SERPONG, ULTIMAGZ.com – Pramuka, akronim dari Praja Muda Karana yang artinya orang muda yang suka berkarya sudah ada di Indonesia selama 59 tahun. Mengajarkan berbagai keterampilan dan nilai-nilai yang membentuk kepribadian, Pramuka menjadi materi pembelajaran yang ada dari bangku Sekolah Dasar. Namun, menginjak usia yang hampir enam dekade, gelombang penggemar Pramuka kian surut.
Awalnya, gerakan ini telah dibentuk dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 1961, pada 20 Mei 1961. Namun, Pramuka baru resmi diperkenalkan kepada khalayak pada 14 Agustus 1961 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 448 Tahun 1961. Sejak saat itulah tanggal 14 Agustus ditetapkan sebagai hari ulang tahun Pramuka.
Harapan pada Lambang Gerakan Pramuka
Lambang Pramuka memegang peranan penting dalam membentuk identitas gerakan ini. Dilansir dari detik.com, lambang gerakan Pramuka adalah “Tunas Kelapa (nyiur)” yang diciptakan oleh Soehardjo Admodipura. Beliau merupakan pembina pramuka yang aktif bekerja di lingkungan Departemen Pertanian. Lambang tersebut diresmikan setelah 20 tahun Pramuka terbentuk, tepatnya pada 16 Agustus 1981 melalui Surat Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka No. 06/KN/72 tahun 1972. Lambang Tunas Kelapa pada Gerakan Pramuka tersebut dikenakan pada panji, bendera, papan nama kwartir dan satuan, serta tanda pengenal administrasi.
Secara filosofisnya, tunas kelapa dipilih sebagai lambang pramuka karena nyiur merupakan pohon yang serba guna dari ujung atas hingga akarnya. Artinya, lambang itu mengiaskan bahwa tiap anggota Pramuka adalah manusia yang berguna, dan membaktikan diri bagi kepentingan tanah air, bangsa dan negara Republik Indonesia serta kepada seluruh umat manusia.
Lebih lanjut kemenpora.go.id menuliskan secara detail makna kiasan yang terkandung dalam lambang Gerakan Pramuka yang terdiri dari buah, batang, dan akar. Pertama, ada buah nyiur yang dalam keadaan tumbuh dinamakan cikal. Istilah cikal bakal di Indonesia berarti penduduk asli yang pertama, yang menurunkan generasi baru. Maka, buah nyiur yang dijadikan lambang Pramuka tersebut mengandung makna bahwa setiap anggota Pramuka merupakan inti bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Buah nyiur juga dapat bertahan lama dalam keadaan apapun. Sehingga, anggota Pramuka diharapkan menjadi orang-orang yang memiliki jasmani dan rohani yang sehat, kuat, ulet, dan memiliki tekad dalam menghadapi kesukaran untuk mengabdi pada tanah air dan bangsa Indonesia. Selain itu, nyiur diyakini dapat tumbuh dimana saja, dengan demikian memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dimana dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun juga.
Kedua, batang nyiur yang tumbuh menjulang lurus ke atas menjadikannya salah satu pohon yang tertinggi di Indonesia. Lambang tersebut sebagai kiasan bahwa tiap Pramuka mempunyai cita-cita yang tinggi dan lurus, yakni yang mulia dan jujur, dan dia tetap tegak tidak mudah diombang-ambingkan oleh sesuatu.
Yang terakhir, nyiur memiliki akar yang kuat dan erat di dalam tanah. Hal ini memiliki makna bahwa anggota Pramuka memiliki tekad dan keyakinan untuk berpegang pada dasar-dasar dan landasan-landasan yang baik, benar, kuat dan nyata yakni tekad dan keyakinan yang dipakai untuk memperkuat diri guna mencapai cita-citanya.
