JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Women’s March Jakarta yang berlangsung Sabtu (4/3/17) diramaikan gerakan feminisme Indonesia dengan mengenakan pakaian serba pink. Mereka menyampaikan permasalahan sosial dan budaya guna sebagai tuntutan yang mereka sampaikan di depan Istana Negara.
Permasalahan pertama fokus pada pendidikan yang dikenyam oleh perempuan. Deputi Program Institut KAPAL Perempuan Budhis Utami menjelaskan, pendidikan sangat berpengaruh terhadap perempuan.
“Menurut data Badan Pusat Statistik 2015 angkatan kerja Indonesia sekitar 63% hanya mengenyam pendidikan SD dan SMP. Kemudian, bila dilihat pada buruh di sektor Industri 70%-nya perempuan yang hanya mengenyam pendidikan sampai SMP, sedangkan pada buruh migran 80% perempuan dan bekerja di sektor rumah tangga. Dari sini bisa dilihat pengaruh pendidikan dimana perempuan bekerja di sektor-sektor formal yang tidak ada perlindungan hukumnya,” ucap Budhis saat konferensi pers Women’s March Jakarta di KeKini, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/17).
Sementara itu, Permasalahan kedua membicarakan keprihatinan pemerintah soal buruh migran terutama pada perempuan.
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, komitmen pemerintah dalam melindungi buruh migran masih menjadi sebuah tanda tanya sebab pemerintah belum melakukan apa-apa terkait hal itu.
“1,5 juta perempuan buruh migran di Arab Saudi rentan pelanggaran HAM. Dari 10 kesepakatan yang dibuat oleh Jokowi dan Raja Salman, tidak ada satu poin pun yang membahas mengenai perlindungan terhadap perempuan buruh migran Indonesia,” tutur Anis.
Kebebasan dan hak-hak trans perempuan yang belum mereka nikmati di Indonesia menjadi topik permasalahan yang juga disampaikan. Perwakilan dari Sanggar Swara (Sanggar Waria Remaja) Kanza Vina mengatakan, berdasarkan data sanggar swara 2014, hanya 42% waria yang mendapat pendidikan SMA. Kemudian, dilihat dari hak-hak seperti pendidikan dan berpolitik juga masih minim.
Nah, tuntutan #3 juga menuntut penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Tahu nggak, 193 perempuan dibunuh di Indonesia pada tahun 2016? pic.twitter.com/QcMQWEmY02
— Jakarta Feminist (@jakartafeminist) March 3, 2017
Dari topik-topik inilah, muncul delapan tuntutan terkait perempuan Indonesia untuk peradaban setara yang diajukan kepada pemerintah pada aksi Women’s March Jakarta, Sabtu lalu.
Penulis: Harvey Darian
Editor: Christoforus Ristianto
Fotografer: Harvey Darian
Ini artikel lama tp krn br saja woman’s day 2019. Sebagai laki-laki saya melihat masalah utama sebenarnya perempuan yg msh senang dg benevolent sexism. Ibarat menolak kue yg gak enak tp mau jilat2 bagian yg enaknya ya ga bisa. Saat ini kalau laki2 yg dirugikan scr gender tdk ada yg ingat kesetaraan gender. Pernah ada yg tulis ttg ibu2 usir laki2 tua yg duduk di kereta. Tp hal ini gak dianggap serius krn korbannya laki2. Setau saya Skandinavia plg konsisten dg kesetaraan gender (meski blm perfect) upah sudah setara paksa split bill saat kencan tdk masalah. Sudah ada kesempatan kerja yg sama maka hak duduk di kendaraan umum tdk membedakan gender ( kecuali kondisi hamil yg tetap prioritas duduk).