• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Sunday, June 22, 2025
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
No Result
View All Result
Home Hiburan Film

Film Horor Indonesia Menurut Audiens: Medium Ketakutan atau Cermin Budaya?

by Jesslyn Gunawan Wijaya
May 7, 2025
in Film, Hiburan
Reading Time: 6 mins read
budaya

Foto ilustrasi makam yang kerap dijadikan latar dalam film horror. (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)

0
SHARES
83
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

SERPONG, ULTIMAGZ.com – Tayangan horor Indonesia pada industri perfilman terus berkembang. Kini, presentasi film horor tidak hanya memancing jerit dan kejutan, tetapi menjadi medium ekspresi berbagai budaya kepercayaan masyarakat. 

Beragam tema telah muncul dalam sinema horor tanah air. Mulai dari ikon hantu perempuan sebagai eksplorasi isu gender dan trauma kolektif, hingga cerita rakyat dan mitologi yang dihidupkan kembali lewat narasi sinematik. Tidak sedikit juga film horor Indonesia yang mengambil inspirasi dari kisah nyata. Melalui cerminan-cerminan ini, ketegangan dari tayangan horor Indonesia bukan hanya berasal dari hantunya saja, melainkan pemaknaan dibalik cerita tersebut.

Baca juga: Film Horor Indonesia: Mengapa Kisah Nyata Jadi Inspirasi Utama? 

Melansir dari voaindonesia.com,  Manoj Punjabi, CEO sekaligus pendiri MD Pictures, perusahaan entertainment dengan fokus produksi film, percaya bahwa kisah yang dirasakan akan menguak rasa penasaran masyarakat Indonesia.

“Horror is very relatable (horor sangat berkaitan) dengan masyarakat Indonesia. Meskipun mereka percaya atau tidak percaya, cerita yang relate dengan lingkungan sekitar akan mudah dicerna oleh penonton,” ujarnya kepada tim media Voice of  America (VOA) Indonesia.

Melansir dari reviewfilm.id, salah satu daya tarik film horor Indonesia terletak pada kemampuannya mengangkat sisi gelap masyarakat yang kerap tersembunyi dari pandangan umum. Salah satu contohnya adalah film KKN di Desa Penari, yang melatarbelakangi sekelompok mahasiswa yang tidak menaati tradisi dan norma adat hingga harus menghadapi pengalaman horor yang mencekam.

Oleh karena itu, film horor Indonesia dibuat bukan semata-mata hanya untuk tujuan hiburan, melainkan memiliki tujuan dan makna yang lebih dalam, terlebih jika mengangkat tema dari sebuah budaya. Namun, perkembangan film horor Indonesia tak jarang membuat produksinya menuai kritik, terlebih jika tema yang diangkat adalah mengenai religi. Salah satu contohnya adalah kritik yang disampaikan oleh sutradara sekaligus penulis skenario Gina S. Noer pada 2024 lalu.

Mengutip dari liputan6.com, Gina mengatakan tidak masalah dengan film horor bertema keagamaan. Lebih lanjut, menurutnya film horor Indonesia justru kebanyakan menampilkan agama atau iman sebagai sesuatu yang lemah ketimbang untuk menjadi alat melawan sesuatu yang gaib. Ia juga berpendapat bahwa hal seperti ini sudah termasuk pada ranah eksploitasi agama. 

Lain dengan Joko Anwar, sutradara terkenal dari banyak film horor Indonesia yang justru mewajarkan produksi film horor bertema religi. Mengutip dari goodnewsfromindonesia.id, Joko mengatakan jika unsur agama dihilangkan, baik dalam film genre horor, drama, dan sebagainya, film tersebut akan menjadi tidak realistis. Sebagai tambahan, ia tidak membenarkan penggunaan unsur agama yang sekadar untuk menakut-nakuti penonton. Tujuan utama film horor menurutnya ada pada kekuatan pesan yang tertuang dalam cerita dan karakter. 

