“Ini masalah orang jelek, Lu. Kamu gak bakal ngerti,” (“Imperfect”, 2019)
SERPONG, ULTIMAGZ.com – Kalimat di atas merupakan salah satu dialog dalam film “Imperfect” karya Ernest Prakasa dan Meira Anastasia yang dirilis pada 2019 lalu. Ucapan tersebut dilontarkan oleh Rara, sang tokoh utama yang menghadapi banyak masalah dalam hidupnya lantaran memiliki penampilan yang tidak sesuai dengan standar kecantikan perempuan pada umumnya.
Film tersebut menceritakan lika-liku perjuangan Rara untuk mengubah penampilannya demi menyelesaikan berbagai masalah yang ia hadapi, secara khusus dalam bidang pekerjaan. Rara yang seharusnya memiliki kesempatan untuk menggantikan posisi atasannya yang telah mengundurkan diri justru dicap tidak layak karena penampilannya yang kurang menarik. Bahkan, Marsha, kolega juniornya yang berpenampilan cantik dan menawan dianggap lebih pantas dan diberikan kesempatan untuk menempati posisi tersebut, walaupun kualitas dan pengalamannya masih berada di bawah Rara.
Mengangkat topik yang relevan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, “Imperfect” pun menuai berbagai respons positif dari para penonton. Bahkan, tidak sedikit pula penonton yang terlihat membagikan cerita mereka ketika mengalami kondisi yang serupa dengan Rara. Hal ini bisa menunjukkan bahwa apa yang dialami tokoh Rara merupakan suatu isu yang nyata, di mana orang-orang berparas rupawan lebih sering mendapat kemudahan dan dihargai oleh lingkungan sekitarnya daripada yang biasa saja.
Isu inilah yang kerap disebut dengan istilah beauty privilege.
Apa Itu Beauty Privilege?
Beauty privilege merupakan sebuah istilah yang menggambarkan keistimewaan atau keberuntungan yang dimiliki seseorang karena wajahnya yang cantik dan rupawan. Dengan kata lain, hidup orang-orang yang berparas cantik atau tampan akan terasa lebih ringan dan cenderung minim masalah.
Seorang pelopor dalam penelitian bidang ini, Dion Et Al (1972) menemukan bahwa orang dengan daya tarik fisik yang tinggi diasumsikan memiliki kehidupan yang lebih baik, kompeten, dan sukses dalam karier daripada orang yang tidak memilikinya. Salah satu contohnya adalah seperti yang dialami tokoh Rara dan Marsha tadi. Marsha dengan parasnya yang cantik bisa dengan lebih mudah diberikan kesempatan untuk menduduki posisi manajer, sedangkan Rara yang sudah lebih senior harus berusaha keras mengubah penampilannya terlebih dahulu untuk bisa meraih posisi tersebut.
Selain dalam dunia kerja, asumsi tentang beauty privilege juga kerap ditemukan di lingkungan sosial. Contohnya, pengguna media sosial masa kini sering kali menulis kata-kata “untung cantik” ketika ada figur publik yang tersandung kasus atau masalah tertentu. Berbeda dengan figur publik yang berpenampilan biasa saja atau bahkan kurang menarik, mereka yang memiliki paras rupawan akan cenderung mendapat dukungan moral atau pembelaan, meskipun keduanya melakukan kesalahan yang sama.
Lantas, apakah asumsi tentang beauty privilege tersebut dapat dibuktikan secara nyata?
Melihat Realitas Beauty Privilege dalam Kehidupan
David Perrett, Kenneth Mavor, dan Sean Talamas dalam artikel penelitiannya yang berjudul “Blinded by Beauty: Attractiveness Bias and Accurate Perceptions of Academic Performance” menyatakan bahwa peluang akan terbuka lebar bagi siapa saja yang memiliki wajah cantik atau tampan.
Hasil riset yang mereka lakukan menunjukkan bahwa menilai kecerdasan seseorang berdasarkan tampilan wajahnya dinilai akurat oleh perekrut dalam dunia pekerjaan. Hal tersebut juga didasari oleh anggapan bahwa orang yang rupawan selalu mendapat asupan nutrisi yang cukup, mampu menjaga kesehatan, serta merawat diri dan lingkungan sekitarnya.
Dilansir dari gensindo.sindonews.com, Hermesh dan Biddle dalam buku “Beauty Pays” menyebutkan beberapa profesi tertentu yang dapat memberikan keuntungan apabila perusahaan merekrut karyawan yang mempunyai daya tarik fisik. Beberapa contoh pekerjaan tersebut adalah sales, kasir, resepsionis, dan pelayan.
Selain itu, para ekonom sejak dulu juga mengakui bahwa beauty privilege ternyata juga dapat mempengaruhi penerimaan upah dalam suatu pekerjaan. Data dari The Social Science Research Network menunjukkan bahwa perempuan yang mempunyai penampilan menarik atau di atas rata-rata standar kecantikan pada umumnya memperoleh penghasilan sekitar 8% lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang berpenampilan biasa saja.
Dalam dunia hiburan, tidak dapat dimungkiri bahwa tampang yang rupawan mengambil peran yang cukup besar bagi para artis untuk terus eksis di industri tersebut. Contohnya, penampilan fisik Idol K-Pop yang menawan menjadi salah satu faktor utama yang membuat begitu banyak fans dari berbagai negara mengidolakan mereka, tentunya di samping berbagai faktor lainnya seperti keahlian bernyanyi dan menari, lagu-lagu yang apik, dan lain sebagainya.
Hal serupa pun juga diakui oleh salah satu aktor ternama Indonesia, Herjunot Ali, pada kesempatannya dalam sebuah acara talk show di salah satu stasiun televisi swasta. Saat ditanya oleh Ivan Gunawan selaku host acara tersebut, Herjunot pun tak menampik kenyataan bahwa beauty privilege memang menjadi salah satu faktor penyebab kesuksesannya meniti karier di dunia hiburan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa beauty privilege adalah suatu hal yang nyata dan turut memberikan pengaruh dalam kehidupan manusia.
Bagaimana Cara Menyikapi Beauty Privilege?
Beauty privilege telah menjadi sesuatu yang melekat dan memberikan pengaruh signifikan dalam beberapa bidang kehidupan seperti dunia pekerjaan atau lingkungan pergaulan. Keberadaan beauty privilege membuat penampilan yang menarik dan rupawan dapat memudahkan seseorang dalam mencapai atau menjalani sesuatu.
Namun, perlu diketahui pula bahwa tidak selamanya penilaian dan penghargaan dari lingkungan sekitar kita hanya datang dari faktor fisik dan penampilan semata. Pandangan orang lain terhadap diri kita tentu tetap tidak bisa dilepaskan dari aspek-aspek lain seperti kecerdasan dan kualitas di dalam diri. Kepribadian yang baik, keahlian, keterampilan, serta perilaku yang beretika merupakan hal-hal yang juga akan selalu dipandang dan dibutuhkan dalam dunia pekerjaan.
Oleh karena itu, Ultimates tidak perlu terlalu memusingkan penampilan fisik saja. Sembari terus mengembangkan kualitas diri, ingatlah pula bahwa menerima dan menghargai diri sendiri merupakan hal yang juga tak kalah penting untuk dilakukan.
Penulis: Christabella Abigail Loppies
Editor: Andi Annisa Ivana Putri
Sumber: gensindo.sindonews.com, kumparan.com, economica.id, idntimes.com, wowkeren.com
Foto: Pinterest