SERPONG, ULTIMAGZ.com – Perlawanan sering kali dianggap membutuhkan senjata atau kekerasan fisik. Namun, di lereng pegunungan Himalaya pada 1970-an, sekelompok perempuan desa membuktikan sebaliknya. Mereka membuat Gerakan Chipko untuk melawan kapitalisme dan kerusakan alam.
Melansir tatkala.co, kata “Chipko“ dalam bahasa Hindi berarti “memeluk” atau “melekat”. Gerakan ini tidak muncul begitu saja, tetapi lahir dari penderitaan panjang. Pada awal 1970-an, di wilayah Uttarakhand, India, hutan bukan sekadar pemandangan indah. Hutan adalah sumber kayu bakar untuk memasak, pakan ternak, dan yang terpenting: penahan tanah agar tidak longsor.
Baca juga: Kisah Rosa Parks dan Keberaniannya yang Mengubah Sejarah
Namun, pemerintah saat itu justru memberikan izin kepada perusahaan alat olahraga asing untuk menebang ribuan pohon ash. Ironisnya, penduduk desa setempat dilarang menebang pohon sekadar untuk membuat alat pertanian, sementara orang asing diizinkan menebang habis hutan mereka demi keuntungan komersial.
Kemarahan memuncak. Meski demikian, titik baliknya terjadi di Desa Reni pada 1974. Pihak kontraktor dan pemerintah menggunakan taktik licik. Mereka tahu bahwa laki-laki di desa tersebut akan melawan. Maka dari itu, dengan alasan palsu pembagian kompensasi tanah, para pejabat memanggil seluruh laki-laki di Desa Reni untuk pergi ke kota yang jauh. Desa pun kosong, hanya tersisa perempuan, anak-anak, dan orang tua, dilansir dari historia.id.
Melihat kesempatan ini, para penebang hutan datang berbondong-bondong dengan truk dan kapak, siap meratakan hutan di dekat desa. Seorang gadis kecil melihat kedatangan mereka dan berlari melapor kepada Gaura Devi, ketua kelompok perempuan desa (Mahila Mangal Dal). Tanpa menunggu laki-laki pulang, Gaura Devi mengumpulkan 27 perempuan lainnya. Mereka bergegas menuju hutan.
Pemandangan di sana mencekam. Para penebang yang kasar mencemooh dan mengancam para perempuan itu dengan senjata api. Namun, Gaura Devi berdiri tegak. Ia dan para perempuan lainnya merentangkan tangan mereka dan memeluk batang-batang pohon itu.
Baca juga: Mona Lisa Smile: Pemberdayaan Perempuan dari Stigma Konservatif
Para penebang bingung. Mereka tidak siap menghadapi perisai manusia yang terdiri perempuan-perempuan desa. Sepanjang malam, para perempuan itu tetap terjaga, memeluk pohon, menjaga hutan mereka. Akhirnya, para kontraktor menyerah dan mundur. Hutan Reni selamat. Kemenangan di Desa Reni menyebar seperti api. Gerakan Chipko meledak menjadi fenomena nasional di India. Ribuan perempuan di desa-desa lain mulai meniru aksi ini.
Mengutip greennetwork.id, perjuangan tanpa kekerasan ini membuahkan hasil. Pada 1980-an, Perdana Menteri Indira Gandhi akhirnya mengeluarkan larangan penebangan pohon di wilayah hutan Himalaya selama 15 tahun. Kejadian ini mengajarkan bahwa kekuatan tidak selalu tentang siapa yang paling kuat memukul, tetapi tentang siapa yang paling berani melindungi. Para perempuan Himalaya memiliki keberanian untuk memeluk apa yang mereka cintai, bahkan jika itu berarti harus berhadapan dengan maut.
Penulis: Zalfa Zahiyah Putri Wibawa
Editor: Jessie Valencia
Sumber: tatkala.co, historia.id, greennetwork.id
Foto: thenonviolenceproject.wisc.edu




