SERPONG, ULTIMAGZ.com – Kuah panas dengan aroma gurih dari olahan daging yang pekat. Tidak sebatas aroma yang memikat, perpaduan rempah memperkuat cita rasa dari cuanki itu sendiri. Makanan ini tidak bisa disebut cuanki tanpa adanya topping seperti siomay, bakso, ataupun tahu. Namun, dibalik perpaduan rasa otentik Bandung ini, siapa sangka makanan ini lahir dari hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Cirebon?
Baca juga: Jadi Ciri Khas, Ini 5 Jenis Makanan yang Indonesia Banget
Sejarahnya bermula dari seorang pedagang kaki lima asal Tionghoa yang menikah perempuan Cirebon di daerah Bandung, tepatnya di Kota Cimahi pada abad ke-16. Dari pertemuan budaya itu, lahirlah hidangan perpaduan dimsum dan bakso tahu kuah, yang dikenal sebagai Choan Kie atau bakso tahu kuah Choan Kie dikutip dari pikiranrakyat.com. Nama ini tidak sekadar sebutan, tetapi mengandung makna yakni “rezeki”.
Menariknya, meskipun cuanki pada masa kini identik dengan olahan daging ikan atau sapi, awalnya hidangan ini menggunakan daging babi untuk menyesuaikan cita rasa keturunan Tionghoa. Seiring berjalannya waktu, mantan pegawai usaha Choan Kie yang berasal dari Bandung, Garut, dan Ciamis mulai berinovasi mengganti bahan dasar menjadi ikan. Perubahan ini dilakukan agar lebih diterima oleh mayoritas masyarakat Indonesia, dikutip dari rri.co.id.
Baca juga: Sering Jadi Jajanan Andalan, Ini Cerita di Balik Tahu Bulat!
Hidangan ini akhirnya mendapatkan sambutan positif, cuanki pun dipasarkan dengan cara unik juga. Penjualnya akan menggendong kotak berisi cuanki dan berjalan kaki berkeliling kota. Melalui kebiasaan para penjual, munculah sebuah plesetan dari nama “cuanki” menjadi singkatan dari “Cari Uang Jalan Kaki”. Hingga saat ini, nama tersebut melekat erat sebagai identitas kuliner khas Bandung yang lahir dari perpaduan dua budaya.
Penulis: Victoria Nadine Gunawan
Editor: Kezia Laurencia
Foto: halodoc.com
Sumber: pikiranrakyat.com, rri.co.id