SERPONG, ULTIMAGZ.com – Bicara tentang media online atau media cetak, suatu tulisan dan foto tidak dapat dipisahkan. Namun, sering kali bentuk visual, khususnya foto dalam media, dianggap sebagai pelengkap informasi saja. Lalu apa sebenarnya fungsi dan bagaimana peran sebuah foto dalam karya jurnalistik?
Bagi saya, definisi foto jurnalistik adalah foto yang mengandung sebuah nilai berita dan tetap melaksanakan kaidah-kaidah serta kode etik jurnalistik. Inilah yang membedakan antara foto jurnalistik dengan genre foto yang lain.
Sebuah foto jurnalistik juga tidak serta merta memotret sebuah kejadian. Wartawan foto perlu riset, seperti bagaimana yang diajarkan oleh Arbain Rambey, salah satu dosen foto jurnalistik di Universitas Multimedia Nusantara. Arbain mengajarkan bahwa foto harus sudah jadi sebelum kita memtotret di tempat kejadiannya. Hal itu bisa terjadi setelah kita melakukan riset dan melakukan konsep.
Lalu, tujuan foto jurnalistik pun bermacam-macam dengan tujuan utama memberi pesan pada masyarakat. Pesan yang disampaikan tergantung pada wartawan foto itu sendiri. Foto tersebut memang sering kali dimaknai berbeda oleh setiap orang. Oleh karena itu, wartawan juga memiliki kewajiban untuk menceritakan foto tersebut lewat sebuah caption atau bisa juga membuat suatu foto seri atau foto esai.
Saat ini, seiring dengan teknologi yang sudah lebih memadai, muncul karya visual jurnalistik baru, salah satunya yaitu videografi. Walaupun videografi dan foto sama-sama karya visual, kedua hal itu tidak bisa disamakan terutama bila kita berbicara tentang sebuah makna.
Dari segi alur peristiwa, karya videografi tentunya berhasil menceritakannya secara utuh di tiap detik kejadiannya. Tapi, menurut saya, kekurangannya adalah tidak cukup kuat untuk menggugah hati dan pikiran audiens. Contoh paling sederhana adalah foto karya Kevin Carter berjudul “Starving Child and Vulture”
Foto jurnalistik yang sempat kontroversial ini selalu menjadi perbincangan masyarakat hingga sekarang. Mengapa? Karena momen dalam foto ini sungguh apik. Dalam sekejap melihat fotonya saja, rasa empati kita sebagai manusia langsung tergugah dan kita merasa bahwa, kita sedang berada dalam situasi tersebut. Disinilah kekuatan foto jurnalistik bekerja.
Selain itu, foto ini tak memiliki alur mundur maupun maju seperti videografi, sehingga muncul pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi kepada anak itu setelah dipotret. Pertanyaan tersebut menjadi sebuah tanda bagi masyarakat serta dilema sebagai seorang wartawan foto hingga sekarang. Namun satu hal yang pasti, foto ini selalu menjadi gambaran besar kehidupan di Afrika saat itu dan masih diingat hinga sekarang.
Selain itu foto jurnalistik dapat memberikan pengaruh yang besar bagi suatu kumpulan masyarakat atau bahkan di dunia. Ambil contoh lagi dari karya milik Jeff Widener berjudul “Tank Man” yang diambil pada tahun 1989.
Kejadian ini dipotret sehari setelah pembantaian di Lapangan Tianmen, Cina, ketika pasukan Tiongkok menyerang demonstran pro-demokrasi yang berkemah di alun-alun. Ketika dia sedang memotret hasil peristiwa berdarah tersebut dia melihat seorang pria memegang plastik menghalangi tank-tank yang sedang berjalan.
Untungnya tank tersebut tidak menembakkan senjatanya dan orang yang tak dikenal tersebut dibawa pergi. Setelah foto itu ditampilkan lewat Associated Press, pria anonim tersebut menjadi pahlawan global dan simbol untuk perlawanan terhadap rezim yang tidak adil dimana-mana.
Kedua foto di atas memiliki makna yang kuat dan membawa pengaruh yang besar kepada masyarakat. Hal itu bisa menjawab dengan jelas bahwa foto jurnalistik memiliki andil yang besar juga di dunia jurnalistik.
A true photograph need not be explained, nor can it be contained in words
– Ansel Adams
Penulis: Harvey Darian Kusnadi
Editor: Hilel Hodawya
Fotografer: Harvey Darian Kusnadi, 100photos.Time.com