Meskipun demikian, film horor Indonesia tetap memiliki tempat dan makna tersendiri bagi para penikmat horor tanah air. Tidak hanya di dalam negeri,  beberapa film horor Indonesia bahkan sukses bersaing di  pasar internasional. Seperti Inang yang tayang di Festival Film Internasional Bucheon 2022 dan Pengabdi Setan 2: Communion yang tayang di Busan International Festival 2023, dilansir dari timesindonesia.co.id.

budaya
Angelin Precillia (20), salah seorang mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (UMN), saat memberikan perspektif terkait film horor Indonesia. (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)

Bagi para penikmatnya, film horor tidak hanya sekadar tontonan yang menyeramkan. Ada beberapa alasan yang membuat para penggemar horor memilih untuk menonton  film horor Indonesia, entah karena pesan moral yang terkandung dalam film atau justru film horor yang memberikan kesan tersendiri. Salah satunya adalah Christin (47), seorang penikmat film horor tanah air yang merasa bahwa film horor Indonesia berbeda dengan film horor luar negeri lainnya. 

“Saya tuh banyak banget nonton film horor luar negeri. Awal cerita filmnya cukup jelas, tetapi endingnya itu hampir nggak ada, apa lagi (film horor) Jepang, Thailand. Kebanyakan tidak ada ending. Tapi (film horor) Indonesia, sebosen-bosennya, endingnya itu ada, kalau nggak ada pun, ada season 2 nya.” ujar Christin kepada ULTIMAGZ ketika diwawancarai pada Selasa (22/04/25). 

Christin merupakan seorang ibu rumah tangga yang telah menggemari film horor sejak muda. Menurutnya, tidak hanya alur cerita yang rapi, tetapi poster yang dimiliki oleh kebanyakan film horor Indonesia juga menarik dan mengundang rasa penasaran untuk menonton. 

Beberapa penikmat horor juga melihat film horor Indonesia sebagai medium pembelajaran moral. Dalam wawancara bersama ULTIMAGZ, Angelin Precilla (20), menilai bahwa film horor Indonesia lebih sering mengangkat tema tentang konsekuensi dari tindakan manusia.

Contohnya pada film Pabrik Gula. Film ini membawa pesan bahwa setiap manusia tidak luput dari dosa, dan penting bagi individu untuk menahan diri agar tidak tergoda oleh hal-hal menyimpang.

Selain Pabrik Gula, ia juga menyoroti KKN di Desa Penari yang mengajarkan bahwa tidak semua kesalahan dapat dengan mudah dimaafkan. “Sesuatu yang kamu lakukan, itu nggak semuanya akan berakhir dimaafkan. Pasti ada akibat atau dosa yang harus kamu tanggung,” ujar Angelin.

Melansir dari kumparan.com, tidak hanya sebagai refleksi sosial, film horor Indonesia juga berperan dalam menjaga eksistensi budaya lokal. Penggunaan mitologi, cerita rakyat, dan kearifan lokal sebagai elemen utama dalam cerita menjadi cara untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia. Kehadiran unsur-unsur ini membuat film horor lokal memiliki ciri khas yang sulit ditemukan di film horor luar negeri.

Ilustrasi penonton yang sedang menonton film horor. (ULTIMAGZ/Tiffany Michiko Putri)
Ilustrasi penonton yang sedang menonton film horor. (ULTIMAGZ/Tiffany Michiko Putri)

Benedict (19), atau yang akrab dipanggil Ben, seorang mahasiswa Film dan Animasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) 2024 menyetujui hal ini. Menurutnya, elemen budaya lokal tidak dapat terpisahkan dari perfilman horor Indonesia.

“Salah satu ciri khas film (horor) Indo itu adalah selalu melibatkan budaya kita. Indonesia, negara dengan beribu-ribu budaya gitu, ya tentu masih banyak budaya (yang belum terangkat). Jadi,  filmmaker (sutradara) jauh lebih leluasa membuat cerita-cerita yang menyangkut budaya, yang unik dan belum pernah diangkat sebelumnya,” ujar Ben.

