SERPONG, ULTIMAGZ.com – Seorang anak pergi ke warung untuk membeli minuman manis. Setelah mengambil sebuah minuman yang harganya empat ribu, dia membayar barang tersebut dengan uang berwarna coklat. Ternyata tidak hanya untuk minum, dia yang seharusnya mendapat kembalian malah merelakan uang tersebut untuk sesuatu yang tidak boleh dijual kepadanya.
“Bu kembaliannya buat rokok saja sebatang,” ujar mahasiswa Film dan Televisi (FTV) angkatan 2018 Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Samuel Aswel menirukan kegiatan rutin yang dia lakukan sembilan tahun lalu.
Rokok pertama dihisap Aswel saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas enam. Setelah seminggu melakukannya secara rutin, dia berhenti karena merasa kurang nyaman merokok. Namun, selang dua tahun, Aswel yang sudah menjadi murid kelas sembilan Sekolah Menengah Pertama (SMP), kembali mengulang kebiasaan yang dia lakukan dulu.
“Nah, SMP mulai kenal sama yang namanya tongkrongan, gue ngerokok lagi, jadi ngerokok terus deh sampai sekarang,” kata Aswel dengan mulut berlumuran asap.
Negara ini memang memiliki aturan untuk batas usia mengkonsumsi tembakau. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 bagian ketiga pasal 25 mengatur tentang peredaran zat adiktif yakni rokok, mengatakan bahwa penjual dilarang menjual produk tembakau kepada anak di bawah 18 tahun dan perempuan hamil. Namun, peraturan itu hanyalah tulisan di dalam buku undang-undang mengingat penjual produk tersebut tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Penjualnya enggak pernah melarang untuk beli rokok,” kata Aswel.
Padahal rokok memiliki berbagai macam zat berbahaya. Kementerian Kesehatan mencatat terdapat lebih dari 400 zat yang tidak layak dikonsumsi tubuh manusia, seperti ammonia untuk pembersih lantai, acetone untuk pembersih kuku, bahkan methanol yang menjadi bahan bakar roket dan 43 zat lain yang dapat memicu kanker dalam kandungan satu batang rokok. Tidak lupa, zat adiktifnya yaitu nikotin, akan membuat perokok sulit keluar dari kebiasaan buruknya.
Sementara di sisi lain World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa rokok dapat memicu banyak penyakit. Selain kanker, perokok rutin akan merasakan sistem kekebalan tubuh dan beberapa indra, terutama indra pengelihatan, pendengaran, dan peraba, melemah secara signifikan.
Perokok memiliki risiko mengalami katarak lebih tinggi dan hilangnya pendengaran karena efek merokok jangka panjang terhadap asupan darah pada cochlear. Merokok di usia muda juga dapat membuat kulit menua lebih cepat, karena protein yang memberikan kekenyalan kulit akan hilang, vitamin A habis, dan tersumbatnya aliran darah.
Komponen dari rokok juga memiliki andil dalam melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat para penikmatnya memiliki risiko terkena infeksi paru. WHO turut menuturkan bahwa mayoritas perokok juga memiliki predisposisi genetik, atau versi lain genetik terhadap penyakit autoimun. Perokok memiliki kesempatan lebih besar mengalami penyakit Rheumatoid Arthritis atau radang sendi, infeksi pasca operasi, dan kanker.
Pun demikian, merokok pada usia dini adalah masalah yang sangat umum terjadi di Indonesia. Aswel bukan satu-satunya orang yang menjadi perokok di usia dini. Faktanya, pada tahun 2013, Aliansi Kontrol Tembakau Asia Tenggara (SEATCA) mencatat bahwa setiap tahunnya terdapat 16 juta anak berusia 10 sampai 19 yang menjadi perokok baru.
Menurut jurnal yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), rentang kehidupan perokok yang panjang akan membuat produk mereka tidak tertinggal walaupun generasi sudah berganti. Selain Kemenkes, salah satu perusahaan rokok terbesar Philip Morris juga mengemukakan bahwa mengerti pola merokok remaja adalah sesuatu yang penting, karena hal tersebut akan sangat berpengaruh pada masa depan bisnis mereka.
“Remaja hari ini adalah potensi pembeli (rokok) reguler untuk besok,” seperti yang tertulis dalam memo perusahaan tersebut pada 1981.
Penulis: Andrei Wilmar
Editor: Andi Annisa Ivana Putri
Foto: Kasyful Haq
Sumber: The Tobacco Control Atlas Asean Region Fourth Edition (SEATCA; 2018), Tubuh Tembakau (WHO; 2019), Hidup Sehat Tanpa Rokok (Kemenkes; 2017), jdih.kemenkeu.go.id