JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Barisan Women’s March, Sabtu (03/03/18) turut diramaikan dengan pakaian bernuansa hijau toska dan ungu, serta kostum-kostum dengan makna tersirat dibaliknya. Pun, ragam busana yang ditampilkan dipilih untuk mendukung para pejuang kesetaraan pada pawai tersebut.
Dilansir dari akun Instagram resmi Women’s March Jakarta, warna toska dipilih karena melambangkan ketenangan dan harapan bagi para penyintas kekerasan. Sedangkan warna ungu melambangkan perdamaian, keberanian, ketahanan, kehormatan dan dedikasi untuk mengakhiri kekerasan.
Tak hanya warna, ragam busana lainnya juga memiliki makna di baliknya. Salah satu peserta parade kesetaraan tersebut, Daya, mengenakan bra dan kemeja untuk menolak pelecehan terhadap perempuan.
“My body, My rights. Dengan pakai baju kayak gini ya suka-suka aku, ini tubuh aku. Mau perempuan pakai baju apapun, dia berhak atas tubuhnya sendiri, dia enggak berhak diperkosa atau menerima kekerasan seksual,” ujar Daya.
Seorang mahasiswa bernama Noval Auliady pun turut memakai kostum berpola garis-garis layaknya narapidana. Kostum yang ia kenakan merupakan bentuk kekhawatirannya atas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang digodok.
“Kita harus siap-siap kalau misalnya RKUHP diloloskan kita semua bisa dipenjara, jadi kita siap-siap dulu aja terbiasa dengan baju seperti ini. Ini sebagai awareness, sih, kalau RKUHP itu sangat real,” pungkas Noval. Adapun RKUHP yang dimaksudkan berkaitan dengan kriminalisasi pada bab kesusilaan peraturan tersebut.
Terlihat juga beberapa kostum unik selama aksi damai berlangsung. Sebut saja Dea dari komunitas Indonesia feminis, yang menolak jika feminisme disebut produk barat dengan memakai kostum penari jawa.
“Dengan kostum ini aku mau bilang feminisme itu bukan dari barat, fenimisme itu udah ada dari jaman dahulu kala. Jaman dulu perempuan enggak pakai atasan pun udah dihargain. Jaman sekarang harus ditutupin baru dihargain. Kan aneh, berarti ada sesuatu yang salah dari kita melihat tubuh perempuan,” ujar Dea.
Dari sisi film, tampak sosok Darth Vader dari film Star Wars yang ikut dalam pawai tersebut. Pengguna kostum tersebut, Margianta, meyakini bahwa semua orang dapat menjadi pribadi yang baik.
“Darth Vader adalah tokoh yang pertamanya baik, lalu jahat, lau baik lagi. Nah, saya percaya orang yang datang kesini atau yang ada disini juga pada dasarnya bisa menjadi seorang yang baik, asal kita enggak berhenti menyuarakan apa yang baik dan terus dengan cara yang benar juga,” ujarnya.
Selain kostum-kostum tersebut, masih banyak aksesoris lain yang digunakan peserta, seperti caping untuk mendukung petani perempuan serta aksesoris warna-warni untuk mendukung kalangan dari ragam orientasi seks.
Penulis: Ariefiani Elfrida Mastina Harahap
Editor: Ivan Jonathan
Foto: Billy Dewanda