Ben menambahkan bahwa representasi budaya dalam film horor juga berpotensi memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia di mata dunia. Ia mengambil contoh KKN di Desa Penari. 

“Kalau kita melihat salah satu yang paling kental itu kayak film horor KKN di Desa Penari. Film itu kan menunjukkan budaya yang masih kental gitu, ya. Banyak aspek-aspek kayak budaya, tarian adat lokal, baju adat juga masih dipakai, dan menurut gua itu bagus.” ujarnya.

Menurut Ben, penggunaan aspek budaya melalui tarian atau baju adat dapat menjadi jembatan bagi film horor Indonesia untuk memperkenalkan budaya di kancah internasional. Bahkan, pengingat bagi warga Indonesia sendiri akan adanya budaya yang belum banyak dikenal.

“Jadi jembatan buat nunjukin ke luar kalau Indonesia tuh punya budaya yang banyak dan harus dilestarikan. Bisa juga jadi pengingat buat orang-orang, kalau kita tuh punya banyak budaya yang masih belum diangkat dan hampir terlupakan,” ungkapnya.

Sebagai mahasiswa jurusan film, Ben juga menyampaikan harapannya untuk perkembangan film horor Indonesia di masa depan. 

Baca juga: Kemelekatan Film Horor Indonesia dengan Cerita Rakyat Nusantara

“Gue berharap film Indonesia tuh bisa beranjak, nggak cuma jualan serem-sereman, teriak-teriakan, setan-setanan doang, tetapi justru ada aspek budaya, aspek sosial (pesan) yang mau dikasih tau sama pembuatnya gitu,” tuturnya.

Maka dari itu, film horor Indonesia dapat dilihat sebagai medium yang kompleks. Tidak hanya  sekadar hiburan untuk menjerit ketakutan, tetapi juga untuk memahami isu sosial dan sebagai cerminan budaya Indonesia. Horor menjadi ruang untuk mengkritik realitas sosial lewat seni, tanpa harus berbicara secara gamblang.

 

Penulis: Jesslyn Gunawan Wijaya, Nasywa Agnesty, Victoria Nadine Gunawan

Editor: Kezia Laurencia

Foto: ULTIMAGZ/Putri Cahya Valentina, Tiffany Michiko Putri

Sumber: voaindonesia.com, reviewfilm.id, liputan6.com, goodnewsfromindonesia.id, timesindonesia.co.id, kumparan.com

 

Tags: 2025artikelserieshororaudiensfilm hororfilm horor indonesiahororKKN di Desa PenariPabrik Gulapenikmat hororseries
Jesslyn Gunawan Wijaya

Jesslyn Gunawan Wijaya

Related Posts

Jacob Collier dalam acara BNI Java Jazz Festival 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, pada Jumat (30/05/25). (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)
Hiburan

Jacob Collier Tampil Memukau di Java Jazz Festival 2025 Setelah 9 Tahun

June 15, 2025
Nyoman Paul tampil perdana di BNI Java Jazz Festival 2025 yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (30/05/25). (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)
Event

Nyoman Paul Debut di Java Jazz Festival 2025 dengan Album LUAP

May 31, 2025
Ilustrasi seorang wanita menonton film di waktu rehatnya. (freepik.com)
Film

Pelukan Dalam Bentuk Film: Teman Menonton Saat Dunia Terasa Berat

May 19, 2025
Next Post
Cuplikan film Gie. (milesfilms.net)

Film Gie: Potret Soe Hok Gie, Aktivis Muda yang Tak Takut Bersuara

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merasa Depresi? Coba Cek 4 Organisasi Kesehatan Mental Ini!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Artikel Terbar-U
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto
  • Disabilitas

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021