JAKARTA, ULTIMAGZ.com — Sebanyak empat dari sepuluh film pendek yang diputar di screening malam pembuka UMN Screen 2018 pada Rabu (02/05/2018), di Goethe-Institut, Jakarta digarap oleh sutradara mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
Dua paruh tema besar membagi penayangan malam pembuka UMN Screen kali ini, yakni Mendaki Gunung Tanpa Puncak (Sesi Pertama) dan Berhadapan Dengan Kenyataan (Sesi Kedua). Deretan judul film yang meramaikan di antaranya Suci, Pulang, Marzuki, The Apple and Its Tree, Wasangka, Cuit Cuit, Kelabu, Baba, HitLove, dan Life of Death.
Bungkam Kobar Emosi dari Citraan Elva dan Suci
Dua karakter dari dua film yang berbeda, Elva (The Apple and Its Tree, Gisela Levy) dan Suci (Suci, Sarah Adilah), memiliki citra karakter yang hampir sama.
Berfokus pada lingkaran keluarga, The Apple and Its Tree berkisah mengenai Elva yang meminta sang ayah untuk mengantarkannya ke perlombaan badminton pada pukul lima sore, namun ayahnya selalu menolak dengan berbagai alasan.
Sedangkan Suci menggambarkan kisah mengenai kerelaan dan rasa gelisah dari perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Dengan segala prosa problematika, Suci sama-sama bercerita melalui kesederhanaan plot dan karakter yang vokal.
Baik The Apple and Its Tree maupun Suci sama-sama menjanjikan ending yang terbuka. Selain itu, kedua karakter yang juga merepresentasikan citra perempuan masa ini: karakter Suci dengan energi independennya dan karakter Elva dengan tendensi emosi seorang anak yang terbungkam.
Curahan Diskriminasi dan Pelecehan
Isu seputar diskriminasi dan pelecehan seolah tak pernah habis diangkat. Terbukti dari disorotnya dua permasalahan tersebut dalam Cuit Cuit (Jip Hana Ramadhani Prasetya) dan Kelabu (Eirene Hasian).
Diiringi metafora animasi ayam sebagai laki-laki dan kucing sebagai perempuan, persoalan cat calling menjadi fokus utama yang dibahas Cuit Cuit.
Berbeda dengan Cuit cuit, Kelabu menonjolkan “glass ceiling” dan “glass wall” yang kerap diasosiasikan dengan kehidupan perempuan; dimana salah satu contohnya adalah hambatan untuk berkarir lebih tinggi dikarenakan tuntutan budaya dari suara otoritas orang tua.
Keduanya mengambil isu yang berbeda, namun benang merah yang berhasil ditarik adalah persoalan suara perempuan yang tak selalu bisa didengar.
Cuit Cuit dan Kelabu berhasil berdiri sebagai representasi kisah dari para perempuan yang selalu senang bersembunyi; punya harapan, namun pupus oleh tendas patriarki.
Penulis: Felix
Editor: Gilang Fajar Septian
Foto: Angelina Rosalin