SERPONG, ULTIMAGZ.com – Fanatisme menjadi kata pertama yang akan terlintas dalam benak bila kita mendengar kata “Timnas Indonesia”. Maklum, sepak bola adalah olahraga yang paling digandrungi dan disukai oleh banyak orang di Indonesia. Namun, fanatisme yang tinggi tidak selalu berbanding lurus dengan prestasi dari cabang sepak bola Indonesia.
Berbeda dengan cabang bulu tangkis yang mampu memberi jaminan gelar juara, sepak bola tidak demikian. Sepak bola Indonesia saat kini benar-benar terpuruk. Dilansir dari situs resmi FIFA, saat ini Indonesia menduduki posisi 173 ranking FIFA dengan mendulang 964 poin. Setara dengan Kamboja yang berada di atas Indonesia, dan berada di bawah Timnas Mauritius yang hanya memiliki perbedaan satu poin! Timnas Indonesia hanya lebih baik dari Timnas Moldova (959) dan Timnas St.Lucia (953) yang berada di posisi 175 dan 176. Betapa menyedihkan jika dibandingkan dengan melihat capaian Timnas Indonesia tiga dekade lalu.
Peringkat terbaik Timnas Indonesia dalam klasemen yang disusun FIFA diraih pada 1998. Indonesia berdiri di posisi 87 dunia saat itu. Terakhir kali Indonesia berada dalam 100 besar klasemen FIFA terjadi pada tahun 2004, dengan berada di posisi 91. Penurunan drastis ranking Timnas pernah dicatat oleh FIFA. Timnas pernah turun sebanyak 44 peringkat dalam kurun waktu 2005-2006. Tahun 2005, Indonesia bercokol di posisi 109 dan setahun kemudian Indonesia berada di posisi 153.
Setelah berbicara mengenai prestasi berdasarkan ranking, ada baiknya kita membahas prestasi Timnas dalam beberapa ajang kompetisi mayor Internasional. Terakhir kali Timnas Senior Indonesia berada di Piala Asia adalah ketika menjadi tuan rumah bersama tahun 2007. Indonesia menjadi tuan rumah Piala Asia bersama dengan Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Dan pada tahun tersebut juga, Indonesia harus puas kembali gugur di fase grup saja. Indonesia berada di posisi ketiga Grup D, berada di bawah Arab Saudi dan Korea Selatan. Indonesia hanya unggul selisih gol saja dari Bahrain yang menjadi juru kunci grup.
Sejak Piala Asia 2007 tersebut, Indonesia tidak sanggup untuk menembus babak kualifikasi. Piala Asia 2011 Qatar dan Piala Asia 2015 Australia menjadi saksi ketidakberdayaan Timnas untuk menunjukkan eksistensi di kancah Asia. Empat tahun berselang, Indonesia kembali tidak tampil di Piala Asia. Alasannya karena tahun 2015, PSSI selaku induk organisasi sepak bola di Indonesia harus mendapatkan suspensi dari FIFA, buntut dari intervensi pemerintah dalam liga nasional. Tidak mampunya Indonesia untuk bersaing di kancah Asia membuktikan betapa terpuruknya Timnas Indonesia saat ini.
Mencapai Asia saja tidak mampu, begitupun dengan dunia. Dalam ajang kualifikasi Piala Dunia, Indonesia beberapa kali harus menjadi lumbung gol bagi tim lawan. Kekalahan paling diingat adalah kekalahan memalukan dari Bahrain dengan skor 10-0 pada 2012 lalu. Situasi saat itu terjadi dalam suasana perpecahan dalam tubuh PSSI. Selain itu, kualifikasi Piala Dunia 2022 juga menjadi catatan tersendiri bagi Timnas Indonesia. Bagaimana tidak, lawan dari Timnas Indonesia dalam grup G ini berasal dari Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Vietnam, serta ada Timnas Uni Emirat Arab. Indonesia terpaksa harus tereliminasi dari kualifikasi setelah hanya duduk di juru kunci grup. Sungguh mengenaskan.
