SERPONG, ULTIMAGZ.com – Dunia literasi Indonesia kini diwarnai oleh berbagai nama-nama penulis terkenal. Eka Kurniawan merupakan salah satu di antara jajaran penulis kenamaan bangsa. Lelaki kelahiran 28 November 1975 ini berhasil menciptakan karya spektakuler yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Karya pertamanya yang berjudul ‘Cantik Itu Luka’ telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Novel ini mengangkat kisah seorang wanita cantik bernama Dewi Ayu yang menjadi seorang pelacur. Dewi Ayu kemudian memiliki 3 orang anak perempuan yang sangat jelita dari ayah yang berbeda. Ketika Dewi Ayu melahirkan anak keempat, bertolak belakang dengan kakak-kakaknya, anak itu buruk rupa. Namun, Dewi Ayu tetap memberinya nama Cantik.
Latar dalam novel yang terbit pertama kali pada tahun 2002 ini berada pada waktu pendudukan Jepang di Indonesia hingga masa pemberontakan PKI 1965. Eka Kurniawan menggunakan bahasa yang sangat eksplisit dalam penggambaran ceritanya. Sejak halaman pertama Eka membuat pembaca merasa penasaran karena Eka ‘menghidupkan’ kembali Dewi Ayu yang dikisahkan sudah tewas selama 21 tahun.
“Kawin dengan orang yang tak pernah dicintai jauh lebih buruk dari hidup sebagai pelacur.”
Dalam novel ini, Eka menarik simpati pembaca terhadap tokoh-tokoh yang diciptakannya. Eka memetakan pikiran bahwa menjadi cantik tidak selamanya indah. Alur maju-mundur membuat cerita ini semakin tidak tertebak. Pembaca baru bisa menyimpulkan benang merah keseluruhan cerita ketika sampai di halaman terakhir novel ini.
Novel keduanya ‘Lelaki Harimau’ telah diterbitkan dalam bahasa Inggris, Italia, Korea, Jerman dan Prancis. Novel ini menjadi novel Indonesia pertama yang dinominasikan di ajang penghargaan sastra bergengsi dunia, “The Man Booker International Prize”. Melalui novel ini pula, Jurnal Foreign Policy menobatkannya sebagai salah satu dari 100 pemikir paling berpengaruh di dunia. Hal ini berhasil menegaskan posisi Indonesia di peta kesusastraan dunia.
Eka menciptakan tokoh Margio pada novel ini. Seorang bocah penangkap babi yang pada suatu sore terseret ke dalam pembunuhan paling brutal di desanya. Margio bersikeras mengelak tuduhan yang dijatuhkan kepadanya dan terus menerus berkata “Bukan aku yang melakukannya. Ada harimau di dalam tubuhku.”
Sama seperti novel sebelumnya, Eka masih menggunakan latar Indonesia masa lalu. Alur pun juga dibuat maju mundur dengan kesimpulan yang baru bisa dimengerti di halaman-halaman akhir novel ini.
“Jika seseorang tak bisa mengendalikan binatang ini, ia bisa begitu ganasnya hingga tak ada apa pun bisa menahannya jika ia mengamuk.”
Selain kedua novel ini, Eka juga menerbitkan ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ (2014), ‘Novel O’ (2016), ‘Corat-Coret di Toilet’ (2000), ‘Gelak Sedih dan Cerita-cerita Lainnya’ (2005), ‘Cinta Tak Ada Mati’ (2005), ‘Kumpulan Budak Setan’ (2010), ‘Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi’ (2015).
Pada tahun 2018 Eka Kurniawan meraih penghargaan Prince Claus Awards 2018 kategori Sastra/Literatur di Belanda. Penghargaan itu diberikan kepada sosok yang karyanya memberikan dampak positif pengembangan masyarakat di Afrika, Asia, Amerika Latin dan Karibia. Bukan hanya itu, Eka dianggap berhasil menaikkan kembali budaya Indonesia lewat penceritaan kembali kisah lokal yang selama ini mulai terlupakan.
Karya-karya Eka Kurniawan cocok untuk pembaca yang mengharapkan nuansa baru dari sastra Indonesia. Bahwa literatur ndonesia tidak melulu soal percintaan dan drama-drama yang membuat hati terenyuh tapi tidak memiliki nilai yang cukup berharga untuk diingat.
Penulis : Andi Annisa Ivana Putri
Editor : Hilel Hodawya
Foto : rappler.com
Sumber : brilio.net, edukasi.kompas.com