SERPONG, ULTIMAGZ.com – Pada 2021 lalu, media sosial Twitter gempar dengan beredarnya video tidak senonoh yang menunjukkan aksi seseorang tengah memperlihatkan alat vitalnya. Siskaeee harus dijatuhi hukuman 10 bulan penjara dan denda Rp250 juta karena tindakannya yang sengaja mengekspos bagian payudara di media sosial. Tindakan tersebut menandakan kelainan seksual yang dialami oleh Siskaeee yaitu eksibisionisme.
Aksi Siskaeee yang kerap menunjukkan payudaranya ini dianggap sebagai ciri utama pengidap eksibisionisme. Gejala paling umum biasanya dilakukan dengan memamerkan alat kelaminnya kepada orang yang tidak dikenal untuk mencapai gairah seksual. Mereka akan mendapatkan kegembiraan dan kepuasaan seksual ketika telah mengekspos diri ke orang lain.
Baca juga: Bentuk Kekerasan Seksual Tidak Melulu Perkosaan
Tindakan Siskaeee di Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) pada 2021 adalah perilaku eksibisionisme. Akibat kejadian ini, pihak Bandara YIA melaporkan Siskaeee hingga membuatnya menjalani proses hukum. Melansir dari tribunnews.com, kasus ini bermula ketika video miliki Siskaeee tersebar di media sosial Twitter pada November 2021.
Video berdurasi 1 menit 23 detik ini diambil di jalan troli gedung parkir Bandar YIA. Video tersebut menunjukkan aksi Siskaeee yang tengah memamerkan bagian tubuhnya. Tak lama, video Siskaeee menjadi bahan perbincangan warganet dan membuat pihak kepolisian turun tangan.
Siskaeee berhasil ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2021 di Bandung, Jawa Barat. Selain itu, polisi juga berhasil mengamankan sejumlah bukti berupa video konten dewasa sebanyak 2.000 file yang dibuat olehnya untuk keuntungan pribadi. Siskaeee mendapatkan hukuman selama 10 bulan dengan denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka akan diganti pidana kurungan selama tiga bulan penjara.
Apa itu eksibisionisme?
Eksibisionisme merupakan sebuah gangguan mental yang menyebabkan pengidapnya terdorong untuk mengekspos organ seksual atau alat kelaminnya kepada orang lain. Biasanya pengidap akan mengarahkan alat kelaminnya kepada orang yang belum pernah mereka temui dilansir dari tirto.id.
Penderita eksibisionisme akan mendapatkan kenikmatan seksual atas perilakunya tersebut. Tujuannya adalah mendapatkan kesenangan dari reaksi korban seperti takut dan terkejut. Reaksi tersebut ternyata kerap memberikan kepuasan seksual yang lebih bagi para pengidapnya daripada berhubungan seksual.
Penyebab Eksibisionisme
Eksibisionis merupakan salah satu jenis gangguan parafilia. Pada dasarnya, parafilia merupakan impuls seksual abnormal yang disertai dengan fantasi seksual bersifat intens dan berulang. Dalam berbagai kasus, pengidap eksibisionis merasakan kepuasan apabila aktivitas seksualnya dapat disaksikan oleh orang lain.
Menurut psikolog forensik Kasandra Putranto, dari aspek psikologis, eksibisionis diduga timbul dari adanya kesalahan dalam proses pola asuh seseorang. Tak hanya itu, faktor genetik juga berpotensi menyebabkan terjadinya penyimpangan seksual.
“Perilaku manusia terbentuk karena faktor genetik, pola asuh dan proses belajar. Orang yang memiliki gangguan tersebut (eksibisionis) bisa juga karena ada yang salah dalam proses tersebut,” jelas Kasandra dikutip dari Republika.
Studi berjudul Sexual Deviance (2008) menyatakan bahwa secara fisiologis, pelanggaran seksual umum terjadi dikarenakan adanya cedera atau kelainan pada lobus temporal dan sistem limbik (Maletzky, 1997). Hal inilah yang akhirnya menyebabkan adanya gangguan kontrol seksual pada pengidapnya.
Menurut kajian studi Langevin (2006), di antara 476 pelaku seksual, 49% di antaranya mengalami cedera otak yang menyebabkan ketidaksadaran dan 22% mengalami cedera otak signifikan. Dari sini dapat disimpulkan pula bahwa salah satu faktor penyebab eksibisionisme dari sisi fisiologis dikarenakan adanya kegagalan fungsi otak.
Penanganan yang tepat bagi pengidap eksibisionisme
Melansir kompas.com, bagi pengidap eksibisionisme, penanganan utama yang dapat dilakukan adalah dengan psikoterapi. Hal ini dilakukan untuk mengobati pengidap eksibisionisme dari sisi psikologisnya.
Tak hanya itu, ada pula jenis antidepresan yang umumnya diberikan pada para pengidapnya, yakni inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI). SSRI merupakan salah satu jenis antidepresan yang diberikan oleh dokter. Adapun obat ini dikonsumsi guna menekan kadar hormon testosteron.
Pada kasus lain, para pengidap eksibisionis juga dapat melakukan sesi konseling kelompok yang terdiri dari 5-15 orang. Adanya konseling kelompok ini dapat dijadikan sebuah komunitas yang bisa saling memberikan dukungan antar anggota. Komunikasi yang terjalin antar pengidap eksibisionis juga bisa memberikan sudut pandang baru. Hal ini dapat memudahkan para anggota untuk mengontrol aksi penyimpangan seksual.
Baca juga: Kupas Tabu Masyarakat dengan Mengenal Lebih Penyakit Seksual Vaginismus
4 Tips Menghadapi Pengidap Eksibisionis
Terakhir, meninjau dari sisi korban, ada beberapa hal yang dapat dilakukan apabila menghadapi aksi pengidap eksibisionis. Berikut ini 4 tips menghadapi pengidap eksibisionis.
Bagi Ultimates yang menjadi pengidap ataupun korban, jangan ragu untuk mencari penanganan lebih lanjut, baik mencari seorang konselor ataupun pengaduan kepada pihak yang berwenang.
Penulis: Stephanie Amelia Wijaya, Graciella Olivia Widjaja
Editor: Jessica Elisabeth Gunawan
Foto: Melati Pramesthi
Sumber: tribunnews.com, orami.co.id, tirto.id, urbanasia.com, republika.com, health.kompas.com, Journal Sexual Deviance 2nd Edition