Bergeser ke kompetisi yang lebih regional, yakni Asia Tenggara. Piala AFF adalah kompetisi tertinggi yang selalu menjadi target dari Timnas Indonesia. Namun dibalik keikutsertaan Indonesia di ajang ini, fakta pahit berikut selalu mengintai: Indonesia tidak pernah meraih gelar juara Piala AFF. Paling mentok, menjadi runner up kompetisi. Tidak salah jika kita menyebut Indonesia adalah Mr Runner Up Piala AFF, dengan total lima kali menjadi finalis.
Mari kita berbicara tentang Piala AFF terbaik menurut Ultimagz. Piala AFF 2010 menjadi puncak bagi setiap insan suporter untuk bersatu dalam euforia untuk mendukung Timnas Indonesia. Harapan untuk sepak bola Indonesia yang cerah tertuang dalam perhelatan Piala AFF 2010, saat Indonesia menjadi tuan rumah bersama Vietnam. Dilatih oleh mendiang Alfred Riedl, Timnas menunjukkan permainan yang apik dan tidak takut untuk kalah. Hasilnya, Indonesia berhasil melibas habis seluruh laga di fase grup. Kiprah Timnas dimulai dengan mengalahkan musuh bebuyutan, Malaysia, dengan skor 5-1. Nama nama seperti Irfan Bachdim, Okto Maniani, dan Cristian Gonzales menjadi naik karena aksi-aksinya di lapangan yang memukau.
Setelah meluluh lantakkan Malaysia, Indonesia semakin bersemangat dalam ajang ini. Melibas Laos 6-0 dan menyingkirkan Thailand menjadi bukti betapa superiornya Timnas kala bertanding di Gelora Bung Karno saat itu. Di Semifinal, Indonesia bertemu dengan skuad asuhan Simon McMenemy, Timnas Filipina. Cristian Gonzales menjadi bintang dalam laga semifinal kala itu. SUGBK kala itu dihadiri oleh banyak kalangan, baik dari masyarakat biasa hingga Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan istri yang juga menyaksikan betapa hebatnya Timnas Indonesia pada tahun tersebut.
Laga penentuan yang juga menjadi titik kejatuhan Timnas Indonesia adalah laga Final Piala AFF leg pertama. Seketika daya magis dan juga determinasi Timnas Indonesia hilang. Petaka terjadi di babak kedua Final Leg pertama tersebut. Dalam kurun waktu 12 menit, Indonesia harus kebobolan 3 gol oleh Malaysia. Sebelumnya, Indonesia hanya mengalami 2 kebobolan saja. Final Leg 1 tersebut begitu mencoreng kiprah apik Timnas dalam ajang AFF ini. Timnas Indonesia pulang ke tanah air dengan misi untuk mengembalikan keadaan di leg kedua. Namun apa daya, Timnas hanya mampu menang 2-1 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, kalah secara agregat 4-2 dari Malaysia. Tidak heran bila kita melihat banyak sekali suporter timnas yang ambyar bila mengingat kejadian satu dekade lalu.
Lain Senior, Lain Junior
Tidak hanya Timnas Senior yang juga mengalami masalah. Satu tingkat di bawahnya, yakni Timnas U-23, juga mengalami kendala yang sama. Meskipun demikian, Timnas U-23 dapat sedikit memberikan harapan untuk sepak bola Indonesia.
Ajang yang kerap diikuti oleh Timnas U-23 Indonesia adalah Sea Games. Sea Games sendiri merupakan ajang olimpiade regional khusus negara negara Asia Tenggara. Rekor Indonesia dalam ajang ini sedikit lebih baik dari rekor seniornya, namun tidak dapat dikatakan bagus. Timnas Indonesia sudah pernah menjuarai ajang Sea Games cabang sepak bola sebanyak dua kali, yakni tahun 1987 dan 1991. Ya, nyaris 30 tahun yang lalu.
Semenjak saat itu, prestasi terbaik Timnas di cabang sepak bola Sea Games ini adalah meraih medali perak sebanyak empat kali. Prestasi terakhir Timnas U-23 di ajang ini adalah meraih medali perak Sea Games 2019, ketika Timnas U-23 harus mengakui kekalahan dari Vietnam. Skuad asuhan Park Hang Seo menang dengan skor 3-0 di Manila. Timnas Indonesia harus kembali rela untuk ‘berpuasa’ lagi dalam ajang ini.
