SERPONG, ULTIMAGZ.com – Hadirnya media sosial sebagai wadah komunikasi global mempermudah kita menerima cara pandang baru mengenai sesuatu. Sudut pandang ini terkadang tidak selaras dengan pikiran kita.
Ketika menerima sebuah paradigma yang tidak sesuai dengan apa yang kita yakini, kita memiliki tiga pilihan. Yaitu menerima pandangan tersebut dan meyakininya, mencoba mempertimbangkannya dan memutuskan untuk tetap pada pendirian kita, atau menolak tanpa memahaminya terlebih dahulu. Pilihan inilah yang memunculkan istilah open-minded dan close-minded.
Hakikat dan miskonsepsi open-minded
Menurut Profesor Psikologi dalam ilmu pengambilan keputusan di University of Pennsylvania, Jonathan Baron, open-minded adalah tindakan seseorang yang mencoba berpikir secara beyond of our belief dan selalu mencoba mencari bukti baru di luar konstruk pendirian diri yang sudah tertanam. Jadi, open-minded merupakan proses membuka diri terhadap suatu gagasan yang tidak selaras dengan keyakinan kita.
Menurut Harvard Business Review, terdapat beberapa hal yang dapat menandakan seseorang open-minded. yaitu:
- Menghormati sudut pandang orang lain.
- Tidak over-confident secara intelektual.
- Mampu memisahkan antara sisi ego (emosional) dan intelektual (akal).
- Memiliki keberanian untuk merevisi sudut pandang kita, ketika kita salah.
Istilah open-minded ini sayangnya acap kali disalahartikan oleh masyarakat internet. Open-minded tanpa sadar menjadi sebutan bagi orang-orang yang setuju dan mendukung segala paham-paham global yang terkadang kontradiktif dengan paradigma tradisional masyarakat Indonesia. Misalnya terbuka dengan paham LGBTQ+, feminisme, agnostik, dan paham-paham lainnya. Sebaliknya, orang-orang yang memilih untuk tetap memegang nilai-nilai yang mereka yakini, dicap oleh warga internet sebagai close-minded atau berpikiran tertutup.
Close-minded dan berpendirian teguh
Terdapat sebuah perbedaan yang cukup signifikan di antara menjadi close-minded dan berpendirian teguh. Meski begitu, masih banyak orang yang kurang memahami perbedaan ini. Secara sederhana, orang berpendirian teguh mampu mempertimbangan argumen orang lain dan menghargai perbedaan tersebut. Sementara, orang berpikiran tertutup langsung menutup diri dan cenderung memaksakan keyakinannya kepada orang lain.
Orang yang menolak suatu gagasan baru belum tentu tidak mencoba membuka diri untuk mencerna gagasan tersebut. Sebaliknya, orang yang menerima sebuah gagasan baru bukan berarti telah memproses apa yang ia terima, bisa jadi mereka hanya ikut-ikutan saja.
Istilah open-minded dan close-minded dalam debat digital
Pergeseran definisi istilah open-minded dan close-minded akhirnya menjadi cara baru masyarakat dalam menghakimi satu sama lain dalam debat mereka di Internet. Marak terjadi orang-orang memaksakan gagasan yang mereka yakini kepada orang lain dengan ‘open-minded’ sebagai ‘senjata’. Hal ini mengakibatkan banyak orang menjadi terpaksa menerima sebuah gagasan karena takut dicap inferior. Padahal keterbukaan pemikiran seseorang terhadap suatu gagasan, tidak dapat kita nilai dari keputusan yang diambilnya.
Oleh karena itu, untuk kalian yang memang tidak setuju dengan sebuah paham modern yang dianut mayoritas, jangan takut untuk tetap berpegang pada prinsip yang diyakini. Sebaliknya, kalian yang setuju dengan paham modern tersebut, cobalah berpikiran lebih terbuka terhadap orang-orang yang memutuskan untuk menolak paham tersebut. Ingat, memaksakan apa yang kita yakini justru malah membuat kita yang menjadi close-minded, lho.
Penulis: Reynaldy Michael Yacob, Komunikasi Strategis 2020
Editor: Andi Annisa Ivana Putri
Fotografer: Veronica Novaria
Sumber: Baron, J. (1988). Thinking and deciding. New York: Cambridge University Press, hbr.org, idntimes.com