MARSEILLE, ULTIMAGZ.com – Baru dua hari kompetisi Euro 2016 diselenggarakan, sudah terjadi peristiwa tak mengenakkan, yakni tersulutnya kerusuhan antara suporter Inggris dan Rusia di area Stade Velodrome, Marseille, tempat dilangsungkannya laga antara kedua negara pada Sabtu (11/6). Meski dikabarkan tak memakan korban jiwa, kerusuhan yang terjadi sebagai buntut dari pertandingan antar kedua negara tersebut yang berakhir 1-1 ini merupakan gambaran fanatisme sepak bola di Eropa yang tak selamanya memberi pengaruh positif.
Kejadian berbau keributan dimulai ketika Inggris yang sudah unggul 1-0 lewat gol tendangan bebas Eric Dier pada menit ke-73, harus ditahan imbang 1-1 oleh Rusia akibat gol Vasili Berezutski di masa injury time. Kemudian, suporter Rusia melakukan selebrasi atas gol tersebut secara berlebihan dengan cara menyerang suporter Inggris.
Terlihat jelas bahwa aksi di luar kendali para suporter Rusia memancing keributan. Alhasil, beberapa suporter yang ingin aman dan tidak terlibat dalam keributan tersebut akhirnya memilih untuk memanjat pagar pembatas demi menghindari kerusuhan tersebut.
Kerusuhan kemudian berlanjut hingga luar lapangan. Terjadi keributan antar pendukung dua kubu dengan menggunakan senjata-senjata seperti batu dan botol beling. Akibatnya, salah satu warga Inggris dikabarkan mengalami luka parah di kepala dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Meskipun pihak keamanan banyak dikambinghitamkan dengan menyorot kekurangsigapannya menangani kasus ini, patut digaris bawahi bahwa fanatisme sepak bola yang berlebihan mampu mengganggu kelancaran kompetisi, bahkan kompetisi sekelas Euro 2016.
Menjadi pemenang di kompetisi nomor satu Benua Biru merupakan kebanggaan tersendiri bagi sebuah negara. Bukan hanya untuk pemainnya saja, namun juga seluruh masyarakatnya. Akan tetapi, haruskah dukungan yang ditunjukkan oleh sebuah kelompok yang disebut suporter untuk negara kebanggannya di lapangan hijau berwujud sebuah fanatisme, yang berujung pada kerusuhan?
Sikap tak sportif suporter tidak hanya memiliki dampak negatif bagi mereka sendiri, tetapi juga kelangsungan perjalanan tim nasional kebanggan mereka di kompetisi tersebut. Peringatan keras telah diberikan oleh UEFA (Union of Europe Football Associations) sebagai penyelenggara Euro 2016 terhadap Inggris dan Rusia, bahwa di antara Inggris maupun Rusia akan segera didiskualifikasi dari kompetisi andai para suporternya kembali terlibat kerusuhan selama pagelaran di Prancis ini berlangsung.
Bukankah itu akan sangat merugikan bagi sebuah negara yang tengah berusaha mengukir prestasi di ajang internasional? Terutama, mengingat Inggris yang belum pernah merengkuh gelar juara bergengsi semenjak menjuarai Piala Dunia 1966, dan Rusia yang terakhir kali menjuarai Piala Eropa pada 1960 silam.
Intinya, fanatisme sepak bola bukanlah sesuatu yang negatif, terlebih dalam mendukung negara kebanggaan untuk berprestasi. Namun fanatisme tersebut harus diikuti dengan sikap menjunjung tinggi sportivitas, keamanan, serta kenyamanan bersama.
Sorakan dan atribut dukungan merupakan hal yang cukup dilakukan dalam mendukung negara kebanggaan. Sehingga, tidak perlu fanatisme berlebihan yang berupa kerusuhan dengan suporter lawan, yang bahkan mengancam keselematan diri masing-masing suporter dan langkah negara dukungannya untuk berprestasi.
Penulis: Richard Joe Sunarta
Editor: Alif Gusti Mahardika
Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach