LEICESTER, ULTIMAGZ.com – Leicester City akhirnya dipastikan merengkuh gelar juara Liga Primer Inggris 2015/16. Pelatih Leicester Claudio Ranieri memiliki banyak cerita di balik kesuksesannya membawa The Foxes menggoreskan tinta emas dalam sejarah klub. Dari derasnya kritikan saat pertama kali ditunjuk menangani klub, hingga menjadi pujaan publik King Power Stadium.
Ranieri resmi menjabat sebagai pelatih Leicester pada awal musim 2015/16, menggantikan Nigel Pearson.
Meskipun Leicester cukup terpuruk sejak awal hingga tengah musim 2014/15, Pearson tetap dicintai publik King Power berkat kebangkitan fenomenalnya di akhir musim yang tak terlupakan dan menyelamatkan Leicester dari zona degradasi di akhir musim 2014/15. Akan tetapi, akibat perbedaan pendapat, Pearson pun berhenti menjadi pelatih di klub berlogo rubah ini.
Sebagai pengganti Pearson, manajemen klub akhirnya memilih pelatih legendaris asal Italia Ranieri untuk menangani Leicester di musim 2015/16. Banyak kritik yang dilayangkan kepada pelatih 64 tahun ini di awal penunjukkannya. Gagal total dan dipecat oleh tim nasional Yunani tak lama sebelum mendarat ke Leicester, membuat Ranieri cukup disangsikan dalam memberi hasil positif bagi Leicester.
Ranieri menargetkan hasil yang lebih baik dari musim lalu untuk Leicester. Ia diharapkan klub mampu setidaknya kembali mempertahankan Leicester di Premier League, atau lebih tinggi lagi, menembus sepuluh besar, yang dinilai masih merupakan target yang realistis.
Akan tetapi, banyak pihak yang terus memandang buruk Ranieri. Bahkan beberapa jajaran legenda Premier League menyebut Leicester akan langsung terdegradasi di musim pertamanya bersama Ranieri.
Biar orang berkata apa, Ranieri tetap optimis menatap misinya ke depan bersama Leicester. Buktinya, sebuah gebrakan sukses ia lakukan pada awal musim di Premier League. Leicester tak terkalahkan dalam enam laga pertama, di mana empat di antaranya berakhir dengan kemenangan.
Mereka baru menderita kekalahan pada pekan ketujuh saat harus mengakui keunggulan Arsenal 5-2. Selanjutnya, mereka kembali menjadi tim yang tak terkalahkan, bahkan dalam sepuluh laga secara berturut-turut. Penampilan cemerlang Jamie Vardy yang selalu mencetak gol pada laga-laga tersebut begitu membantu Leicester.
Meskipun akhirnya kembali kalah 0-1 di kandang Liverpool pada Boxing Day dan rekor tak terkalahkan mereka terhenti, Leicester tetap menjadi pemuncak klasemen Natal atau penguasa tengah musim.
Ranieri pun mulai memperoleh banjir pujian semenjak rekor gemilang yang timnya lakukan. Targetnya yang awalnya hanya membawa Leicester bertahan di Premier League atau memasuki sepuluh besar, mendadak bablas menjadi yang tak tanggung-tanggung; mempertahankan puncak klasemen dan menjadi juara di akhir musim.
Dengan target besar tersebut, Ranieri sukses mempertahankan performa prima Leicester di paruh kedua musim. Walaupun dua kali menderita kekalahan, Leicester berhasil menjaga kestabilan penampilan mereka dan tak goyah dari puncak klasemen.
Hingga akhirnya, tertahannya Tottenham Hotspur sebagai pesaing terdekat mereka di kandang Chelsea dengan skor 2-2 mengantar gelar juara tiba ke klub asal Midland tersebut.
Sungguh kesuksesan yang luar biasa bagi Ranieri, yang awalnya disangsikan publik, dan memiliki target yang tak muluk-muluk. Kini, Ranieri telah menjadi pujaan publik King Power berkat persembahan prestasinya yang gemilang.
Keberhasilannya pun kini ia persembahkan kembali kepada seluruh bagian yang ada dalam tim Leicester. “Saya bangga pada pemain saya, untuk chairman, untuk seluruh staf di Leicester City, semua fans kami dan masyarakat Leicester,” tutur Ranieri.
Penulis: Richard Joe Sunarta
Editor: Alif Gusti Mahardika
Sumber: bbc.co.uk, dailymail.co.uk, dan viva.co.id
Foto: BPI/James Marsh