Sejatinya, kereta sudah menjadi salah satu transportasi andalan masyarakat guna menghindari kemacetan, terlebih di kota-kota besar. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, jumlah penumpang kereta di Jabotabek pada Januari 2014 sebesar 14.963 ribu orang, Februari sebanyak 14.303 ribu orang, dan Maret sebanyak 16.909 ribu orang. Setiap tahunnya, jumlah penumpang kereta pun terus bertambah. Tak hanya di Jabodetabek, tetapi juga di daerah-daerah lainnya.
Ya, belasan ribu orang memanfaatkan transportasi cepat ini menuju tempat-tempat yang diinginkan. Hanya berbekal sekian ribu rupiah, penumpang pun bisa sampai di tempat tujuan dengan mudah.
Di balik itu semua, seperti yang diketahui, setiap stasiun pun pasti memiliki Petugas Keamanan Dalam (PKD) yang bertugas untuk melaksanakan pengamanan secara menyeluruh. Bukan hanya di area stasiun, melainkan juga di dalam kereta. PKD juga harus mengatur para penumpang agar tertib.
Namun, seringkali, pemandangan tak mengenakkan ini terjadi di gerbong wanita yang terletak di paling depan dan di paling belakang. Di gerbong paling depan yang sudah ramai dengan para penumpang wanita, bertambah sesak ketika penumpang lainnya memaksa diri untuk mencari celah di dalam kereta. Bahkan, beberapa dari penumpang harus rela menahan tubuh agar tidak terjepit pintu otomatis kereta yang hendak tertutup. Mereka berpegangan erat agar pintu kereta dapat tertutup rapat sehingga kereta pun dapat berjalan.
Sayangnya, terlalu banyak penumpang di dalam gerbong wanita mencerminkan ketidaksabaran dan ketidakpedulian. Padahal, kereta dengan rute yang sama tak hanya satu. Para penumpang tentu bisa menunggu kereta selanjutnya. Apabila alasannya adalah takut terlambat atau tidak kebagian tempat, lantas mengapa tidak datang lebih awal dan menaiki kereta dengan jadwal yang lebih pagi?
Imbauan yang berbunyi “Dahulukan Penumpang yang Turun” seakan hanyalah sebuah tulisan pemanis pada badan kereta. Penumpang di dalam kereta saja belum turun, lantas penumpang lain berbondong-bondong memaksa masuk. Bahkan, untuk keluar dari kereta saja rasanya susah luar biasa.
Pertanyaannya ,di manakah para PKD di setiap stasiun yang seharusnya mengatur ketertiban dan para penumpang?
Seperti yang kita tahu, pemerintah selalu menggembar-gemborkan manfaat menaiki angkutan umum. Selain dapat mengurangi kemacetan di kota-kota besar, seperti Jakarta, para pengguna transportasi juga bisa menghemat bensin dan tenaga. Di sisi lain, masyarakat juga bisa menggunakan waktu secara efisien sehingga bisa lebih cepat sampai di tempat tujuan. Dengan menggunakan transportasi yang khusus dibuat untuk publik, mereka juga bisa membantu mengurangi polusi. Sayangnya, penggunaan transportasi ini tidak dilakukan dengan baik seiring pengamanan yang dilakukan.
Sudah selayaknya penggunaan transportasi ini dibarengi oleh kesadaran masing-masing individu akan keselamatan bertransportasi. Penumpang harus bisa berbagi tempat dengan penumpang lain demi keamanan bersama. Apabila sudah tidak ada ruang untuk masuk ke dalam kereta, jangan memaksa, bersabarlah saja.
Di stasiun pun juga bisa diterapkan sistem palang pintu otomatis yang dapat mencegah penumpang nekat masuk ke dalam kereta yang sudah penuh. Petugas keamanan pun seharusnya diperbanyak. Sudah selayaknya mereka lebih memerhatikan keselamatan penumpang dan transportasi.
Padahal, tak sedikit kecelakaan kereta api yang terjadi akibat kelebihan muatan. Apabila seluruh penumpang dapat menyadari bagaimana pentingnya mengutamakan keselamatan, niscaya transportasi publik seperti kereta akan lebih terasa manfaatnya. Bukan hanya sekadar akomodasi untuk sampai di tujuan dengan cepat, melainkan juga ada rasa nyaman dan selamat dalam diri saat bepergian ketika menggunakan kereta.
[divider] [/divider] [box title=”Info”] Penulis: Sintia AstarinaGambar: //www.kereta-api.co.id/media/content/galeri_lok_cc2061.jpg[/box]