Kegiatan Pramuka dan Implementasinya
Kegiatan Pramuka diterapkan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat SD, SMP, SMA sederajat dalam bentuk ekstrakulikuler. Kegiatan ini tentu memiliki manfaat bagi para anggota Pramuka dan orang lain. Pembina Pramuka berupaya menanamkan nilai-nilai karakter terutama karakter kepedulian sosial dan kemandirian bagi para anggotanya.
Julyta Romauli Silalahi, salah satu siswa yang pernah mengikuti kegiatan pramuka di di SDN Jatikramat VII, mengungkapkan bahwa kegiatan Pramuka yang mereka laksanakan seperti membuat regu bersama teman, mengikuti kegiatan perkemahan, lomba pramuka, dll. Ia mengaku bahwa dengan melaksanakan kegiatan tersebut, dirinya menjadi terlatih untuk hidup disiplin dan taat pada peraturan. Julyta juga merasa semakin dekat dengan alam dan ia bersyukur mampu menikmati keindahan alam sebagai anugerah Tuhan kepada bumi ini. Maka, meskipun banyak waktu istirahat yang digunakannya demi latihan Pramuka, ia merasa bahwa kegiatan Pramuka merupakan sesuatu yang menyenangkan.
“Selain itu, (dengan Pramuka) kita juga didorong untuk membantu orang yang sedang kesulitan, berbagi dalam hal-hal kecil meskipun tidak seberapa, mampu menghargai dan menghormati orang lain,” ujarnya kepada ULTIMAGZ lewat aplikasi pesan singkat pada Sabtu (29/08/20).
Wakil Ketua Kwartir Ranting Pasir Penyu, Paian Hendri, S.Kom., mengatakan bahwa kegiatan Pramuka sejatinya sangat beragam dan berbeda-beda tiap jenjangnya.
“Ada lomba tingkat penggalang, kegiatan keorganisasian untuk siaga satuan terbesar yang disebut Perindukan Siaga, Pasukan Penggalang, Ambalan Penegak dan Racana Pandega, serta pertemuan-pertemuan Pramuka sesuai golongannya seperti Jambore (Penggalang), Raimuna (Penegak/Pandega),” ujarnya.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aktivitas Pramuka memiliki manfaat yang besar untuk menumbuhkan dan membentuk pribadi setiap anggota agar memiliki sikap yang mandiri, disiplin, berakhlak mulia, punya jiwa patriotik, taat terhadap hukum dan menjunjung tinggi nilai keluhuran bangsa Indonesia.
Bagaimana Eksistensi Gerakan Pramuka di Zaman Milineal
Kegiatan Pramuka diyakini memiliki manfaat dan tujuan bagi bangsa Indonesia untuk mencetak generasi yang cinta lingkungan dan berjiwa pemimpin demi masa depan bangsa. Namun, bagaimana gerakan tersebut mampu menyesuaikan diri dalam perkembangan zaman digital ini agar tetap eksis?
“Makanya, pramuka hendaknya mengikuti perkembangan zaman, tidak terkesan kuno pada era komunikasi digital, serta dapat menangkap fenomena di era kebebasan berkomunikasi saat ini,” ujar Wakil Bupati Serang Pandji Tirtayasa selaku Ketua Gerakan Pramuka Kwartir Cabang (Kwarcab) Serang seperti dikutip dari radarbanten.co.id.
Pernyataan tersebut merupakan ajakan untuk para pembina Pramuka agar mampu menyesuaikan kegiatan Pramuka dengan perkembangan teknologi saat ini. Kegiatan mereka dapat diarahkan untuk semakin kreatif dan berinovasi sehingga tetap memikat bagi anggota Pramuka tersebut. Jika tidak demikian, tidak akan ada generasi yang ingin terus mengikuti kegiatan kaku, membosankan, tidak memiliki daya tarik yang sesuai dengan zaman mereka, dan lama-kelamaan tergerus oleh perkembangan zaman.
