SERPONG, ULTIMAGZ.com — Sampah sisa makanan atau food waste masih menjadi jenis sampah organik terbesar yang diproduksi manusia setiap harinya. Belakangan ini, banyak muncul isu lingkungan berkaitan dengan food waste dan dampak negatif yang ditimbulkannya ketika tidak diolah dengan baik.
Food waste mengacu pada makanan apa pun yang dibuang meski masih dapat dikonsumsi. Perilaku masyarakat yang suka menyisakan makanan tentu menjadi salah satu penyebab banyaknya sampah sisa makanan. Selama ini, masyarakat memiliki perilaku ini bahkan tanpa pernah menyadarinya sehingga permasalahan ini berpendar tanpa adanya penanganan serius.
Polemik Pengelolaan dan Pengolahan Sampah
Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Saudi Arabia sebagai negara penyumbang food waste terbanyak di dunia. Berdasarkan data Food Sustainability Index, setiap orang di Indonesia membuang 300 kilogram sampah sisa makanan per tahunnya. Bila dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, kurang lebih 13 juta ton sampah makanan per tahun dihasilkan.
Semakin banyaknya timbunan sampah yang tidak diiringi dengan semakin baiknya pengelolaan dan pengolahan sampah telah lama menjadi polemik. Pembahasannya kompleks dan melibatkan banyak aspek. Mulai dari peran dan regulasi pemerintah perihal pengolahan sampah, kebiasaan pemilahan sampah yang masih absen di tengah masyarakat, hingga kurangnya ketersediaan infrastruktur.
Untuk itu, dibutuhkan kesadaran diri sendiri yang lebih tinggi terhadap lingkungan. Menurut founder dari Kertabumi Recycling Center Ikbal Alexander, masyarakat harus terlebih dahulu berusaha untuk menghasilkan lebih sedikit food waste sebelum berpikir untuk mengolahnya. Hal ini bisa dimulai dari diri hal kecil, yaitu dengan selalu menghabiskan makanan di piring. Jika harus menghasilkan food waste, lebih baik mendonasikannya kepada orang atau hewan lain. Kertabumi Recycling Center sendiri merupakan sebuah social enterprise yang memperjuangkan isu lingkungan, terutama isu sampah.
Mengolah Food Waste
Jika food waste bahkan tidak layak untuk dikonsumsi hewan, ada berbagai cara lain untuk mengolahnya. Metode kompos menjadi metode yang paling ideal karena bisa menjadi sarana pengolahan hampir semua jenis food waste walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama.
Menurut Ikbal, terdapat empat elemen penting dalam membuat kompos. Pengompos harus menggunakan dua jenis sampah, yaitu sampah brown dan sampah green. Sampah brown adalah sampah yang mengandung karbon dan tidak bisa membusuk, seperti tanah dan daun kering. Sedangkan, sampah green adalah sampah yang mengandung nitrogen atau bisa membusuk, seperti sisa makanan. Sampah brown digunakan untuk menetralisasi bau dan jumlah belatung yang mungkin dihasilkan jika hanya menggunakan sampah green dalam mengompos.
Air dan perputaran udara juga penting untuk memastikan semua komponen pengurai dalam kompos tidak kering dan bisa bernapas. Untuk itu, kompos harus disiram dan diaduk secara teratur. Jika keempat elemen terpenuhi, kompos bisa dipanen menjadi pupuk setelah satu bulan dan pupuk kompos bisa langsung ditaburkan di atas tanah.
Selain kompos, terdapat pula metode biopori yang tidak hanya menjadi sarana pengolahan food waste, tetapi juga bisa menjadi tempat penyerapan air. Dengan menggali lubang berdiameter 10 sentimeter sedalam satu meter, food waste bisa dibuang ke dalamnya. Penting untuk memiliki biopori tiap jarak satu meter di rumah untuk menghindari genangan air akibat hujan dan banjir.
Food waste juga bisa diolah untuk mengembalikan nilai ekonomisnya. Misalnya, sisa kulit buah bisa diolah menjadi makanan ringan dan sisa kulit hewan bercangkang (crustacea) bisa diolah menjadi bumbu penyedap. Sedangkan, sisa akar sayuran bisa ditumbuhkan kembali menjadi sayuran baru.
Namun, tidak semua food waste bisa diolah. Sisa makanan yang mengandung bahan berbahaya, seperti minyak jelantah, bisa mengakibatkan gas dan bau pada kompos dan biopori. Begitu juga dengan sisa makanan yang terkontaminasi dengan sampah jenis lainnya, seperti yang disimpan dalam kantong plastik, atau yang sudah terkena air liur.
Bahaya Buruknya Pengelolaan Sampah Pada Masa Pandemi
Selama pandemi COVID-19, jumlah food waste bertambah kala masyarakat lebih memilih untuk mengonsumsi makanan buatan rumah yang bisa dinilai sendiri kebersihannya. Menurut Ikbal, semua sampah, termasuk food waste, baik dari orang tanpa gejala hingga pasien positif korona harus digolongkan ke dalam sampah medis. Sayangnya, di Indonesia belum ada budaya pemilahan sampah.
“Sebaiknya semua sampah medis dijadikan dalam satu wadah, diikat, dan dilabeli sampah medis. Jadi ketika dibuang, siapapun yang menerima itu tidak akan membuka, dan akan diproses sebagaimana mestinya. Biasanya dibakar dengan suhu tinggi,” saran Ikbal.
Jika tidak dikelola dengan baik, food waste dari pasien positif korona juga bisa menjadi sarana penyebaran virus. Hal ini paling berpengaruh kepada pemulung dan orang-orang yang bekerja, baik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) maupun di bank sampah. Karena terpapar berbagai jenis sampah dari banyak sumber, mereka mempunyai potensi lebih besar untuk terjangkit virus korona.
Penulis: Maria Helen Oktavia
Editor: Andi Annisa Ivana Putri
Foto: Kyra Gracella