Meski demikian, Timnas U-23 mampu memberikan trofi yang cukup bergengsi untuk Indonesia. Tahun 2019 lalu, Timnas mampu menjadi juara di ajang Piala AFF U-22 Kamboja untuk pertama kalinya. Timnas berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Thailand di Final dengan skor 2-1. Gol Osvaldo Haay menjadi penentu untuk Timnas dapat menjadi jawara di ajang ini.
Asa sepak bola Indonesia untuk bangkit pertama kali pada 2013. Kala itu Timnas U-19 yang diperkuat Evan Dimas mampu mempersembahkan gelar Piala AFF U-19 dan juga meraih kemenangan dramatis atas Korea Selatan U-19. Lebih baru lagi, tahun 2018, Timnas U-16 yang diperkuat Bagus Kahfi juga mampu menjadi jawara untuk ajang Piala AFF U-16.
Puncaknya, Indonesia resmi ditunjuk oleh FIFA untuk menjadi tuan rumah dari Piala Dunia U-20. Hal ini terjadi karena kerja keras yang telah dilakukan oleh PSSI untuk meyakinkan FIFA bahwa Indonesia layak menjadi tuan rumah.
Pembenahan Harga Mati untuk Kesuksesan
Melihat bahwa tahun depan Indonesia menjadi tuan rumah dari Piala Dunia U-20, PSSI perlu melakukan pembenahan secara menyeluruh untuk membentuk sepak bola Indonesia yang lebih baik. Renovasi dan hal-hal teknis perlu dipercepat guna menciptakan suasana nyaman dan aman ketika Piala Dunia dimulai.
Pembenahan lain yang diperlukan untuk membentuk timnas yang kuat adalah pembenahan liga. Liga Indonesia kini berada di peringkat 28 Asia, berada di bawah Thailand (8), Filipina (13), Vietnam (16), Malaysia (18), Singapura (19), dan Myanmar (27). Sebelum terpuruk jauh di ranking 28, Liga Indonesia sempat berada di urutan 10 besar Asia. Bahkan Jepang pernah berguru ke Indonesia soal pembangunan kompetisi liga yang baik.
Liga yang kuat adalah liga yang dihuni oleh klub-klub mampu. Mampu yang dimaksud adalah mampu untuk mengeluarkan modal, mampu untuk mengembangkan klub, dan mampu untuk berkompetisi secara sehat. Setiap kali sebelum liga dimulai, selalu ada verifikasi yang dilakukan oleh operator liga. Kurang tegasnya operator dalam melakukan verifikasi dapat mempengaruhi kualitas liga.
Bukti seperti beberapa klub yang memiliki stadion tidak layak pakai, banyaknya sengketa antara pemain dengan klub, dan jadwal kompetisi yang memberatkan sudah cukup jelas menggambarkan betapa buruknya kualitas persepakbolaan di Indonesia.
Pembenahan yang telah dilakukan oleh PSSI dan dapat diapresiasi adalah dengan menunjuk mantan pelatih Korea Selatan, Shin Tae-Yong, menjadi pelatih Timnas. Fokus saat ini dari Shin untuk Timnas adalah penguatan fisik. Shin menilai alasan Timnas tidak dapat berprestasi adalah karena kondisi fisiknya yang tidak sesuai standar professional. Selain itu juga banyak pemain professional yang sempat tidak mengikuti pola hidup dan makanan sehat, sehingga menuai kritikan dari netizen. Permasalahan mental dalam bertanding juga menjadi salah satu fokus perhatian dari tim pelatih saat ini.
PSSI Bisa Apa?
Segudang PR telah menanti PSSI untuk dikerjakan. Bertepatan dengan Hari Olah Raga Nasional, muncul sebuah pertanyaan. Apakah kini kita mulai bisa berharap lebih terhadap prestasi dari Timnas Indonesia? Semua jawaban tergantung dari kinerja PSSI dan khususnya Timnas Indonesia.
Satu hal yang pasti, seluruh rakyat Indonesia begitu rindu dengan prestasi yang dihasilkan oleh Timnasnya sendiri, khususnya dalam cabang sepak bola. Semua insan suporter begitu menginginkan sepak bola Indonesia yang lebih baik lagi kedepannya.
Penulis: Frengky Tanto Wijaya
Editor: Agatha Lintang Kinasih
Foto: ADEK BERRY/AFP via Getty Images
Sumber: Fifa.com, Bolalob.com, Wikipedia