• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Sunday, June 22, 2025
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
No Result
View All Result
Home Kuliner

Tempe: Hasil Fermentasi Mendunia yang Berakar dari Jawa

by Nasywa Agnesty
May 27, 2025
in Kuliner, Lifestyle
Reading Time: 5 mins read
Tempe: Hasil Fermentasi Mendunia yang Berakar dari Jawa

Foto tempe yang telah terfermentasi. (Pixabay/Bintang_Galaxy)

0
SHARES
32
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

SERPONG, ULTIMAGZ.com – Tempe sebenarnya memiliki perjalanan panjang yang dimulai ratusan tahun lalu. Proses kelahirannya bermula dari desa kecil di Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Makanan yang dianggap biasa oleh masyarakat Indonesia ini ternyata menyimpan kisah epik hingga mengubah dunia kuliner global. Proses kelahirannya lebih dari sekadar teknik memasak. Olahan ini juga menjadi simbol ketahanan hidup dan penemuan tak terduga.

Kelahiran Tempe di Bayat, Klaten

Melansir historia.id, cerita dimulai sekitar abad ke-16 atau ke-17 di Klaten ketika warisan Nusantara ini pertama kali diciptakan. Kedelai dibawa oleh pedagang Tiongkok pada abad ke-10 atau ke-11. Saat itu, kedelai digunakan dalam bentuk sederhana seperti tahu. Namun, di Bayat, kedelai yang tersisa atau terbuang ditempatkan di daun pisang atau bambu. Secara tidak sengaja, kedelai terfermentasi oleh jamur Rhizopus oligosporus hingga mengubah kedelai menjadi tempe. Menariknya, proses ini sepenuhnya terjadi secara kebetulan. Masyarakat setempat mulai mencoba makanan tersebut dan mendapati bahwa olahan kedelai ini memiliki rasa yang lezat dan bergizi. Inilah awal mula kelahiran tempe sebagai makanan yang akhirnya menjadi fenomenal.

Baca juga: Susu Kecoak: Inovasi Pangan Masa Depan atau Sekadar Sensasi

Melansir news.harianjogja.com, nama “tempe” sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno, yakni “tumpi”. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan makanan berwarna putih layaknya tempe segar. Selain itu, ada pula pendapat bahwa kata “tempe” berasal dari “tape” yang merujuk pada fermentasi khas Nusantara. Sejak saat itu, tempe menjadi senjata rahasia masyarakat Jawa. 

Tidak hanya murah dan mudah dibuat, maknanan fermentasi kedelai ini juga kaya akan protein dan gizi sehingga menjadikannya sebagai pilihan makanan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Serat Centhini, sebuah naskah Jawa terbitan 1814, tempe disebut sebagai hidangan harian yang disajikan bersama sambal dan santan, dilansir dari kompas.id.

Tempe sebagai Penyelamat saat Masa-Masa Sulit

Melansir detik.com, pada abad ke-16, makanan berbasis kedelai ini menjadi penyelamat selama masa paceklik, yaitu saat sumber protein seperti daging sangat sulit didapat. Bahkan pada masa tanam paksa, makanan ini menjadi penyelamat bagi masyarakat lokal yang terpaksa bekerja keras di tengah keterpurukan ekonomi. Hingga kini, cara pembuatan tempe menggunakan daun pisang di Bayat masih dipertahankan sebagai warisan budaya yang patut dibanggakan.

Namun, makanan kaya protein ini tidak hanya bertahan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, tempe mulai dikenal oleh orang-orang Belanda yang datang ke Hindia pada abad ke-19. Mereka terkesan dengan kelezatan dan manfaatnya. Dengan begitu, kedelai olahan ini perlahan mulai menyebar ke Eropa. Meskipun makanan ini belum menjadi fenomena besar kala itu, muncul dugaan bahwa tempe suatu saat akan menjadi makanan global yang dicintai banyak orang.

Tempe Menembus Batas Global

Melansir kumparan.com, kebangkitan tempe di dunia internasional semakin nyata selama Perang Dunia II (1939-1945). Makanan kaya nutrisi ini menjadi sumber pangan yang berhasil menyelamatkan para tawanan perang Belanda dari ancaman kelaparan. Seorang tawanan bernama Roelofsen mampu meniru cara masyarakat lokal membuat tempe dari kedelai. Makanan ini kemudian berperan penting dalam menekan angka kematian akibat kekurangan protein di kalangan para tawanan. Penemuan ini mengejutkan para ilmuwan Barat yang kemudian mulai tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang manfaatnya. Penelitian lebih lanjut membawa hidangan Nusantara ini ke pusat perhatian dunia kuliner.

