JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Digelar di Graha Bhakti Budaya pada 25 dan 26 November lalu, Ruang Imaji mementaskan teater bertajuk “Kepada Gema”. Lakon yang diadaptasi dari novel metropop karya Diego Chistian ini mendapatkan respons positif dari penonton yang hadir di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Riuh tepuk tangan mengakhiri hari pertama pementasan ketiga Ruang Imaji tersebut. Sejumlah penonton bahkan terlihat menitikkan air mata di puncak konflik dalam pertunjukan yang berlangsung sekitar 2 jam.
Dalam lakon tersebut, Prisia Nasution atau yang akrab disapa Pia, berperan sebagai seorang wanita yang memiliki penyakit Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) bernama Atisha. Sebagai tokoh utama dalam pementasan ini, tentunya Atisha mendapatkan jumlah adegan paling banyak di dalamnya. Tak pelak, mengatur pergantian emosi dan busana di setiap adegan sempat menjadi tantangan sendiri untuk Pia.
“Sepanjang (pementasan) itu aku semua kan, jadi kayak bolak-balik ganti-ganti baju. Terus mesti ngapalin skrip apa segala macem, sudah lari masuk emosi yang beda,” tutur Pia.
Meski terbilang baru di dunia teater, namun penampilan pemenang Festival Film Indonesia (FFI) 2011 kategori pemeran utama wanita terbaik ini tetap mampu menyentuh emosi penonton dalam setiap adegannya. Sejak awal pentas dimulai, penonton dibuat penasaran dengan inti masalah yang menyebabkan Atisha mengidap PTSD. Segala cara ditempuh oleh keluarganya, mulai dari upaya medis hingga jalan pintas berupa bantuan paranormal dilakukan untuk menyembuhkan gangguan trauma yang dialaminya.
“Pementasan tadi itu menurut saya cukup memainkan emosi ya, terutama waktu si tokoh Atisha ini menceritakan apa yang sebenarnya menjadi alasan dia mendapat trauma itu,” ungkap Ghina, salah seorang penonton.
Lakon ini mengisahkan Atisha sebagai korban pelecehan seksual. Kehidupannya menjadi makin buruk setelah harus kehilangan sang ayah ketika mencoba menyelamatkannya, belum lagi dengan adanya permasalahan dalam kisah percintaannya. Kekasihnya, Gema (Iedil Putra) meninggalkannya tanpa kabar, kemudian hadir sosok Jesse (Abiyoga Harbunangin) yang menggantikan Gema. Di tengah hubungan mereka, Jesse meninggal dunia.
Masalah bertubi-tubi itu membuatnya semakin sulit mengatasi trauma dan berdamai dengan masa lalu. Setelah Jesse meninggal, Atisha tetap menganggap Jesse masih hidup dan hanya berhubungan secara jarak jauh. Setiap hari ia melihat video Jesse yang seolah-olah sedang berbincang dengannya.
Pementasan teater “Kepada Gema” sedikit berbeda dengan seni teater murni. Sebab, pementasan ini dibawakan secara modern. Mulai dari penataan panggung dan riasan pemain, tidak menunjukkan drama yang menonjol seperti pertunjukan teater pada umumnya. Bahasa yang digunakan pun ringan, sehingga penonton lebih mudah memahami jalan cerita. Alunan musik pengiring juga mampu dipadukan dengan baik untuk mendukung adegan.
“Kepada Gema” mengajak penonton agar lebih peka terhadap permasalahan yang dialami diri sendiri, maupun orang-orang sekitar. Teater tersebut juga menunjukkan bagaimana setiap tokoh sebenarnya memiliki permasalahannya masing-masing, dan pentingnya untuk berdamai dengan masalah di masa lalu yang menyebabkan trauma.
Penulis : Anindya Wahyu Paramita
Editor : Gilang Fajar Septian
Foto : Nadine K. Azura