SERPONG, ULTIMAGZ.com – Analysis paralysis merupakan istilah populer untuk kondisi yang sering seseorang alami tanpa sadar. Kondisi ini umumnya terjadi ketika seseorang ingin mengambil keputusan, tetapi berakhir berpikir secara berlebihan sampai akhirnya tidak melakukan apapun.
Analysis paralysis acap kali muncul ketika Ultimates harus mengambil keputusan, tanpa mengetahui kepastian dari hasilnya. Beberapa contoh sederhananya seperti saat memilih pakaian sebelum ke kuliah, menentukan jurusan yang diminati, hingga menentukan menu makan malam. Banyaknya pilihan yang dapat dipertimbangkan dari segala pertanyaan membuat seseorang mampu terjebak dalam proses berpikir. Maka dari itu, yang kerap membingungkan bukan kurangnya opsi, melainkan terlalu banyak proses berpikir, dilansir dari hellosehat.com.
Baca juga: Ada Lovelace dan Warisan Kepemimpinan Perempuan di Dunia Teknologi
Fenomena ini makin terasa di era digital, ketika setiap keputusan kecil bisa terasa penting. Seseorang dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk membandingkan ulasan produk yang ingin dibeli, membaca opini orang lain, atau memainkan media sosial untuk mencari tips terbaik. Banyaknya informasi yang diterima mengakibatkan munculnya keraguan untuk melangkah.
Walaupun bukan merupakan gangguan kesehatan mental, analysis paralysis berkaitan dengan gejala kecemasan yaitu atelofobia, depresi, hingga Attention Deficit Disorder (ADHD). Atelofobia adalah ketakutan yang irasional untuk berbuat salah.
Ciri-ciri kondisi ini adalah ketika orang-orang berpikiran kaku, terlalu terpaku dengan pernyataan benar atau salah, serta baik atau buruk. Mereka akan merasa bingung bila suatu masalah tidak dapat diidentifikasikan ke kategori salah satunya. Kedua adalah perfeksionis yang mana orang terlalu berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Banyak hal yang tidak dapat diprediksi hasilnya sehingga ketidakpastian tersebut akan menghantui diri. Ketiga adalah kurangnya percaya diri. Sebagian orang yang merasakan hal ini karena belum banyak berlatih, sementara beberapa orang merasakannya karena pernah terkena dampak menyakitkan dari keputusan yang buruk, dilansir dari verywellmind.com.
Melansir ncbar.gov, menurut Laura Mahr, seorang konsultan kesejahteraan dan pelatih ketahanan mental, cara efektif untuk keluar dari analysis paralysis adalah dengan pendekatan Internal Family Systems (IFS). Metode ini menganjurkan kita untuk mengenali ‘bagian-bagian diri’ yang saling tertarik menarik ketika kita banyak berpikir. Metode tersebut terdiri dari lima langkah sederhana yaitu:
- Sadari ketika kita sedang terjebak. Kenali rasa seperti ragu, tegang, atau berpikir terlalu panjang tanpa keputusan,
- Kenali siapa yang bersuara dalam dirimu,
- Tanyakan baik-baik apa yang dibutuhkan oleh diri sendiri,
- Tenangkan diri ketika khawatir terhadap sesuatu, dan
- Mulai mengambil langkah kecil untuk maju.
Tujuannya bukan untuk menghapus rasa takut atau perfeksionisme, melainkan mengajak diri sendiri bekerja sama. Dengan itu, keputusan menjadi terasa lebih ringan, jelas, dan selaras dengan diri sendiri.
Baca juga: Ikan Barreleye, Makhluk Laut Dalam Berkepala Transaparan
Pada akhirnya, analysis paralysis tidak hanya mengenai malas bergerak, tetapi karena ada banyak bagian diri yang berusaha melindungi diri dengan caranya masing-masing. Pendekatan IFS mengajarkan untuk berhenti sejenak dan mengakui suara-suara itu agar bisa bekerja sama.
Ketika mulai mengalami perasaan-perasaan buruk tersebut, keputusan dapat terasa lebih ringan. Jadi, bila merasa terjebak karena terlalu banyak berpikir, ingatkan kepada diri bahwa tidak harus langsung mempunyai semua jawaban. Cukup dengarkan diri sendiri, mengambil langkah kecil, dan membiarkan kejelasan seiring waktu berjalan.
Penulis: Jemima Anasya R.
Editor: Jessie Valencia
Foto: freepik.com.
Sumber: hellosehat.com, verywellmind.com, ncbar.gov




