SERPONG, ULTIMAGZ.com — Tidak jarang makanan yang ada ternyata lebih dari kata ‘cukup’. Bagi mereka yang memiliki akses, membuang makanan terasa begitu mudah. Namun, tidak dengan sisi lain dari koin.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga memberikan perhatian khusus mengenai masalah pangan. Dalam Sustainable Development Goals (SDGs), salah satu poin yang disorot adalah mengakhiri kelaparan.
Selama beberapa tahun terakhir, istilah food loss dan food waste pun naik daun. Keduanya serupa, tetapi tak sama.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mendefinisikan food loss sebagai pengurangan kuantitas atau kualitas makanan akibat pihak pemasok. Kurangnya teknologi untuk mengolahnya serta gagal panen merupakan beberapa alasan umum.
Food waste didefinisikan sebagai pengurangan makanan di tingkat retail dan konsumsi. Misalnya, jika seseorang tidak menghabiskan makanan dan membuang sisanya.
Menurut The Economist Intelligence Unit, Indonesia berada di posisi kedua penghasil sampah makanan terbanyak di dunia dengan jumlah 300 kilogram per orang setiap tahunnya. Posisi ini berada di atas Amerika Serikat yang menghasilkan 277 kilogram per orang setiap tahun.
Meskipun demikian, ternyata jenis sampah makanan yang dihasilkan antara negara maju dan negara berkembang berbeda. Di negara maju, lebih banyak food waste yaitu makanan terolah. Namun, di negara berkembang seperti Indonesia lebih banyak food loss dari hasil pertanian.
Salah satu organisasi yang sedang berusaha berperan mengurangi food loss dan food waste adalah Kertabumi Recycling Center. Organisasi yang menyebut dirinya sebagai ‘klinik sampah’ ini biasanya beroperasi dalam pengolahan sampah anorganik, tetapi juga fokus ke sampah organik dari rumah tangga.
“Klinik sampah itu sebenarnya ingin mengubah perspektif dari sampah sebagai barang yang tidak lagi berguna, sehingga dibuang, tapi menjadi sampah sebagai bahan baku untuk mengolah produk baru,” ungkap pendiri Kertabumi Recycling Center Ikbal Alexander.
Produk baru dari sampah organik atau sampah makanan di Indonesia kerap hadir dalam bentuk kompos. Menurut Ikbal, ini tidak terlalu menjadi fokus organisasinya karena tenaga serta biaya pengelolaannya kembali dan jualnya tidak sebanding. Namun, itu tidak menghentikan Kertabumi Recycling Center untuk ikut mengambil peran dalam mengurangi sampah makanan.
Sebagai langkah pencegahan, Kertabumi kini sedang aktif mengampanyekan menghabiskan makanan dan mengelola bahan-bahannya secara optimal.
“Kalau kayak gitu, enggak akan ada sampah, ‘kan?” tambahnya.
Selain itu, juga ada kampanye untuk memperpanjang usia sayuran yang diunggah ke akun Instagram @kertabumirecyclingcenter.
Tahap daur ulang Kertabumi Recycling Center pun dibagi menjadi dua cara oleh Iqbal. Pertama adalah menumbuhkan kembali sisa sayuran seperti daun bawang, kangkung, bayam, hingga mint. Cara kedua adalah membuat sampah menjadi sesuatu yang baru seperti keripik dari kulit udang atau kulit kentang.
Organisasi yang sudah pernah bekerja sama dengan berbagai perusahaan ini pun memiliki piramida khusus untuk mengatasi food waste. Langkah pertama adalah menghabiskan makanan yang sudah diambil secukupnya. Apabila tidak habis dan masih layak dimakan, bisa lanjut ke langkah berikutnya yaitu diberikan kepada orang lain, dan kepada hewan jika tidak layak. Namun, mengatasi food waste tidak sampai di situ saja. Sisa makanan masuk ke dalam kategori sampah organik sehingga bisa dijadikan kompos untuk tanaman.
Menurut Ikbal, semua pihak tetap harus bahu membahu mengurangi sampah makanan. Jika bisa, mengolahnya kembali hingga akhirnya memiliki nilai bagi orang lain.
Penulis: Nadia Indrawinata
Editor: Andi Annisa Ivana, Maria Helen Oktavia, Xena Olivia
Foto: Timothy B. Hallatu