SERPONG, ULTIMAGZ.com — Pada sebuah ruang kelas suatu kampus di Amerika, seorang mahasiswi berambut pirang berumur 17 tahun terlihat pusing bukan kepalang, ketika membuka buku bergambar yang telah ia beli sebelumnya. Beberapa tulisan di dalam buku tersebut sangat sulit dimengerti, seolah-olah menghisap makna kata-kata berikutnya.
Dalam keadaan bingung bukan main, ia melihat mahasiswa lainnya mengangkat tangan, bertanya, dan profesor menjawab pertanyaan yang diajukan. Melihat hal tersebut, ia pun mengulurkan tangan, berharap pertanyaannya juga akan dijawab. Namun, jawaban yang mahasiswi ini dapatkan sungguh sangat berbeda dari yang ia harapkan.
“Saya tidak mengenal kata ini. Apakah artinya?” tanya mahasiswi kepada profesor di ruang kelas itu. Seketika, ruang kelas tersebut menjadi sunyi. Terlalu sunyi. “Terimakasih ya,” jawab profesor tersebut, lalu kembali melanjutkan pelajaran seperti biasa.
Mahasiswa-mahasiswa lain memelototi mahasiswi pirang itu sedangkan teman sebangkunya marah lalu pergi meninggalkannya. Sesuai kelas, dengan penuh kebingungan, mahasiswi itu memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan, menyalakan komputer di sana, dan memasukkan kata kunci di Google: Holocaust.
Mahasiswi itu bernama Tara Westover dan “Educated” merupakan memoar yang disusun olehnya. Catatan tersebut menjelaskan bagaimana pada awalnya dirinya begitu terisolasi dari pengetahuan umum dan masyarakat luas, tetapi berujung mengeyam pendidikan kuliah dan bahkan meraih gelar PHD di Trinity College, Cambridge pada 2014.
Memoarnya diawali dari ketika Tara lahir di Idaho, Amerika pada 1986 oleh keluarga Mormon yang memiliki pandangan keras atau cenderung fundamentalis. Keluarga itu terdiri dari Ayah, Ibu, dan tujuh anak, yaitu lima laki-laki dan dua perempuan, termasuk Tara sendiri. Ayah Tara memiliki pandangan yang cukup ‘unik’. Dia tidak memercayai pemerintah, sekolah, dan rumah sakit. Menurutnya, mereka tidak mengandalkan Tuhan dan mencoba untuk memengaruhi anak-anaknya agar meninggalkan Tuhan. Sembari menyiapkan persediaan untuk hari kiamat, ia memutuskan agar anak-anaknya dididik melalui homeschooling.
Tara, sebagai seorang anak perempuan di keluarga religius fundamentalis, kerap kali menerima dan menelan pandangan-pandangan seksis yang diutarakan keluarga kandungnya dan lingkungan sosialnya saat itu. Misalnya, perempuan seharusnya tidak bekerja, tetapi mempersiapkan diri untuk menikah dan merawat anak-anak. Atau juga, perempuan harus mau dipoligami agar bisa bahagia di surga. Atau lain lagi, jika memakai pakaian yang menunjukkan lekukan tubuh, ia adalah seorang pelacur atau pekerja seks.
Alhasil, Tara juga sempat berpikir demikian. Ketika akhirnya berkuliah, ia langsung menganggap bahwa teman-teman perempuannya adalah pelacur dan tidak taat kepada Tuhan dengan mudah. Hal ini terkait dengan pakaian yang temannya pakai, atau apa yang temannya lakukan pada hari Sabat, ketika seorang Mormon seharusnya tidak beraktivitas.
Pun demikian, tulisan memoar Tara sangatlah lembut, Tara mendeskripsikan keluarganya dengan apa adanya, tidak serta merta hanya menunjukkan kekurangan mereka. Ketika keluarga Tara menunjukkan cinta dan kasih sayang, ia juga menuliskannya. Dan justru, tulisan yang seperti ini memberikan pemahaman yang baik terkait bagaimana betapa sulitnya bagi Tara agar memutuskan jalannya sendiri, meraih pendidikan dan tidak terpaku pada jalur religius yang ditetapkan oleh orangtuanya sendiri. Terbukti dari tulisan Tara yang sering kali menunjukkan keinginannya menerima kasih sayang keluarga yang tidak berbanding lurus dengan banyaknya pendidikan yang dipelajari di kampus.
“Educated” berpotensi membuka mata pembacanya agar menyadari bahwa orang-orang, terutama perempuan yang membenci dirinya sendiri seperti Tara, adalah orang yang tidak memiliki privilege lebih untuk mengeyam pendidikan yang mereka dapatkan.
Apakah mungkin semua orang bisa berpikir rasional dan masuk akal jika dibesarkan seperti Tara? Apakah orang yang tidak berpendidikan adalah mereka yang bebal atau memang tidak memiliki pilihan sejak kecil? Mungkin, pertanyaan-pertanyaan tersebutlah yang muncul dan menundukkan kepala pembacanya sedikit demi sedikit ketika membaca “Educated”.
Tentu saja yang terakhir, “Educated” menyadarkan kembali bahwa pendidikan sungguh sangat penting bagi semua orang, terutama dalam menghindari masalah atau kelakuan berbahaya yang tidak perlu.
“Saya terkesima ketika melihat bagaimana pelajaran filsafat dan sejarah di sekolah membantu Tara mempercayai persepsinya dirinya sendiri terhadap dunia. Hal ini dikarenakan dia tidak pernah belajar di sekolah, pandangan dunianya sepenuhnya dibentuk oleh ayahnya. Ayahnya percaya teori-teori konspirasi, dan Tara juga mempercayainya. Hal itu berubah ketika Tara belajar di BYU dan menyadari bahwa ada perspektif lain dalam melihat banyak hal daripada sudut pandang ayahnya yang diterima sebagai fakta,” – Bill Gates, gatesnotes.com (03/12/18).
Penulis: Ignatius Raditya Nugraha
Editor: Agatha Lintang
Foto: yourmostsincerely.com