SERPONG, ULTIMAGZ.com – Kebutuhan akan hunian yang hemat energi cukup tinggi untuk menjaga lingkungan saat ini. Hal ini disampaikan dalam seminar Archiweek yang mengangkat tema “Mengoptimalkan Penghematan Energi melalui Material dan Desain”, pada Sabtu (23/11/19).
Arsitek sekaligus urban planning Sigit Kusumawijaya mengungkapkan bahwa urban farming menjadi salah satu solusi untuk menjaga lingkungan. Hal ini dikarenakan menurutnya sudah banyak berkurang lahan hijau.
“Saat ini banyak lahan hijau yang hilang. Yang seharusnya tidak berfungsi jadi hunian berubah jadi hunian atau malah tempat komersil lainnya karena kurang tegasnya regulasi dari pemerintah,” ujar Sigit.
Sigit bilang bahwa saat ini perkotaan sudah termasuk padat dengan hunian. Hal ini tentu menyebabkan banyak masalah seperti kurangnya sumber daya alam, ruang publik yang semakin jarang ditemui, dan masih ada kemacetan yang terjadi. Selain itu, ia menuturkan bahwa modernisasi pada perkotaan menyebabkan wajah kota yang homogen.
Sebagai arsitek, ia menyebutkan bahwa masalah ini menjadi salah satu tanggung jawab arsitek untuk mengarahkan klien mengenai hunian yang ramah lingkungan. Hal ini juga diungkapkan sebagai cara untuk melawan persepsi masyarakat bahwa arsitek tak hanya menjadi tukang gambar bagi klien.
“Kita harus bisa merubah paradigma klien agar mau membuat hunian yang bisa ramah lingkungan. Jika tidak melakukan go green dari sekarang, maka biaya yang akan dikeluarkan ke depannya akan sangat banyak,” jelas Sigit.
Urban farming menjadi salah satu ciri khas hunian yang dirancang oleh Sigit. Hunian-hunian dengan sumur resapan yang besar dan beberapa ornamen tumbuhan di sekeliling hunian dianggap mampu melestarikan lingkungan. Di beberapa proyek yang ia buat, Sigit juga mengaplikasikan rumah yang mampu secara mandiri menjaga ketahanan pangan keluarga.
Menurutnya, urban farming tak melulu memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam hal perawatan. Ia bilang bahwa konsep ini bisa disesuaikan dengan klien. Jika klien dianggap masih baru dalam memakai konsep ini bisa dibuatkan hunian yang tak perlu repot dalam kebutuhan perawatan.
Sigit juga mengingatkan bahwa menjadi arsitek perlu menjaga ekosistem lingkungan yang sudah terbentuk sebelumnya. Ia bilang arsitek akan selalu merusak ekosistem yang sudah ada dengan adanya hunian, namun arsitek perlu mengembalikan ekosistem tersebut jika hunian sudah terbentuk.
“Bagaimana caranya kupu-kupu bisa kembali lagi ke hunian kita, itu analoginya,” tutup Sigit.
Penulis: Adrianus Dwi Octaviano
Editor: Nabila Ulfa Jayanti
Foto: Rafaela Chandra