SERPONG, ULTIMAGZ.com — Cahaya dari jendela memperlihatkan panorama gedung yang menjulang tinggi dan punggung seorang pria. Dengan setelan jasnya, sang pria berkacamata membalikan tubuhnya lalu berjalan ke arah ruangan lainnya. Kemudian ia mulai bersikap seperti bos yang menyuruh bawahannya bekerja dan lantunan lirik pun mulai terdengar.
I’d be a fearless leader, I’d be an alpha type
When everyone believes ya, what’s that like?
I’m so sick of running as fast as I can
Wondering if I’d get there quicker if I was a man
And I’m so sick of them coming at me again
‘Cause if I was a man
Then I’d be the man, I’d be the man
Potongan adegan dan lirik dalam video musik The Man ini menjadi personifikasi maskulinitas dalam masyarakat. Biasanya laki-laki memiliki peringkat yang lebih tinggi daripada perempuan dalam dunia pekerjaan. Selain itu, Taylor Swift dengan sengaja juga memparodikan salah satu adegan di film Wolf of Wall Street.
Pengadaptasian adegan dari film tersebut bukan hanya dilakukan satu kali. Penulis dan penyanyi asal Amerika ini juga mengambarkannya dalam beberapa klip. Liriknya pun menyinggung pemeran utama film Wolf of Wall Street, Leonardo DiCaprio.
I’d be just like Leo, in Saint-Tropez

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Insider, Taylor Swift melakukan ini karena ingin menyoroti sejarah Leonardo DiCaprio yang umumnya sering berkencan dengan para model. Dalam hal ini, Insider melihat pesan Taylor Swift bahwa adanya perbedaan pencitraan yang dikonstruksi oleh masyarakat. Pada kasus ini, Leonardo malah justru dicap sebagai legenda karena berhasil mengencani banyak model yang usianya lebih muda. Namun, jika perempuan melakukan hal yang sama, orang akan mengkritisi tentang kebiasaan bekencannya.
Kritik Taylor Swift tentang ketimpangan gender tidak hanya terbersit dari lirik lagunya. Dengan mengilustrasikan seorang pria yang sedang naik kereta, ia sudah menyelipkan beberapa simbol dalam potongan gambar. Koran yang dibaca oleh sang pria, misalnya.
Dalam koran tersebut, terlihat bagaimana ketidaksetaraan gender pada pemberitaan media. Hal ini mengacu pada judul di pemberitaan utama koran tersebut yang bertuliskan, “What Man Won the Year in Celebrity Dating?”. Sekali lagi, Taylor Swift ingin mengatakan standar ganda di media yang terjadi hingga saat ini.
Standar ganda atau double standard merupakan ukuran moral dengan membuat penilaian terhadap subjek yang berbeda. Sebagai contoh, masyarakat menganggap tindakan menangis yang dilakukan perempuan merupakan hal yang biasa dan sebaliknya untuk laki-laki. Selain itu, perempuan juga hanya muncul dalam rubrik gaya atau style sedangkan komposisi pemberitaan untuk laki-laki terpaut lebih besar.

Taylor menyindir pula beberapa tingkah kaum Adam yang mengganggu kenyamanan publik, seperti merentangkan kaki saat duduk, merokok di dalam gerbong kereta, membaca koran sampai mengganggu orang, dan buang air kecil sembarangan. Bukan hanya itu, Swift juga menyoroti bagaimana standar ganda yang terjadi antara seorang janda dan duda dalam mengurusi anaknya. Dengan upaya mengasuh yang minimum, seorang duda bisa dilihat sebagai ‘World’s Greatest Dad’ sedangkan usaha perempuan dalam merawat anaknya acap kali dianggap biasa saja.
Setelah itu, Taylor juga menyoroti momen altet tenis perempuan, Serena Williams, saat ia meluapkan emosinya kepada wasit dalam Amerika Terbuka 2018. Serena sampai mendapatkan hukuman ketika ia berusaha ingin menuntut penjelasan. Dalam hal ini, sang pria menjadi petenis yang memukul raket ke tanah dan komplen kepada wasit. Adegan ini mewakili standar ganda atas perempuan, di mana perempuan yang meluapkan emosinya akan menjadi pergunjingan. Tanggapan yang berbeda akan didapatkan oleh laki-laki jika mereka melakukan hal serupa.
“A man allowed to react. A woman can only overreact,” tanggap Taylor saat diwawancari oleh CBS mengenai seksisme di industri musik.
Ketimpangan gender di dunia hiburan juga ia gambarkan lewat adegan terakhir video musik ini. Terlihat sang pria diminta oleh Taylor yang berperan sebagai direktur untuk mencoba menjadi orang yang lebih seksi dan menyenangkan. Hal ini biasanya kerap terjadi dalam kehidupan aktris dan tidak dialami oleh kaum Adam.

Selain itu, tanggal perilisan video musik The Man sendiri bertepatan dengan hari perayaan Woman Supreme Court yang jatuh pada 27 Februari. Perayaan tersebut dilaksanakan guna memperingati Amandemen ke-19 Konstitusi Amerika terkait hak pilih perempuan. Dalam Amandemen ke-19 tertulis bahwa hak warga negara Amerika Serikat untuk memilih tidak akan ditolak atau diringkas oleh warga Amerika Serikat atau negara manapun karena seks. Keputusan tahun 1992 ini merupakan hasil dari jerih payah pembuatan pertemuan, petisi, dan protes yang dilakukan oleh wanita dan pendukungnya selama lebih dari 7 dekade.
Sejauh ini hasil dari video musik pertama yang digarap oleh Taylor, banjir dengan kritik terkait ketimpangan gender, standar ganda, dan patriarki yang ada di dalam masyarakat. Taylor juga memberi kejutan pada bagian akhir video musiknya. Dengan memperlihatkan bukti foto transformasi riasan mukanya, ternyata sosok pria pemeran utama di video musik The Man adalah Taylor sendiri.

The Man merupakan salah satu lagu dari album “Lovers” Taylor Swift. Karya-karyanya kerap kali memiliki easter eggs atau simbol-simbol tersembunyi. Hingga saat ini, beberapa lagu album “Lovers” yang sudah rilis kerap kali mengkritisi kondisi politik Amerika Serikat terkait gender.
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=AqAJLh9wuZ0[/embedyt]
Penulis: Elisabeth Diandra Sandi
Editor: Agatha Lintang
Foto: YouTube Taylor Swift, bananaofswifts.tumblr.com, YouTube Insider
Sumber: cnnindonesia.com, elle.com, kompas.com, cewekbanget.grid.id, YouTube Insider