SERPONG, ULTIMAGZ.com – Menurut seorang ahli kemasyarakatan Inggris, Sylvia Walby, ketika budaya patriarki tetap dipelihara, hak pendidikan yang setara tidak akan cukup untuk mengurangi ketidaksetaraan perempuan. Film Mona Lisa Smile dengan kuat mengangkat konsep patriarkisme melalui dialog mendalam antara para tokoh. Budaya patriarki yang terus berevolusi memberikan dampak yang berbeda bagi perempuan yang hidup di sekelilingnya.
Baca juga: Stand By Me: Film Klasik yang Mengajarkan Arti Persahabatan
Melansir Konde.co, kisah ini dimulai saat seorang dosen sejarah seni bernama Katherine Ann Watson (Julia Roberts) berpindah ke Kota Wellesley untuk mengajar di Wellesley College. Di sana, perempuan diberikan kesempatan menempuh pendidikan, tetapi tidak dengan kesetaraan. Mereka diberikan pendidikan dengan tujuan menjadi istri dan ibu yang baik.
Katherine dengan pola pikir modernnya berusaha untuk menumbuhkan cara berpikir baru kepada mahasiswinya, seperti Betty (Kirsten Dunst), Joan (Julia Stiles), Giselle (Maggie Gyllenhaal), Connie (Ginnifer Goodwin), dan Amanda (Juliet Stevenson). Mahasiswi-mahasiswi ini memiliki kecerdasan yang memukau Katherine.
Kali pertama Katherine mengajar di kelas, seluruh mahasiswi mampu menjawab bahkan menghafal seluruh isi buku yang sedang dibahas. Dengan kecerdasan tersebut, ia ingin mahasiswinya untuk perlahan melihat bahwa ada pilihan yang lebih luas untuk masa depan mereka. Tidak sebatas mengurus suami dan anak-anak. Oleh karena itu, Katherine mulai menggunakan metode baru untuk membuka persepsi mahasiswanya.
Melansir Rogerebert.com, pemikiran ini juga digalangkan oleh kepala sekolah Wellesley College, yang turut menolak nilai konservatif. “Saya pikir saya akan menuju ke tempat yang akan menghasilkan para pemimpin masa depan — bukan istri mereka.” Watson hampir putus asa ketika mengetahui salah satu mahasiswinya yang berprestasi memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya. Padahal mahasiswi tersebut sudah diterima lebih awal di Universitas Hukum Yale, tetapi lebih memilih untuk menikah.
Baca juga: Taare Zameen Par Berikan Pesan Mendalam untuk Setiap Bintang di Bumi
Melihat hal tersebut, Katherine mulai belajar untuk menghormati keputusan muridnya. Ia merefleksikan sebuah pembelajaran bahwa perempuan mampu memutuskan pilihan mereka tanpa mengikuti perkataan masyarakat. Film ini juga menekankan nilai pendidikan bagi perempuan dan hak untuk memakainya, walaupun memilih untuk tidak melanjutkan edukasi setelah menikah, dilansir dari Medium.com.
Mona Lisa Smile berfokus pada penekanan posisi pendidikan perempuan di masyarakat konservatif pada periode 1950. Katherine Watson ingin memberikan kesempatan untuk berpikir bahwa perempuan mampu mandiri melalui karier dan tetap menikah. Pengajaran tersebut menyadarkan murid-muridnya betapa penting edukasi dan peran perempuan di masyarakat.
Penulis: Jemima Anasya Rachman
Editor: Kezia Laurencia
Foto: KapanLagi.com
Sumber: Konde.co, Rogerebert.com, Medium.com
Great – I should definitely pronounce, impressed with your web site. I had no trouble navigating through all tabs and related information ended up being truly easy to do to access. I recently found what I hoped for before you know it at all. Quite unusual. Is likely to appreciate it for those who add forums or anything, site theme . a tones way for your customer to communicate. Excellent task.