berganti menjadi proporsional terbuka.
Bagaimana dengan Pemilu 2014?
Menurut hasil survei Pol-Tracking Institute, ada 79 caleg artis pada daftar calon sementara (DCS). Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipelesetkan menjadi Partai Artis Nasional, mencalonkan 18 orang artis, beberapa di antaranya ialah Anang Hermansyah, Desi Ratnasari, dan Hengky Kurniawan. Tak mau kalah, Gerindra mengusung 15 orang artis dan PKB mencalonkan 14 orang artis.
Kembali pada relevansi caleg artis sebagai pendulang suara Pemilu 2014. Ada tiga catatan saya mengenai fenomena ini. Pertama, caleg artis makin bertambah akibat perubahan sistem pemilihan menjadi proporsional terbuka. Proporsional terbuka membuka peluang kepada siapa pun yang mendapat suara terbanyak akan mendapatkan kursi tanpa terhalang masalah nomor urut kecil dan besar.
Kedua, artis yang mendadak menjadi caleg menunjukkan bahwa proses kaderisasi partai sangat lemah. Partai tidak peduli terhadap kapablitas, yang penting popularitas.
Ketiga, elektabilitas tidak sama dengan popularitas. Hasil survei dari Pol-Tracking menunjukkan caleg artis tidak diminati oleh pemilih, dengan perolehan suara responden paling rendah, yaitu 18,7%.
Kesimpulan dari saya, citra parpol tidak akan berubah positif jika mengandalkan figur. Figur tidak akan pernah menggantikan perilaku dan kinerja partai dalam membina calon-calon pemimpin bangsa.
[divider] [/divider] [box title=”Info”]Penulis: Antony Dinata – Public Relations 2012Editor: Oktyfany Sembiring
Foto: Dok. Pribadi[/box]