SERPONG, ULTIMAGZ.com — Meraih prestasi gemilang merupakan hal yang dapat mendatangkan rasa bangga bagi seseorang. Namun, bagaimana jika pencapaian tersebut justru membuat sang peraih merasa tidak pantas, ragu, dan tak kunjung merasa cukup akan kemampuannya?
Hal inilah yang dikenal dengan sebutan impostor syndrome. Melansir tirto.id, istilah tersebut pertama kali digunakan oleh Psikolog Klinis Dr. Pauline R. Clance dan Suzanne A. Imes pada 1978. Dalam jurnalnya yang berjudul “Impostor Syndrome Sebagai Mediator Hubungan Antara Religiusitas dengan Kecemasan yang Dialami oleh Mahasiswa Baru”, Rohmadani dan Winarsih menuliskan definisi impostor syndrome menurut Clance dan Suzanne, yakni suatu perasaan bersalah atas kesuksesan, ketakutan akan evaluasi, perasaan tidak berharga dan ketidakmampuan dalam pendidikan, serta kurangnya penerimaan atas keberhasilan.
Melansir kompas.com, impostor syndrome bukanlah sebuah penyakit mental atau gangguan kejiwaan, melainkan mengarah kepada fenomena di kalangan masyarakat. Orang yang mengalami kondisi ini biasanya kerap meragukan pencapaian yang telah ia raih. Ia merasa bahwa hal tersebut bukan buah dari kemampuan yang ia miliki. Hal itulah yang membuatnya terus merasa kurang, hingga akhirnya memaksa diri bekerja lebih keras untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna lagi.
Faktor penyebab impostor syndrome pun bermacam-macam. Salah satunya ialah faktor keluarga atau lingkungan sekitar. Seseorang yang mengalami impostor syndrome bisa jadi berasal dari keluarga yang sangat menghargai suatu pencapaian dan kerap memberi pujian. Selain itu, faktor lainnya bisa berasal dari lingkungan baru yang tidak cocok dengan orang tersebut. Ketika seseorang merasa tidak cocok dengan lingkungannya, ia akan kesulitan untuk menyesuaikan diri. Hal inilah yang dapat membuat dirinya merasa tidak lebih baik dari orang lain.
Baca juga: Persaingan Mahasiswa: Adakah Hubungannya dengan Duck Syndrome?
Dalam bukunya yang berjudul The Secret of Successful Women: Why Capable People Suffer from the Impostor Syndrome and How to Thrive in Spite of It, Dr. Valerie Young memaparkan lima jenis utama dari impostor syndrome. Berikut penjelasannya.
- The Perfectionist
The perfectionist merujuk pada kondisi seseorang yang terus menuntut dirinya untuk melakukan sesuatu dengan sempurna. Ketika ada kegagalan, bahkan yang hanya disebabkan oleh masalah kecil sekalipun, ia akan mengkritik pekerjaannya, lalu merasa malu karena hal tersebut. Selanjutnya, ia akan terus merasa ragu dan tidak berani untuk mencoba hal-hal baru karena yakin bahwa ia tidak akan berhasil melakukannya dengan sempurna.
- The Natural Genius
The natural genius menggambarkan seseorang yang mengalami kesulitan untuk memahami hal baru. Pada saat itu, walaupun baru percobaan pertama, ia akan langsung merasa gagal dan menganggap dirinya tidak kompeten. Hal ini disebabkan karena seseorang yang kompeten seharusnya tidak menemui kesulitan dalam memahami suatu hal baru.
- The Rugged Individualist (Soloist)
Jenis impostor syndrome yang satu ini merujuk pada kondisi seseorang yang menganggap bahwa ia dapat disebut “sukses” ketika melakukan semuanya sendirian. Menurutnya, meminta dukungan atau bantuan dari orang lain sama saja dengan menunjukkan kelemahan diri sendiri. Hal itulah yang membuatnya terus meyakini bahwa ia bisa menangani semua hal dengan kemampuannya sendiri, tanpa bantuan orang lain.
- The Expert
The expert menggambarkan kondisi seseorang yang mengharuskan dirinya untuk bisa memiliki pemahaman penuh mengenai suatu topik. Ia akan menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari segala hal yang berkaitan dengan topik tersebut dan memastikan bahwa ia benar-benar memahaminya. Jika dirinya melewatkan sesuatu atau tidak mampu menjawab pertanyaan, ia akan merasa gagal dan meremehkan kemampuan yang sebenarnya sudah ia miliki.
- The Superhero
The superhero merujuk pada kondisi seseorang yang menganggap kesuksesan itu adalah ketika ia bisa menjalankan semua perannya dengan sempurna. Mulai dari peran sebagai mahasiswa, karyawan, teman, hingga orang tua. Jika ada peran yang tidak dijalankan dengan baik, ia akan merasa gagal. Hal inilah yang membuatnya terus mendorong diri untuk bisa memberikan hasil yang selalu maksimal.
Lalu, bagaimana cara untuk mengatasi impostor syndrome? Situs American Psychological Association membagikan sejumlah tips untuk bisa terlepas dari kondisi ini. Untuk Ultimates, ULTIMAGZ telah merangkum informasinya dalam infografik berikut.
Penulis: Christabella Abigail Loppies
Editor: Jessica Elisabeth
Foto: unsplash.com
Sumber: kompas.com, tirto.id, idntimes.com, Rohmadani, Z. V. & Winarsih, T. (2019). Impostor Syndrome Sebagai Mediator Hubungan Antara Religiuisitas Dengan Kecemasan yang Dialami oleh Mahasiswa Baru. Jurnal Psikologi Integratif. 7(2), 122-130.