SOLO, ULTIMAGZ.com – Sisa-sisa romansa masa lalu tercecer sampai ke luar wilayah Keraton Mangkunegaran. Di dekat wilayah keraton, tepatnya di Jalan Diponegoro, berdiri suatu kompleks bangunan bergaya joglo—rumah adat Jawa Tengah—modern yang di dalamnya menjadi tempat penjual menjajakan sejuta kenangan masa lalu.
Dinamakan begitu sebab dulunya pasar ini memang hanya digelar tiap tiga windu sekali, yang berarti warga Solo harus menunggu 24 tahun untuk bisa belanja di sini. Konon, tempat ini merupakan kandang kuda keraton puluhan tahun lalu. Baru pada 1939, Pasar Triwindu didirikan sebagai sebagai kado ulang tahun Nurul Khamaril, Gusti Putri Mangkunegara VII.
Pasar ini kemudian mengalami pemugaran oleh pemerintah daerah Solo pada 2008 untuk memberikan kenyamanan lebih pada para penjual dan pengunjung. Kini, tidak ada lagi suasana pasar, digantikan dengan bangunan bertingkat dua berarsitektur modern. Nama dari pasar ini juga tercacat beberapa kali berganti. Semula sempat menjadi Pasar Windujenar, kemudian dikembalikan menjadi Triwindu. Hmm… agaknya pemerintah Solo merasa sayang membuang nama Triwindu yang sudah melekat sebagai identitas pasar barang antik ini.
Nah, berburu barang antik di sini tidak hanya menarik bagi kolektor, tetapi juga wisatawan yang sekadar ingin melihat-lihat. Kios-kios yang berjajar di sepanjang gang sempit sengaja men-display barang dagangannya sampai di luar lapak. Bau masa lalu menguar di antara ucapan penjual yang dengan ramah menanyakan mau mencari apa. Barang di pasar ini sangat beragam dan harga yang ditawarkan tentunya relatif lebih murah ketimbang membeli di kota-kota besar atau tempat lelang. Tentu, kalian harus menawarnya habis-habisan.
Barang yang dijual mulai dari dakon kuno (permainan anak-anak Jawa zaman dulu) berbahan kayu, miniatur sepeda, toples, lukisan kaca dan poster-poster kuno, tas-tas lawas, patung dan arca, kamera tua, buku primbon Jawa, perhiasan dari tembaga maupun sepuhan emas dan perak, televisi dan radio kuno, koleksi piringan hitam Nat King Cole dan penyanyi-penyanyi lawas lainnya, hingga gramofon yang masih berfungsi dengan baik.
Tidak semua barang yang dijual di sini barang peninggalan, ada pula yang merupakan reproduksi sebab yang asli tentu dilindungi oleh pemerintah. Harganya berkisar antara beberapa ribu rupiah sampai puluhan juta rupiah, tergantung nilai sejarah dan kondisinya. Sebuah kamera vintage yang masih berfungsi dengan baik, misalnya, dibandrol dengan harga Rp400.000,00 sementara yang sudah rusak seharga Rp200.000,00.
Berburu barang antik tidak akan membosankan di sini. Berjalan di antara barang-barang yang dulu sempat dipunyai, diingini, dan dicintai oleh seseorang akan membuat kalian seakan berjalan menembus lorong waktu. Tidak ada salahnya sekadar bertanya pada penjual tentang masa lalu barang yang akan dibeli, barangkali kalian akan mendengar cerita cinta atau kisah sedih yang menarik!
Membeli barang bekas tidak selalu berarti membeli sampah atau rongsokan yang tidak berguna. Kadang, membeli barang bekas berarti kalian membeli kenangan, memori yang rindu untuk dilestarikan di masa sekarang.
[divider] [/divider] [box] Reporter: Hana KrisvianaEditor: Maria Advenita
Foto: klik di sini
[/box]