JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Pameran Namaku Pram mengenalkan lebih jauh sosok Pramoedya Ananta Toer yang tersingkap dari khalayak. Lebih dikenal atas pemikiran dan karya-karyanya yang kritis, pameran garapan Titimangsa Foundation tersebut mengenalkan Pram bagai pribadi pada umumnya, yakni seorang suami dan ayah yang mencintai keluarganya.
“Pram itu menarik dan banyak yang suka dengan Pram, tetapi banyak yang kita tidak tahu tentang Pram,” ujar Nugroho salah satu pemandu dalam pameran ini.
Memasuki pameran, pengunjung akan disuguhkan dengan Dinding Perjalanan Hidup Pram. Dimulai dari kisah masa kecil Pram, peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Pram, hingga menjelang akhir hayat Pram di tahun 2006. Paparan rangkaian kehidupan Pram ini juga menginformasikan tahun kelahiran karya-karya titisan Pram.
Sementara itu, Ruang Catatan dan Arsip menyimpan catatan-catatan Pram, termasuk catatannya saat diasingkan di Pulau Buru. Ruang Catatan dan Arsip juga menampilkan surat-surat tentang kerinduan anak-anak Pram kepada Pram yang saat itu masih diasingkan. Membaca surat-surat tersebut dapat menggiring emosi pembacanya kembali ke era kehidupan Pram. Sosok Pramoedya begitu hangat dengan keluarganya tergambar jelas melalui surat-surat ini.
Tak hanya surat-surat dan catatannya, dalam Ruang Catatan dan Arsip bahkan terdapat kartu nama para kolega Pram di luar negeri dan tiket pesawatnya pula. Hal ini membuktikan Pram yang gemar mengarsipkan segala sesuatu.
Melalui pameran ini, pengunjung mengetahui bahwa di balik kekritisan sosok Pramoedya Ananta Toer terdapat kepribadian yang lunak dan akrab dijumpai sehari-hari.
Baca juga: Melihat Lebih Dekat Sosok Pramoedya Ananta Toer Lewat Pameran ‘Namaku Pram: Catatan dan Arsip’
Usai melalui Ruang Catatan dan Arsip, pengunjung akan disajikan dengan Ruang Kerja Pram lengkap dengan perlengkapannya. Menariknya, Pram rupanya terbiasa bekerja dengan tiga buah mesin tik dalam merajut karya-karyanya.
Di penghunjung pameran, pengunjung dapat menjumpai Taman Kata-kata. Pada taman tersebut, digantungkan kain-kain putih bertuliskan kutipan dalam karya-karya Pram, seperti ‘Bumi Manusia’ yang sudah diterbitkan ke berbagai bahasa atau ‘Larasati’. Pengunjung diperbolehkan mengambil gambar di Taman kata-kata ini, berbeda dengan ketika menapak di Ruang Catatan dan Arsip yang harus steril dari dokumentasi.
Menurut Nugroho, pengunjung pameran mayoritas terdiri dari generasi muda. Tetapi, tak sedikit orang tua yang berkunjung untuk bernostalgia atau memang mengenal sosok Pram serta orang-orang yang terlibat di dalam kehidupannya.
Melihat antusiasme masyarakat terhadap pameran ini, maka “Namaku Pram” yang semula dijadwalkan diselenggarakan mulai tanggal 17 April sampai 20 Mei 2018, diperpanjang hingga tanggal 3 Juni 2018.
Penulis : Agatha Lintang
Editor : Ivan Jonathan
Foto : Agatha Lintang