“Around here we don’t look backwards for very long…”
Apabila diterjemahkan, kira-kira kutipan tersebut berbunyi, “Di sini kami terlalu lama melihat ke belakang.” Sebuah kutipan dari perkataan Walt Disney yang saya saksikan pada penutup film animasi Disney berjudul Meet The Robinsons. Akan tetapi, bila menengok sebentar kepemimpinan pengurus Ultimagz selama satu tahun terakhir, beberapa pelajaran tentu masih dapat diambil.
Ultimagz telah mengalami perubahan baik pada rupa fisik, maupun nilai yang ingin diraih. Perubahan yang terlihat ada pada logo Ultimagz dan ukuran majalah yang lebih besar. Transformasi tersebut dapat dilihat pada edisi Desember 2014 dengan tema Wanita dan Dunia. Logo terlihat lebih sederhana dan tegas, serta menghilangkan slogan Young Journalists Talk.
Hal tersebut merupakan sebuah langkah berani yang diambil oleh Yulio Darmawan selaku pemimpin umum yang sedang melakukan upaya rebranding pada Ultimagz. Yulio yang berlatar belakang sebagai mahasiswa jurusan animasi berpendapat bahwa penghapusan slogan dilakukan agar Ultimagz seolah-olah tidak hanya milik mahasiswa jurnalistik, tetapi juga milik seluruh mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara.
Selain itu, disadari atau tidak, fokus peliputan majalah bulanan Ultimagz yang terbit secara fisik atau dalam format Portable Document Format (PDF) mulai sedikit bergeser. Ultimagz yang tadinya mengangkat tema-tema general layaknya sebuah media nasional, menjadi lebih serius dengan membuat karya mengenai persoalan di dalam kampus sendiri. Perubahan fokus peliputan tersebut menjadi waktu bagi saya sebagai “reporter ingusan” yang bersama-sama dengan awak Ultimagz dari lintas jurusan dan fakultas untuk sama-sama belajar.
Berbagai kelebihan dan kekurangan kampus terus diawasi Ultimagz dengan seksama. Mulai dari keamanan kampus, kualitas dosen, sampai acara-acara kampus dijadikan fokus peliputan Ultimagz. Tidak hanya reporter, seluruh awak Ultimagz belajar untuk lebih memahami dinamika yang terjadi di dunia kampus. Sedikit demi sedikit awak Ultimagz belajar menjadi pribadi yang lebih kritis.
Proses belajar yang berbuah sejumlah laporan jurnalistik pun terbilang jauh dari sempurna. Kesalahan-kesalahan kerap terjadi, seperti kekeliruan penulisan, atau kesalahan pada infografis. Keterlambatan terbit pun tidak dapat dihindari pada edisi cetak. Namun demikian, kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan membuat segenap awak Ultimagz terus belajar untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek.
Seiring waktu berlalu, mendekati akhir masa bakti awak Ultimagz yang dipegang oleh mahasiswa angkatan 2012, terbit majalah edisi khusus Oktober-November 2015. Edisi khusus yang dikerjakan saat saya sedang menyelesaikan laporan magang tersebut menjadi sebuah titik klimaks dari masa bakti awak Ultimagz periode 2014/2015. Edisi yang memuat sejumlah laporan terkait permasalahan di kampus tersebut dilakukan secara hati-hati dan tekun oleh segenap awak Ultimagz.
Setelah beberapa hari diterbitkan, edisi khusus laris dibeli. Alhasil, beragam reaksi bermunculan dari beberapa pihak kampus. Pastinya, ada pihak yang tersinggung atau mengkritik laporan yang dihasilkan Ultimagz. Namun, suara dukungan juga mengalir. Seorang dosen UMN pun sempat mengatakan sesuatu kepada saya. “Ini baik, sebagai bentuk otokritik,” kata dosen tersebut.
Namun, terlepas dukungan atau kritik yang disampaikan oleh berbagai pihak, edisi khusus Oktober-November 2015 berhasil menjadi buah bibir. Paling tidak, Ultimagz berhasil didengar. Bagi saya pribadi, keberhasilan ini mengusik ketenangan dengan cara-cara yang elegan, faktual, dan rasional yang menjadi sebuah pencapaian tersendiri bagi sebuah organisasi media.
Edisi Oktober–November 2015 mungkin bisa saja segera dilupakan atau malah menjadi “alarm” tersendiri bagi kampus. Terlepas dari itu semua, transformasi di semua aspek pasti terjadi.
Secara khusus, kepemimpinan di tubuh Ultimagz secara alamiah juga berubah. Dalam jangka waktu tertentu, tongkat estafet harus dilanjutkan dari angkatan satu ke angkatan berikutnya. Segala bentuk perubahan di masa lalu, serta kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dapat menjadi catatan penting bagi penerus.
Tapi, sebentar. Setelah sedikit menengok ke belakang, leher dan keseluruhan anggota tubuh harus tetap meluruskan tubuh ke depan. Seperti kata Disney tadi, tidak terlalu lama melihat ke belakang.
Ternyata, Walt Disney belum menuntaskan perkataannya. Ia melanjutkan, “We keep moving forward, opening up new doors and doing new things because we are curious, and curiousity keeps leading us down new path.”
Penulis: Johanes Hutabarat
Editor: Lani Diana
Foto: dok. Ultimagz