Meski demikian, kegiatan Pramuka diupayakan relevan dengan tujuan awalnya. Pembina Pramuka di SMP Assisi Siantar, Petrus Manik, mengatakan bahwa “kegiatan Pramuka bertujuan untuk membangun dan mengembangkan sikap toleransi dan kerja sama dalam setiap kegiatannya disertai penambah ketrampilan yang tidak didapatkan anak didik melalui pembelajaran resmi di pagi hari.”
Petrus menambahkan bahwa kegiatan Pramuka ini bertujuan melatih anak-anak untuk mandiri, memupuk rasa nasionalisme, membangun kerja sama dan saling menghargai, melatih keterampilan dasar dalam hidup, menciptakan rasa cinta tanah alam sekitar dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Singkatnya mereka ingin mewujudkan Tri Satya dan dasa darma Pramuka.
Hal lain yang membuat gerakan Pramuka kurang diminati yakni seringnya terjadi kekerasan saat mengadakan latihan kepada anggota pramuka. Metode pengajaran yang keras dan penuh dengan kegiatan tidak masuk akal seperti jurit malam nampaknya tidak lagi relevan untuk anak zaman sekarang.
Salah satu contoh kasus dapat dilihat dari artikel “Pasca-Tragedi Susur Sungai, Ekstrakurikuler Pramuka Harus Berbenah” yang ditulis oleh media Tirto. “Bahwa pada Jumat (21/02/20) lalu, ada sepuluh siswi SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta menjadi korban jiwa akibat kegiatan susur sungai di Sungai Sempor. Sebanyak 249 siswa secara bersamaan turun ke sungai saat cuaca sedang hujan tanpa alat pengaman berupa tali, helm, atau pelampung.”
Untuk itu, salah satu poin yang harus dibenahi bila ingin Pramuka tetap menjadi kegiatan yang diminati oleh generasi muda adalah dengan meninjau ulang materi pengajaran. Tentunya anggota Pramuka akan jauh lebih suka dengan kegiatan yang ‘masuk akal’.
Kita menyadari bahwa pada era digital ini, teknologi dan informasi berkembang begitu deras merasuk ke setiap sendi kehidupan manusia terutama anak-anak milenial. Bagai pisau bermata dua, teknologi membawa dampak positif dan negatif bagi penggunanya, terutama kaum muda yang masih tergolong belum bijak dalam menggunakan teknologi. Kelekatan berlebihan dengan gawai akan membuat generasi muda semakin sulit diarahkan pada hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan melatih diri dan ekstrakurikuler sekolah.
Tanpa bimbingan dari orang dewasa, mereka akan lebih memilih bermain gawai dengan berselancar di dunia maya, asik dengan media sosial yang sedang marak pada zaman ini seperti Tiktok, Instagram, Twitter, dan lain-lain. Lingkungan sekitar pun seakan selalu menuntut mereka untuk up to date sehingga mereka juga akan merasa ketinggalan jika tidak mengikuti media sosial seperti temannya yang lain. Tidak ada yang salah dengan menjadi familiar dengan teknologi, yang perlu diperhatikan hanyalah kuantitas penggunaan agar tidak menjadi kecanduan.
Perlu digarisbahwai bahwa gerakan Pramuka sangatlah penting dalam proses pembentukan karakter pribadi, menumbuhkan motivasi, meningkatkan rasa cinta air, melatih disiplin, dan masih banyak lagi. Maka, para pembina diharapkan mampu mengkombinasikan perkembangan teknologi dengan kegiatan Pramuka agar generasi muda masih tertarik untuk bergabung.
Keterlibatan sekolah juga sangat penting dalam mendukung kegiatan Pramuka tersebut sehingga tetap eksis di tengah perkembangan zaman ini. Selain itu, kekerasan pada anak juga perlu mendapat perhatian ekstra sehingga baik anak maupun orang tua merasa yakin dan nyaman dengan kegiatan tersebut.
Penulis: Sr. Angela Siallagan FCJM
Editor: Andi Annisa Ivana Putri
Foto: Kompasiana.com
Infografis: Tirto.id
Sumber: detik.com, radarbanten.co.id, tirto.id, dan kompas.com