Salah satu pionir yang berperan penting dalam mempopulerkan tempe di dunia internasional adalah Yap Bwee Hwa, peneliti asal Indonesia. Pada 1958, Yap memulai eksperimen fermentasi kedelai ini di Amerika Serikat (AS) dan berhasil membuktikan bahwa olahan ini mengandung banyak nutrisi penting. Penelitian ini membuka jalan bagi hidangan bergizi khas Indonesia ini untuk dikenal lebih luas di dunia Barat, dilansir dari tempo.co.

Penyebaran Tempe ke Dunia Barat

Mengutip dari uns.ac.id, tempe telah dikenal di berbagai belahan dunia seperti Eropa, Amerika, serta beberapa negara Asia seperti Jepang dan Cina. Di Eropa, olahan kedelai  ini mulai dikenal berkat imigran Indonesia di Belanda pada 1946. Dari Belanda, makanan ini pun mulai tersebar ke negara-negara Eropa lainnya, seperti Belgia, Jerman, dan Prancis.

Peneliti William Shurtleff dan Akiko Aoyag turut berkontribusi dalam menjadikan tempe sebagai superfood di Barat. Mereka menulis buku berjudul The Book of Tempeh (1979) yang mengulas berbagai manfaat serta gizinya. Fermentasi jamur dengan kedelai ini semakin dikenal karena sifatnya yang ramah lingkungan dan tinggi protein sehingga mulai dipertimbangkan sebagai makanan sehat di banyak negara.

Baca juga: Nasi Putih Dingin, Cara Rahasia Lebih Sehat Konsumsi Nasi

Kini, tempe sudah menjadi ikon kuliner dunia. Dari burger vegan di New York hingga steak vegan di Paris, olahan kedelai ini hadir di berbagai menu internasional. Di Prancis, makanan ini tetap diminati meskipun dijual dengan harga cukup tinggi, yaitu sekitar empat hingga delapan Euro per bungkus. Bahkan tempe di Australia memiliki rasa lokal yang khas sehingga memperkaya keanekaragaman kuliner dunia.

Tempe sudah menjadi bagian dari tren makanan global dan membuktikan bahwa makanan sederhana yang diciptakan dari kedelai ini memiliki dampak besar pada dunia kuliner. Setiap kali menikmatinya, Ultimates sebenarnya menikmati bagian dari sejarah panjang yang melibatkan ketahanan hidup dan perjuangan untuk memopulerkan kuliner Indonesia ke dunia internasional.

 

 

Penulis: Nasywa Agnesty

Editor: Jessie Valencia 

Foto: Pixabay/Bintang_Galaxy

Sumber: historia.id, news.harianjogja.com, detik.com, kumparan.com, tempo.co, uns.ac.id

Tags: FermentasiIndonesiakedelaiKlatenkulinerkuliner nusantaraMakanan Tradisional JawaolahanSejarah TempeTempeWarisan Budaya Indonesia
Nasywa Agnesty

Nasywa Agnesty

Related Posts

Kopi yang berasal dari feses gajah. (antaranews.com)
Lifestyle

Dari Feses Gajah ke Cangkir Kopi: Cerita di Balik Kopi Ivory

May 27, 2025
Potret salah satu bahan sushi, kani. (istockphoto.com)
Lifestyle

Sushi Kani Ternyata Bukan Kani, tapi Surimi? Ini Faktanya!

May 23, 2025
Kondisi ketika seseorang terpapar flu atau batuk pilek. (Freepik/pressfoto)
Lifestyle

Jangan Sampai Tubuh Drop Melawan Flu dan Batuk Saat Perubahan Cuaca!

May 20, 2025
Next Post
Nyoman Paul tampil perdana di BNI Java Jazz Festival 2025 yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (30/05/25). (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)

Nyoman Paul Debut di Java Jazz Festival 2025 dengan Album LUAP

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merasa Depresi? Coba Cek 4 Organisasi Kesehatan Mental Ini!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Artikel Terbar-U
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto
  • Disabilitas

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021