SERPONG, ULTIMAGZ.com – Pada masa sekarang, banyak laki-laki merasa malu menggunakan warna merah muda atau pink. Bukan karena ketidaksukaan terhadap warna tersebut, melainkan karena adanya asosiasi merah muda dengan sifat-sifat feminin. Namun, apakah Ultimates percaya bahwa warna ini justru menjadi identitas laki-laki pada zaman dahulu?
Melansir dari detik.com, warna merah mudah tidak diasosiasikan dengan perempuan pada abad ke-18. Warna ini digunakan bersama oleh laki-laki maupun perempuan pada saat itu. Dalam arti lain, tidak pernah ada identitas warna sebagai pembeda gender ataupun selera yang feminin dan maskulin.
Baca juga: Dunia dari Mata Anjing: Kabur, Minim Warna, tapi Tajam di Kegelapan
Menariknya, sempat ada periode yang mana warna ini mulai diasosiasikan sebagai warna maskulin. Salah satu ahli warna sekaligus Executive Director Pantone Color Institute, Leatrice Eiseman menjelaskan bahwa warna ini justru lebih cocok dikenakan oleh- laki-laki.
“Hal itu (warna pink) berkaitan dengan warna induk yaitu merah, yang dianggap penuh gairah, bersemangat, lebih aktif, dan lebih agresif. Meskipun tingkat intensitas warnanya dikurangi, warna tersebut tetap diasosiasikan dengan anak laki-laki,” ujar Eiseman, dilansir dari cnn.com.
Melansir dari vam.ac.uk, bahkan pada 1700-an, banyak laki-laki di Eropa gemar menggunakan warna tersebut sebagai simbol tanda kekayaan dan kekuasaan, bukan sebagai tanda pembeda gender. Dengan demikian, perspektif akulturasi budaya dan kebiasaan ini lahir dari interpretasi masing-masing.
Seiring berkembangnya waktu, beberapa industri pakaian pada 1940-an mulai mengategorisasi warna pink untuk perempuan dan biru untuk laki-laki. Hal ini disebabkan pengaruhnya strategi pemasaran pada saat itu dan keterlibatan figur publik seperti Mamie Eisenhower, Ibu Negara Amerika Serikat, yang mengenakan gaun warna merah muda pada 1950-an, dilansir dari jurnas.com.
Penampilan dari Mamie Eisenhower mendorong terjadinya konstruksi sosial yang mengasosiasikan warna merah muda dengan perempuan. Bentuk konstruksi ini menjadi nyata saat sepanjang 1960 hingga 1980-an, yang mana budaya pop memperkuat citra tersebut lewat figur seperti boneka Barbie menjadikan pink sebagai warna khasnya.
Baca juga: Papan Warna Biru dan Hijau Pada Rambu Lalu Lintas Berbeda, Ini Penjelasannya!
Memasuki abad ke-21, warna ini bergeser menjadi sebuah kampanye yakni “Pink for All” untuk merepresentasikan kesetaraan gender dari perempuan. Dengan demikian, muncul hubungan yang kuat antara pink dengan perempuan. Akhirnya, kepemilikan warna biru dan pink bertukar, yang mana biru dikorelasikan kuat dengan laki-laki, sedangkan pink menjadi identitas perempuan.
Namun, berakar dari asal-usul penggunaan warna, Ultimates khususnya laki-laki tidak perlu malu menggunakan warna pink, karena seperti perkataan Eisemen. Pink adalah warna turunan dari merah yang memiliki sifat kuat dan berani.
Penulis: Victoria Nadine Gunawan
Editor: Jessie Valencia
Foto: freepik.com
Sumber: detik.com, cnn.com, vam.ac.uk, jurnas.com





