SERPONG, ULTIMAGZ.com – Memang baik ketika Ultimates memiliki banyak kegiatan dengan tujuan meraih sebuah prestasi atau sekadar mempelajari hal baru dan menjaga produktivitas. Namun, ternyata produktivitas yang umumnya dianggap baik ini, dapat menimbulkan beberapa hal negatif ketika dilakukan terlalu berlebihan. Hal ini biasa disebut Toxic Productivity.
Pernahkah Ultimates merasakan beberapa hal seperti rasa bersalah saat tidak melakukan apa-apa? atau tidak merasa puas dengan apa yang telah diraih saat berhasil mencapai sebuah tujuan? Mungkin itu menjadi pertanda bahwa Ultimates tengah menghadapi Toxic Productivity, ketika produktivitas melampaui batas.
Baca juga: Post Concert Amnesia: Kehilangan Detail Ingatan Setelah Menonton Konser
Hal ini juga dapat diartikan sebagai kondisi ketika Ultimates tidak memedulikan kesehatan fisik dan mental demi mendorong diri untuk bekerja sampai melewati batas. Sering kali tertekan untuk menyibukkan diri hingga merasa bersalah atau tidak nyaman untuk beristirahat. Dilansir dari Talenta.co, terkadang terdapat beberapa orang yang melakukan ini sebagai distraksi dari tuntutan dalam hidup. Namun, perlu diketahui bahwa hal ini tidak dianjurkan untuk dilakukan.
Melansir Alodokter.com, hal ini dapat dikaitkan dengan istilah hustle culture yang telah menjadi tren di kalangan anak muda. Istilah ini dapat diartikan sebagai budaya yang menuntut gaya hidup untuk bekerja secara keras dan cepat tanpa memedulikan diri atau ‘budaya gila kerja’. Budaya ini muncul karena seorang individu kerap kali membandingkan kesuksesan diri sendiri dengan orang lain. Dari perbandingan tersebut, tumbuh rasa takut untuk tertinggal atau terlampaui dari orang lain, bahkan dapat memunculkan rasa obsesif personal untuk mendapatkan sebuah status sosial yang spesial.
Di zaman ketika semua orang mempunyai media sosial, hustle culture rawan sekali terjadi. Hampir setiap saat, Ultimates melihat hasil prestasi di lingkungan sekitar tanpa mengetahui proses di balik layar. Tanpa disadari, perlahan Ultimates akan membandingkan sisi buruk diri sendiri dengan sisi terbaik orang lain yang ada di sosial media.
Tidak hanya berdampak kepada diri sendiri, tetapi toxic productivity juga berdampak kepada orang-orang terdekat. Penuhnya waktu dengan kegiatan-kegiatan yang dipandang produktif menyebabkan terlupakannya waktu untuk teman atau keluarga.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini. Pertama, perlu disadari bahwa manusia mempunyai batas kejenuhan. Kenali batas tersebut, jika jadwal sudah penuh dengan kuliah, organisasi, kepanitiaan, atau magang, tetap sisakan waktu untuk rehat.
Kedua, hindari fear of missing out (FOMO). Perlu diketahui bahwa setiap orang memiliki laju kehidupannya masing-masing. Ketika Ultimates merasa ingin memaksakan hasil yang sama dengan orang lain, ingat bahwa hidup bukan one size fits all (satu ukuran cocok untuk semua).
Baca juga: Birthday Blues Saat Ulang Tahun Tak Lagi Istimewa
Proses yang dilalui seseorang belum tentu cocok dengan proses Ultimates. Akan sangat baik untuk Ultimates memahami prioritas yang sesuai dengan kebutuhan Ultimates sendiri. Skala prioritas penting sekali untuk dibuat agar satu aktivitas tidak akan mengganggu aktivitas yang lain, dilansir dari Kumparan.com.
Jika Ultimates merasa telah terjebak dalam siklus toxic productivity, jangan segan untuk mencari bantuan. Baik kepada teman, maupun berkonsultasi langsung dengan seorang ahli.
Penulis: Jemima Anasya Rachman
Editor: Kezia Laurencia
Foto: Freepik.com
Sumber: Talenta.co, Alodokter.com, Kumparan.com